Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Hari Guru 2023

Fahmi, Guru Pemberani yang Menembus Hutan Terpencil Luwu Selama 30 Menit Demi Mengajar di Sekolah

Sebuah daerah yang masuk dalam kategori Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T) di Bumi Sawerigading.

|
Penulis: Muh. Sauki Maulana | Editor: Saldy Irawan
TRIBUN-TIMUR.COM
Fahmi seorang guru SMAN 19 Luwu, Kecamatan Bastem saat berinteraksi dengan siswanya. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Fahmi Rahmasari, harus bangun lebih awal untuk berangkat ke sekolah.

Fahmi, menjadi guru honorer di SMAN 19, Kecamatan Bastem, Kabupaten Luwu.

Sebuah daerah yang masuk dalam kategori Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T) di Bumi Sawerigading.

Setiap pagi, selama 30 menit, sepeda motor Fahmi menerjang jalan bebatuan dan tanah gembur khas pegunungan.

Sesekali, medan yang dilewati Fahmi berubah menjadi hutan rimbun dengan pohon yang menjulang tinggi ke langit.

Rutinitas semacam itu, sudah Fahmi rasakan selama dua tahun terakhir.

Alasan Fahmi bertahan pun sederhana, ia hanya ingin ilmunya bisa bermanfaat untuk siswanya kelak.

"Karena saya rasa banyak hal yang dapat saya peroleh di sini. Saya rasa juga saya lebih banyak berbagi dan berguna di sini banyak hal yang bisa saya lakukan," jelasnya kepada Tribunluwu.com, Sabtu (25/11/2023).

Perjuangan Fahmi bertambah ketika musim penghujan melanda.

Ia harus-harus berhati-hati agar bisa sampai ke sekolah.

Sebab, tanah longsor sewaktu-waktu bisa membahayakan nyawanya.

"kalau musim hujan datang, biasa juga longsor. Itu yang biasa menutupi akses jalan. Atau air sungai naik, makanya banyak biasanya siswa kami izin tidak ke sekolah," tuturnya.

Tak hanya akses jalan yang menjadi penghambat Fahmi dalam mengabdi.

Keterbatasan media pembelajaran serta fasilitas yang tersedia di sekolah membuat Fahmi harus memutar otak.

"Usia sekolah saya kurang lebih 7 tahun. Jadi belum memiliki sarana prasarana yang memadai. Makanya perlu banyak penyesuaian. Jadi bahan dan media ajar harus disesuaikan," ujarnya.

"Belum lagi, kondisi listrik yang tidak stabil terlebih lagi ketika musim hujan. Jaringan dan listrik bisa saja hilang berhari-hari menyulitkan kami jika ada kegiatan seperti OSN ataupun ANBK," tambahnya.

Meski harus merasakan sekelumit masalah tadi, Fahmi sama sekali tak pernah menyesal memilih sekolah tempatnya menjadi guru.

Panggilan hati, mungkin itulah yang menjadi alasan Fahmi sejauh ini.

Perempuan kelahiran Kendari itu
Bersama 20 guru lain yakin akan tekadnya dalam mendidik anak bangsa.

"Meski jumlah guru masih terbilang sedikit, hanya 20 an untuk mengajar 156 siswa," imbuhnya.

Ia berharap, agar anak didiknya kelak bisa menjadi Sumber Daya Manusia (SDM) yang bisa berbicara banyak di masa depan.

"Harapan juga mungkin untuk Pemda Luwu, agar selalu memerhatikan sekolah terpencil seperti kami. Membantu memfasilitasi, agar kami guru juga bisa maksimal dalam mentransfer ilmu," tutupnya.

 

Laporan Jurnalis Tribun Timur Muh Sauki Maulana

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved