Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

UMI

Kaur Renmin Yanma Polda Sulsel Cut Juwita Raih Doktor Ilmu Hukum di UMI, Lulus Predikat Pujian

Cut Juwita berhasil lulus dalam Ujian Promosi Doktor dengan predikat Pujian dan menjadi Doktor Ilmu Hukum UMI yang ke-349.

Penulis: Rudi Salam | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM/RUDI SALAM
Cut Juwita saat Ujian Promosi Doktor di Pascasarjana UMI, Jl Urip Sumoharjo, Makassar, Senin (13/11/2013). Cut Juwita dalam penelitiannya mengangkat judul ‘Hakikat Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan sebagai Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga’. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Kaur Renmin Yanma Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) Cut Juwita Sufirman Rahman berhasil meraih gelar Doktor Ilmu Hukum di Pascasarjana Universitas Muslim Indonesia (UMI).

Cut Juwita berhasil mempertahankan disertasinya dalam Ujian Promosi Doktor di Pascasarjana UMI, Jl Urip Sumoharjo, Makassar, Senin (13/11/2013).

Istri Rektor UMI Prof Sufirman Rahman tersebut dalam penelitiannya mengangkat judul ‘Hakikat Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Sebagai Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga’.

Ia berhasil lulus dalam Ujian Promosi Doktor dengan predikat Pujian dan menjadi Doktor Ilmu Hukum UMI yang ke-349.

Hadir dalam ujian promosi doktor tersebut Promotor Prof Sufirman Rahman, Ko-Promotor Prof Syahruddin Nawi dan Dr Hardianto Djanggih.

Sementara penyangga terdiri dari Dr Askari Razak, Prof Ilham Abbas, Prof Kamal Hidjaz, Prof Laode Husen.

Kemudian penguji eksternal Prof Muzakkir, serta penguji internal lintas disiplin ilmu Prof Masrurah Mokhtar.

Dalam pemaparannya, Cut Juwita menjelaskan, hakikat perlindungan hukum terhadap perempuan sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga menurut hukum Islam bahwa Islam tidak mentolerir kekerasan terjadi, baik terhadap laki-laki maupun perempuan.

Perempuan kelahiran Lampung, 4 Juni 1977 ini menyebut, permasalahan kekerasan terhadap perempuan merupakan masalah yang terjadi di negara-negara berkembang, dan juga di negara-negara maju. 

Pada tahun 2010, data WHO menunjukkan bahwa secara umum 1 dari 3 perempuan di dunia mengalami kekerasan. 

Jika dilihat menurut wilayah, kata Cut Juwita, terlihat bahwa prevalensi kekerasan terhadap perempuan di negara- negara berkembang cenderung lebih tinggi dibandingkan negara-negara maju. 

“Dalam kenyataannya demikian kasus kekerasan dalam rumah tangga banyak terjadi, sedangkan sistem hukum di Indonesia belum menjamin perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga. Kekerasan pada perempuan di Indonesia sendiri telah di antisipasi dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga,” papar Cut Juwita.

Baca juga: Rektor Terpilih UMI Hanya Menjabat 2 Tahun, Lanjutkan Tugas Prof Basri Modding

Dalam kesempatan itu, Cut Juwita mengatakan bahwa perlu sosialisasi yang lebih intens dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004.

Sebab, itu sebagai payung hukum terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga.

“Ini agar baik pelaku maupun korban khususnya suami maupun istri semakin mengerti dan memahami tentang hak-hak dan kewajibannya dalam lingkup rumah tangga,” katanya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved