Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Harga Gas Elpiji di Indonesia Tidak Realistis? Pakar Bandingkan Harga Gas Elpiji di Malaysia

Pakar Kebijakan Publik Bambang Haryo Soekartono menilai harga gas Elpiji di Indonesia sangat tidak realistis di bawah kelola manajemen Pertamina.

Penulis: Faqih Imtiyaaz | Editor: Sakinah Sudin
Pertamina
Ilustrasi gas elpiji. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Pakar Kebijakan Publik Bambang Haryo Soekartono menilai harga gas elpiji di Indonesia sangat tidak realistis di bawah kelola manajemen Pertamina.

Sebagai penghasil Gas Terbesar di Asia, Bambang Haryo menduga ada pihak yang menginginkan masyarakat tetap menggunakan Liquefied Petroleum Gas (LPG) atau biasa disebut gas elpiji.

Sebab ada potensi permainan harga untuk jenis ini.

"Saat ini harga gas elpiji 3 kg tabung melon HET sudah mencapai 25.000 rupiah di tahun 2023," kata Bambang Haryo, Senin (13/11/2023).

"Padahal di tahun 2014 harga HET elpiji 3 kg masih berada di 13.500 rupiah, berarti terjadi kenaikan 85 persen selama kurun waktu tidak lebih dari 10 tahun. Ini tidak masuk akal," jelasnya.

Harga gas elpiji di sebagian besar luar Jawa bisa di atas Rp 40.000.

Misalnya di Kab Sidrap seharga Rp 40.000 dan Kutai Timur mencapai Rp 50.000.

"Pertamina sebagai penyuplai gas elpiji dan bahan bakar secara monopoli mendapatkan subsidi pemerintah berupa PNM dari APBN sebesar 82,3 triliun di tahun 2023," kata pria yang akrab disapa BHS.

Kata dia, seharusnya suplai elpiji ke seluruh Indonesia tidak boleh terkendala dari sisi biaya.

"Apalagi saat ini juga ada Tol Laut yang bisa digunakan untuk pengiriman elpiji menjadi jauh lebih murah. Seharusnya tidak boleh ada disparitas harga di Jawa dan luar Jawa," imbuhnya.

Lebijh lanjut, alumni ITS Surabaya ini mengungkapkan elpiji 3 kg banyak digunakan oleh usaha mikro kecil yang di Indonesia.

BHS lantas membandingkan harga gas elpiji di Indonesia dengan Malaysia.

"Berbeda dengan di Malaysia harga elpiji isi ulang 12 kg sebesar 25,8 ringgit atau setara dengan 90.300 rupiah di Kota Kuala Lumpur, Perak, Pulau Pinang, Terengganu, Pahang, dan lain lain," kata BHS.

"Bahkan harga di Malaysia bagian Pulau Kalimantan di Kota Kinabalu dan Serawak sampai ke pelosok-pelosok harganya berbeda tidak lebih dari 1 ringgit. Sehingga hampir dikatakan harga adalah sama di seluruh wilayah Malaysia sampai ke pedalaman," jelasnya.

Mantan Ketua Bidang Infrastruktur KADIN Pusat ini mencontohkan Petronas sebagai perusahaan milik negara di Malaysia saja tidak memberikan celah monopoli.

Alhasil, semua penyuplai BBM yang ada di negara tersebut seperti Shell dan Petron juga menjual gas kepada masyarakat publik dengan harga yang sama seperti yang berlaku di perusahaan negara Petronas.

Padahal, kata BHS, Malaysia sendiri mengimpor gas elpiji dari negara yang sama dengan Indonesia yaitu dari USA, Arab, Qatar, Anggola, Kuwait dan Singapura.

Di Malaysia tabung elpiji 16kg hanya digunakan oleh UMKM /usaha mikro makanan di kedai-kedai kecil di pasar tradisional termasuk pedagang kaki lima yang ada di Malaysia.

"Sedangkan untuk semua pemukiman rakyat di Malaysia sampai ke pelosok sudah teraliri dengan jaringan gas 100 persen dengan harga yang jauh lebih murah dari penggunaan elpiji. Bahkan mendekati gratis hanya membayar service charge saja dengan penggunaan gas yang tidak dibatasi," jelasnya.

Beda dengan di Indonesia yang hampir 100 persen pemukiman masih belum difasilitasi jaringan gas.

Hal tersebut membuat masyarakat Indonesia harus menggunakan tabung elpiji untuk kebutuhan rumah tangganya.

BHS mengungkapkan, Jjringan gas yang sudah dibangun oleh era Hindia Belanda masuk ke sebagian besar perumahan- perumahan di kota kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Medan sudah tidak difungsikan.

Bahkan jaringan gas saat ini di Indonesia baru menjangkau tidak lebih dari 1 persen jumlah rumah penduduk di Indonesia.

Padahal Indonesia bisa dikatakan penghasil gas terbesar di Asia.

China, Jepang, Korea, Singapura pun memasok gas dari Indonesia.

"Ini yang sangat Ironis manajemen pertamina dan PGN di bawah kementerian BUMN dan ESDM termasuk bisa dikatakan gagal dalam menyediakan jaringan gas ke perumahan-perumahan dan industri di Indonesia yang tentu berdampak sangat besar terhadap ekonomi di Indonesia," lata BHS.

"Dan lebih menyedihkan lagi keberadaan tabung elpiji 3kg yang harganya sudah seperti tidak subsidi lagi itupun sulit didapat di daerah daerah sehingga tentu akan berdampak terhadap ekonomi yang sangat besar dan sangat merugikan masyarakat," imbuhnya. (*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved