Opini
Eros, Butet, GM: Kena Prank
Diuntungkan putusan Mahkamah Konstitusi, putra Presiden RI Jokowi usia 36 tahun, Gibran Rakabuming Raka, diusung sekian parpol maju sebagai Bacawapres
“Hari ini saya masih sedih, diam-diam saya menangis mendengar isu panas politik Indonesia. Meski sedih, saya masih punya harapan, masih percaya ada mukjizat”, tulis Butet dalam suratnya.
Jika putusan MK menyebabkan Mas Gibran berpasangan Pak Prabowo, bagi saya tulis Butet, ini awal datangnya bencana moral. “Sejak 1998, kami berjuang lahirnya seorang presiden yang pantas dijadikan contoh, jadi role-model, jadi barometer, jadi tauladan, bisa dimiliki bangsa Indoneia sepanjang sejarahnya”.
Lanjut Butet, sekarang kami sudah miliki, yaitu njenengan (Jokowi) Tinggal setahun lagi njenengan bekerja, kebanggaan itu akan abadi.
Butet menulis, Ikhlas membantu Jokowi (dari jauh) demi kebaikan bersama. “Bantuan bisa saya berikan, itu tadi: ngelingke.
Mengingatkan: Eling sangkan paraning dumadi. Selalu waspada, bahwa melik kuwi nggendong lali”.
Lain halnya, GM. Wartawan senior pendiri Majalah Tempo itu, dalam suratnya pada Jokowi menulis, jika dirinya bukan pendukung passif.
“Sebuah interview 2022 di Tokyo, saya katakan Jokowi presiden terbaik dalam sejarah Indonesia”. Tapi 2023 ini, GM seperti dia temui sedikit demi sedikit, Jokowi seperti Soeharto. Memberi perlakuan istimewa pada anak-anaknya.
Semula saya, banyak orang kagum, tulis GM. Terharu melihat Gibran dan Kaesang pengusaha biasa (jual martabak dan pisang goreng), tak memonopoli bisnis seperti anak-anak Soeharto.
“Tapi ketika mudahnya -- tanpa kompetisi terbuka, tanpa prosedur benar – putra Jokowi naik kursi kekuasaan, saya mulai ragu. Ternyata Jokowi, presiden saya, presiden dicintai rakyat, memberi mereka keistimewaan tak adil. Saya terhenyak. Saya kecewa dan sedih”, tegas GM.
Gimmik Jokowi
Saya memaklumi kekecewaan ketiga budayawan saya kagumi itu. Meski, saya sebaliknya tak menduga, sangsi andai ketiga budayawan mumpuni itu, tak mengenal siapa Jokowi sejatinya.
Khusunya, di atas panggung pementasan perpolitikan Indonesia mutakhir.
Eros, Butet, terlebih GM, sekaligus intelektual. Tak mustahil, jauh khatamnya mendaras teori psikoanalisis dijajal Sigmund Freud (1856-1939). Mendeskripsi karakter seseorang, muasal analisisnya dari berinteraksinya tiga komponen.
Ego, superego, dorongan naluri. Karakter Jokowi ditakar tak semata tampakan luarnya, terlebih di dalam dirinya yang sifatnya laten.
Ketiga budayawan itu, juga seniman bertalenta di dunia peran, teater maupun film. Eros, dia sutradara terbaik untuk film terbaik, Tjut Nyak Dien.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.