Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Eros, Butet, GM: Kena Prank

Diuntungkan putusan Mahkamah Konstitusi, putra Presiden RI Jokowi usia 36 tahun, Gibran Rakabuming Raka, diusung sekian parpol maju sebagai Bacawapres

Editor: Sudirman
dok pribadi/armin mustamin toputiri
Armin Mustamin Toputiri Mantan Anggota DPRD Sulsel 

Butet, aktor pemeran pembantu terbaik sekian kali FFI, monolognya mahir meniru cara ujar mantan Presiden RI Soeharto.

Tak kecuali GM, penyair juga giat di dunia pertunjukan. Penulis naskah drama, sekalian menyutradarai.

Berlatar kompetensi tak main-main di dunia pertunjukan, ketiganya pastilah khatam urusan karakter, watak diperankan setiap aktor.

Apakah Jokowi murni berperan protagonis, selalu bersikap baik. Atau sebaliknya justru berperan deuteragonis, bersilang dari arus protagonis. Atau, memang murni seperti dipertontonkan, berperan tritagonis. Penengah kedua arus itu.

Tentu, bukan urusan rumit bagi ketiga budayawan, sutradara itu, merumus sejatinya gimmik diperankan Jokowi, sekalipun itu dienjawantah di atas pentas politik praktis.

Sekira, di lakon manakah sejatinya watak dan karakter gimmik diperankan aktor Jokowi?

Setidaknya pada 20 puluh tahun terakhir. Dua periode memimpin pemerintahan di Solo, dua tahun Gubernur di DKI, hingga jelang sepuluh tahun mengemban jabatan Presiden RI.

Namun ajaibnya, ketiganya belakangan justru mengaku kena prank. Gagal mengenali Jokowi. Kecewa dan sedih karena merasa dibohongi Jokowi.

Dan, andai benar demikian adanya, lalu bagaimana pula publik awam -- acapkali survey, 80 persen puas kinerja Jokowi – mampu tau sejatinya karakter Jokowi. Mungkinkah kepuasaan publik itu, juga akibat karena kena prank?

Entah, tapi apapun adanya kita mesti mempermaklumi banyak pihak yang belakangan mulai siuman. Sadar kena prank, merasa dibohongi.

Tidak kecuali, ketiga budayawan mumpuni itu. Meski jika ketiganya ditelisik, jauh sebelumnya bukan mustahil khatam tau sejatinya gimmik diperankan Jokowi.

Hanya saja, fanatisme mereka terselubung dua faktor.

Satunya, karena sebelumnya sehaluan idiologi parpol pengusung Jokowi. Kedua, karena sejak mula memang tak pernah searah figur yang acapkali jadi pesaing Jokowi. Dan kini, Pilpres 2024 bersekutu.

Wajar, pilihan politik memang ubahnya memilih menu di kedai kopi.

Memilih meneguk kopi, tak murni semata fanatik pada kopi. Juga, seringkali semata alienasi ketaksukaan pada teh.(*)

Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Nikah Massal

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved