Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pria Gondrong Tewas di Sumur Bor

Tragedi Pria Berambut Gondrong: Dilarang di Era Orde Baru, Jatuhkan Korban di Era Kekinian

Peristiwa tragis ini terjadi di Desa Tambirejo, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, pada Kamis (21/9/2023).

Editor: Saldy Irawan
DOK PRIBADI
Ilustrasi Pria berambut gondrong 

Hal ini dipicu oleh pandangan Soekarno yang kurang menggemari budaya Barat karena dianggap memiliki akar sejarah dan sosial yang berbeda dengan Indonesia.

Soekarno kala itu menekankan pentingnya membentuk identitas bangsa yang bersumber dari akar sejarah dan sosial masyarakatnya sendiri.

Setelah kejatuhan Soekarno dan berkuasanya Soeharto, semangat para pemuda mulai berkobar karena selama ini mereka merasa terkekang dalam hal kebebasan berbudaya.

Pada tahun 1970, majalah-majalah yang beredar di Indonesia mulai memuat budaya-budaya Barat, termasuk tren penampilan.

Gaya rambut gondrong yang telah menjadi tren di Barat, perlahan-lahan diadopsi oleh kelompok anak muda di Indonesia yang terpengaruh oleh majalah-majalah tersebut.

Namun, pemerintah Orde Baru justru tidak menyukai gaya berambut gondrong ini. Mereka mengkategorikan pemuda dengan gaya rambut ini sebagai preman dan sulit diatur, bahkan dianggap subversif. Seiring berjalannya waktu, stigma negatif terhadap orang-orang dengan rambut gondrong semakin berkembang di masyarakat.

Pelarangan ini semakin diperkuat melalui razia-razia yang dilakukan oleh aparat keamanan Indonesia. Razia pertama terhadap rambut gondrong dilaksanakan pada tanggal 8 Desember 1966 di Stasiun Tanah Abang. Pada perkembangannya, hampir di setiap kota diadakan razia serupa oleh aparat keamanan.

Pelarangan ini bahkan merasuki lembaga pemerintahan paling dasar. Jika ada anggota keluarga yang memiliki rambut gondrong, maka proses pengurusan surat di RT akan dihentikan.

Hal serupa terjadi bagi mereka yang ingin membuat SIM atau izin lainnya.

Pada dasarnya, tidak ada standar yang jelas mengenai apa yang dianggap sebagai rambut gondrong.

Oleh karena itu, setiap instansi pemerintahan memiliki standar tersendiri.

Sebagai contoh di Kota Semarang, polisi setempat menetapkan bahwa rambut yang panjangnya mencapai kerah baju harus ditertibkan.

Dampak dari kebijakan pelarangan rambut gondrong ini meluas ke berbagai instansi pemerintahan, lembaga pendidikan, dan sebagainya.

Akibatnya, orang-orang dengan rambut gondrong merasa terpinggirkan dari masyarakat karena dianggap sebagai pembangkang.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved