Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Amin Syam Meninggal

Obituari HM Amin Syam Jenderal Bersahaja Itu Pergi

Pada tanggal 10 Agustus 2007 malam, sebagai penulis buku biografinya, saya bersama Drs. Hasyim Soedikio, harus melapor kepada H.M Amin Syam, Gubernur

|
Editor: Ari Maryadi
TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR
Sejumlah Anggota TNI AD mengangkat peti jenazah mantan Gubernur Sulsel Mayjen TNI (Purn) HM Amin Syam yang berlangsung di Taman Makam Pahlawan (TMP) Panaikang, Jl Urip Sumoharjo, Makassar, Sabtu (2/9/2023). Pemakaman yang dilaksanakan secara militer ini dihadiri Wakil Presiden RI ke 10-12 Jusuf Kalla. Sementara yang bertindak sebagai inspektur upacara yakni Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman. 

Oleh M Dahlan Abubakar
Wartawan Utama

TRIBUN-TIMUR.COM -- Otak saya terlatih untuk mengingat sebuah fenomena yang langka kalau tidak dapat dikatakan ‘luar biasa’. Apalagi yang berkaitan dengan seorang gubernur.

Pada tanggal 10 Agustus 2007 malam, sebagai penulis buku biografinya, saya bersama Drs. Hasyim Soedikio, harus melapor kepada H.M Amin Syam, Gubernur Sulawesi Selatan. 

Seperti biasa, setiap tamu yang hendak bertemu dengan Gubernur, boleh menunggu di bilik kecil di sebelah kiri.

Ruangan ini juga menghubungkan langsung dengan ruang dalam gubernuran yang biasa dipakai menjamu tamunya.

Saya duduk di kursi sebelah utara menghadap ke selatan. Pak Hasyim Soedikio mengambil kursi di sebelah kiri saya menghadap ke barat. Kursi masing-masing di depan kami kosong. Masa menunggu, kami ditemani dua kelas teh yang disuguhi pelayan rumah jabatan yang menyertainya dengan masing-masing satu kerat kue bolu yang terbaring di atas piring kecil ditemani garpu mini.

Inilah yang menemani masa menunggu kami sembari membuka-buka kembali naskah buku yang sudah selesai ditulis. Malam itu sebenarnya, kami hanya ingin menagih foto untuk cover buku.

Untuk menulis buku ini, selain mewawancarai Pak Amin Syam, juga “mengencani” Ibu Apiaty Amin Syam, suatu hari beberapa saat menjelang menemani Gubernur mengunjungi daerah bagian selatan. Sebelumnya, saya dengan Pak Hasyim Soedikio mengunjungi Kabupaten Enrekang, daerah yang pernah dipimpin Pak Amin Syam pada tahun 1988-1993.

Di daerah ini Pak Amin Syam berhasil menaikkan pendapatan asli daerah yang sebelumnya selalu ‘bocor’ tidak memenuhi target.

Usai dari Enrekang kami ke Takalar. Di daerah itu, Pak Amin Syam pernah menjabat Komandan Kodim 1426 Takalar beberapa tahun.

Kami berdua juga mengunjungi Sungai Panciro yang terletak di Kampung Tujello Desa Cinnong Kecamatan Sibulue Kabupaten Bone, sekitar 14 km dari Kota Watampone. Sungai itu, tempat Amin Syam kecil biasa mandi-mandi bersama teman-teman seusianya. Dulu, sungainya lebar, namun kian dangkal ketika kami berkunjung Agustus 2007 itu.

Tidak jauh dari pinggir sunga itu, ada satu lahan yang di atasnya ditumbuh beragam tanaman. Di lahan inilah dulu tegak sebuah rumah panggung, tempat terdengar suara tangis pertama bayi yang kemudian bernama Amin Syam.

Almanak menunjuk 117 hari setelah Soekarno-Hatta memproklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di Jl. Pagangsaan Timur Jakarta. Amin Syam lahir 12 Desember 1945. Riwayat rumah panggung berakhir dengan tragis, hangus dibakar gerombolan DII/TI pimpinan Qahar Mudzakkar.

Selagi asyik membaca epilog buku yang belum selesai, tiba-tiba dari arah kamar kecil muncul Pak Amin Syam.

Melihat saya yang jongkok sembari membaca naskah buku, tiba-tiba saja beliau menarik kursi di depan saya, dan ikut berjongkok. Akhirnya duduk selonjoran dengan kaki di bawah meja. Pak Hasyim Soedikio yang tidak menduga dan terlambat refleks dengan kemunculan beliau yang tiba-tiba tidak segera mengikuti jejak kami berdua.

Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Nikah Massal

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved