Pilpres 2024
Demokrat Bicara Poros Keempat di Pilpres 2024, Pengamat: Sandiga Uno dan AHY Potensi Disandingkan
Poros koalisi keempat berpotensi terjadi setelah kader Demokrat merasa kecewa dengan sikap Anies Baswedan.
Penulis: Erlan Saputra | Editor: Alfian
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Setelah hengkang dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), Partai Demokrat (PD) kini berdiri sendiri tanpa koalisi.
Poros koalisi keempat berpotensi terjadi setelah kader Demokrat merasa kecewa dengan sikap Anies Baswedan.
Anies Baswedan dianggap khianati Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang sebelumnya telah berkomitmen bakal jadikan bakal calon wakil presiden (bacawapres) di Pilpres 2024.
Akan tetapi, mantan Gubernur DKI Jakarta itu malah berpasangan Ketum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin.
Ketua DPD Demokrat Sulsel, Ni'matullah Erbe mengaku bahwa Partai Demokrat kini tengah bebas tanpa ikatan apapun.
Sehingga, partai berlambang bintang mercy itu leluasa untuk menentukan arah politik pada Pemilu 2024 mendatang, khususnya Pilpres.
"Kami akan komunikasi dengan parpol lain untuk melihat paling mungkin untuk berkoalisi. Bisa saja kami bikin koalisi baru atau merapat ke koalisi yang ada," kata Ni'matullah Erbe, Minggu (3/9/2023).
Saat ditanya soal komunikasi dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Ni'matullah mengaku bahwa sampai saat ini belum ada yang intens.
Apalagi, PKS menyatakan sikap tetap tegak lurus untuk mendukung Anies Baswedan.
"Terakhir kan PKS setia ikut sama Anies. Tetapi belum tahu nanti, komunikasi juga belum inten," tandasnya.
Pengamat Politik Unhas Dr Adi Suryadi Culla menilai, potensi poros koalisi baru terbuka lebar.
Terlebih, jika PKS, Demokrat, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sama-sama gabung koalisi.
"Karena tanpa PPP, PDIP bisa mengusung capres sendiri. Begitupun dengan Nasdem dan PKB itu sudah memenuhi syarat tanpa PKS," katanya.
Secara rasional, politik itu dinilai tidak berjalan linear, sangat dinamis dan kapan pun bisa memungkinkan berubah.
Terbukti, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang sebelumnya dibentuk Golkar, PAN, dan PPP, kini sudah bubar.
Sementara, PKB yang sebelumnya berlabuh di Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) juga sudah hengkang.
Hingga Partai Demokrat resmi keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan.
"Peristiwa ini pun muncul di Demokrat yang secara politik menunjukkan kekecewaan kepada Nasdem, Demokrat juga mencabut mencabut diri," ungkapnya.
Adi, nama sapaannya, menilai bahwa poros koalisi capres saat ini masih memungkinkan bakal bertambah.
"Artinya komposisi empat Capres-Cawapres masih bisa terjadi, tetapi kemungkinan menjadi tiga itu jauh lebih terbuka," terangnya.
Terpisah, pengamat politik Unhas, Sukri Tamma menilai, pada dasarnya koalisi terbentuk karena ingin menang.
Sehingga, jika potensi kemenangan berpeluang lewat koalisi baru, maka Demokrat bisa membuat poros baru.
Kondisi ini memberikan warning kepada partai politik, bahwa hitungan mereka tidak berhenti pada syarat meloloskan calon kandidatnya pada 14 Februari.
Namun juga harus mulai berhitung untuk putaran kedua.
"Jika ada tiga poros atau bahkan empat, maka pasti masuk dua putaran," katanya.
Dalam konteks Partai Demokrat, jika mereka masih ingin tetap bertarung, maka dua pilihan itu jalannya.
Yakni, bergabung dengan koalisi yang sudah terbentuk atau membentuk poros koalisi baru.
Jika bergabung ke koalisi, maka bakal melihat lagi seperti apa untung ruginya.
"Jika Partai Demokrat bergabung bersama PDI Perjuangan, mungkin bisa saja. Apalagi AHY sempat masuk radar PDIP untuj pendamping Ganjar," kata Sukri Tamma.
"Tetapi perlu dilihat juga hubungan SBY dan Megawati. Khususnya Megawati, apakah sudah menerima kondisi lalu atau bagaimana," tambahnya.
Sementara kalau ingin bergabung dengan kubu koalisi bentukan Prabowo Subianto, tentu konsekuensi yang harus di terima Demokrat adalah tidak muluk-muluk cawapres.
Sebab, Prabowo sendiri telah santer dikaitkan bakal menggandeng anak Presiden Jokowi, yakni Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming.
Lebih jauh, namun jika ingin membangun poros baru, Partai Demokrat masih punya sejumlah peluang.
Termasuk mengajak PKS dan PPP, yang sampai saat ini dinilai cukup longgar.
"Bisa saja mengajak PKS dan PPP, meski hasil muktamar PPP menyatakan bergabung dengan PDIP, tetapi sangat longgar. Kalau Demokrat gabung dengan PPP, di situ ada AHY dan Sandiaga Uno yang layak disandingkan," katanya.
"Kalau PKS juga jomblo, bisa ditarik karena memang Demokrat butuh partai lain,” tambahnya.(*)
Mahfud MD: Saya Lebih Baik dari Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming |
![]() |
---|
Cak Imin Nilai Wacana Pembentukan Presidential Club Positif |
![]() |
---|
Alasan Surya Paloh Tinggalkan Anies Baswedan Usai Kalah di Pilpres, Kini Dukung Prabowo-Gibran |
![]() |
---|
PBB Takut Yusril Ihza Mahendra tak Jadi Menteri? NasDem-PKB Dukung Prabowo |
![]() |
---|
Prabowo-Gibran tidak Mundur Hingga Dilantik Jadi Presiden-Wapres |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.