Headline Tribun Timur
Akademisi Unhas: Siapapun Jadi Pj Gubernur Harus Siap Berhadapan dengan Forum Dosen
Fakta membuktikan, beberapa Pj Gubernur di Sulsel dan Sulbar mengawali masa pemerintahannya dengan suasana gaduh.
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - - Forum Dosen mengingatkan agar Penjabat (Pj) Gubernur Sulsel yang akan dipilih benar-benar memahami karakter daerah ini.
Fakta membuktikan, beberapa Pj Gubernur di Sulsel dan Sulbar mengawali masa pemerintahannya dengan suasana gaduh. Apalagi jelang Pemilu 2024.
Forum Dosen membahas krusial dan urgensi Pj Gubernur Sulsel dalam Dialog Forum Dosen, Rabu (30/8/2023).
Diskusi bertema Menyongsong Pj Gubernur Sulsel: Harapan dan Tantangan, itu digelar hybrid serta dipandu Koordinator Forum Dosen, Dr Adi Suryadi Culla.
“Diskusi kita ini sangat menantang. Pj Gubernur Sulsel ini ngeri-ngeri sedap. Apalagi Sulsel punya riwayat unik tentang Pj gubernur,” ujar Dr Adi Culla mengawali diskusi.
Hadir di ruang virtual, antara lain Ketua ICMI Sulsel Prof Dr Arismunandar, Rektor Universitas Terbuka Prof Dr A Rahman Rahim, Guru Besar IPDN Prof Dahyar Daraba, Guru Besar Tata Negara Unhas Prof Dr Aminuddin Ilmar, Guru Besar Fakultas Hukum UMI Prof Dr A Muin Fahmal.
Guru Besar Fakultas Hukum Unhas Prof Dr Amir Ilyas, Guru Besar Fakultas Hukum UMI Prof Dr A Ma’ruf Hafidz, Dosen Komunikasi Politik Unhas Dr Hasrullah MA, Dosen Fisip Unismuh Dr Amir Muhiddin.
Ketua Prodi S2 Sosiologi Unhas Dr A Rahmat Muhammad, Pengamat Politik UIN Alauddin Dr Firdaus Muhammad, Wakil Dekan II Fisip Unismuh Dr Luhur A Prianto dan Dosen Fakultas Hukum Unhas Dr Fajlurrahman Jurdi.
"Siapapun yang dipilih jadi Pj gubernur atau siapapun yang terpilih, ia harus siap berhadapan dengan Forum Dosen. Dan, semoga saja yang terpilih itu kita sudah kenal betul track recordnya," tegas Dr Hasrullah.
Ketua Prodi Hukum Tata Negara Universitas Hasanuddin, Prof Aminuddin Ilmar mengatakan Pj Gubernur Sulsel akan mengalami prosesi politik yang panjang.
Dia berharap, Pj gubernur tidak terjebak dalam proses politik lokal dan pilpres.
Baca juga: Kabar Terbaru Prof Aswanto Calon Pj Gubernur Sulsel, Jokowi Sibuk Kunker saat Rencana Teken SK Bocor
“Jangan sampai penjabat memainkan peran di luar dari sisi tugas dan kedudukannya," kata Prof Aminuddin.
"Kita berharap pengangkatan seorang penjabat betul-betul bisa memahami kondisi faktual daerah," tambahnya.
Guru Besar Fakultas Hukum Unhas, Prof Amir Ilyas, mengatakan sudah mengkonfirmasi langsung ke Prof Aswanto mengenai namanya yang dipilih menjadi Pj Gubernur Sulsel.
"Sampai saat ini belum tahu siapa, meskipun di medsos, nama Prof Aswanto dikatakan menguat. Tapi saya kroscek ke beliau (Aswato) tadi pagi, beliau bilang belum ada ini info," kata Prof Amir.
Baca juga: Siapa Sebenarnya Pj Gubernur Sulsel? Prof Amir Ilyas Bocorkan Fakta Baru
"Saya cek juga ke dekan hukum, dia bantah juga kalau SK sudah diteken. Tapi saya dapat penjelasan dari Prof Aswanto bahwa belum ada infonya, nama baru diusul ke kemendagri," kata Prof Amir.
Dia melanjutkan, ada tiga nama yang Prof Aswanto sebut. Yaitu namanya sendiri , Pak Bahtiar dan satunya dia belum tahu, apakah Komjen Nana atau Rifai atau Jufri.
Namun, lanjut Prof Amir, dia menangkap, kemungkinan persaingan di tingkat elit sisa nama Prof Aswanto dan Bahtiar.
"Mungkin kalau dikerucutkan disitu, dua nama ini silih berganti menguat. Tapi klarifikasi belum, ini belum ada. Masih di tim penilai akhir," kata Prof Amir.
Wakil Dekan II Fisip Unismuh Dr Luhur A Prianto, menyatakan penjabat kepala daerah adalah jabatan appointed (penunjukan), bukan elected (pemilihan).
Makanya, nama-nama yang muncul hanya usulan bagi pemerintah pusat.
“Meskipun politisasi penunjukan penjabat kepala daerah sulit dihindari. Meskipun berasal dari karier non-politik, semua calon punya back up politik kuat. Masing-masing kekuatan pendukung akan memperjuangkan calon yang didukungnya,” jelas Luhur.
Baca juga: Tokoh Luwu: Jika Prof Aswanto Jadi Pj Gubernur, Maka Inilah Kali Pertama Putra Luwu Pimpin Sulsel
Artinya, lanjut mantan Sekretaris Umum Masika ICMI Sulsel itu, basis pengusulan nama dari bawah pun juga sulit menghindari tendensi politik. Penjabat yang ditunjuk akan memiliki legitimasi dan sekaligus resistensi politik.
“Tetapi bagi kemendagri, legitimasi politik yang kuat dari usulan penjabat kepala daerah justru bisa mengurangi kendali mereka. Kemendagri akan mencari penjabat yang mampu menyelaraskan ‘kepentingan pemerintah pusat dan daerah’. Figur seperti itu bisa saja diluar dari nama-nama yang beredar itu,” jelas Luhur.
Guru Besar IPDN, Prof Dhahyar Daraba mengatakan, ada dua mekanisme di dalam konstitusi, kepala daerah itu dipilih DPRD atau rakyat secara langsung.
"Tidak ada di UU pemerintah daerah maupun pilkada, kepala daerah drop in, tidak ada. Kalau melihat Permendagri Nomor 4 tahun 2023, tidak ada peluang dipilih melalui drop in," kata Prof Dhahyar.
Menurutnya, penentuan Pj ini masih dibayangi UU nomor 5 tahun 1974, dia anggap semua daerah semua administratif.
"Rekayasa yang terjadi gagal (DPRD usulkan nama), tiga kali tidak pernah kuorum, ada apa ini, apakah kasih peluang drop ini kepala daerah," imbuhnya.
Menurutnya, semua kepala daerah yang diusulkan harus melalui DPRD.
"Ini berbahaya kalau misalnya ditunjuk, sudah diangkat, kita persoalkan di MK, bisa batal itu, karena melanggar UU Pilkada dan pemerintah daerah," kata Prof Dhahyar.
Prof Dhahyar mengatakan, kemendagri ada pekerjaan rumah yang tidak dilaksanakan.
Di mana, tiga lembaga pernah menggugat UU pilkada, digugat MK, Ombudsman dan KIP, disuruh rubah itu UU.
"(Ada beberapa pasal yang disuruh perbaiki) Sampai sekarang tidak diubah, dan selalu dipedomani,"
"Kalau ada yang 'nakal', pejabat yang di drop in dari atas itu bisa batal dengan sendirinya karena melanggar konstitusi,"
Walaupun berpedoman dengan Permendagri nomor 4 tahun 2023, tidak boleh sebenarnya memberikan peluang drop ini.
Baca juga: Jokowi Dikabarkan Setujui Prof Aswanto Jadi Pj Gubernur Sulsel
Di akhir diskusi, Dr Adi Culla membuat tiga catatan. Pertama, pencalonan figur seharusnya melibatkan partisipasi dan aspirasi lokal.
Sayangnya DPRD gagal mengusulkan nama sehingga calon ditentukan oleh pusat. Kedua, calon yang mencuat sebagian besar adalah putra Sulsel, sehingga diharapkan putra Sulsel menjadi Pj gubernur.
Ketiga, kriteria figur yang diharapkan adalah, paham dengan kondisi Sulsel baik fisik maupun karakter dan budaya masyarakatnya. Kemudian dapat diterima dan tidak menimbulkan penolakan serta kegaduhan.
Selanjutnya, mampu mengemban tugas keberlanjutan pembangunan, tidak membawa agenda sendiri. Lalu, tidak memiliki coblict of interest, menjadi bagian kepentingan politik kelompok atau partai tertentu (obyektif dan netral dalam pileg, pilpres, serta pilkada).(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.