Siap Hadapi Gugatan, KPU Makassar Tegaskan Pemecatan Anggota PPS Sudah Prosedural
sebanyak delapan anggota PPS) di Kecamatan Tamalate dinyatakan terbukti bertemu dengan salah satu bakal calon anggota legislatif (bacaleg).
Penulis: Erlan Saputra | Editor: Ari Maryadi
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Makassar menanggapi soal gugatan Anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang diberi sanksi pemecatan karena melanggar kode etik.
Sebelumnya, sebanyak delapan anggota PPS) di Kecamatan Tamalate dinyatakan terbukti bertemu dengan salah satu bakal calon anggota legislatif (bacaleg).
Menanggapi keputusan itu, Komisioner KPU Makassar Endang Sari angkat bicara.
Menurutnya, pemberian sanksi berupa pemecatan secara tidak terhormat dilakukan sesuai prosedur.
"Di mana kami menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan Bawaslu Makassar, yang mana poin rekemondasi tersebut adalah pemberhentian," tegas Endang Sari, Senin (17/7/2023).
Ia menjelaskan, setiap rekomendasi Bawaslu dalam struktur penyelenggaraan Pemilu harus ditindaklanjuti.
Apalagi, dengan adanya penyelenggara Pemilu yang terbukti tidak netral, maka tentu punya konsekuensi dan tidak akan mentolerir tindakan yang melanggar kode etik.
"Kami mengambil keputusan tersebut untuk memastikan bahwa sebagai penyelenggara pemilu harus berdiri di atas ideologi penyelenggara, memberikan perlakuan yang sama bagi seluruh peserta pemilu," tegasnya.
Sementara itu, Ketua Ketua PPS Kelurahan Maccini Sombala Makassar Israq Muhammad tidak terima dirinya dipecat.
Israq memutuskan untuk menggugat komisioner KPU Makassar.
Israq menduga KPU Kota Makassar tidak profesional dalam tindakannya dengan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pemberhentian terhadap delapan anggota PPS yang bertugas di wilayah Kecamatan Tamalate.
Penerbitan Surat Keputusan KPU Kota Makassar Nomor 335 pertanggal 23 Juni 2023 tentang pemberhentian panitia pemungutan suara (PPS) dengan tuduhan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu 2024 tersebut dinilai tidak sesuai prosedural dan diduga jauh dari kata profesionalisme kerja KPU Kota makassar.
Ia menjelaskan, keputusan tersebut dikeluarkan tanpa melalui beberapa tahapan sebagaimana yang diatur dalam Keputusan KPU Nomor 337 Tahun 2020.
"Perlu diketahui bersama bahwa didalam surat keputusan KPU Nomor 337 tersebut diatur secara seksama dan terperinci bagaimana proses dan tahapan penjatuhan sanksi jika terdapat penyelenggara adhoc baik tingkat PPK, PPS maupun KPPS ketika mereka melakukan pelanggaran," ujar Israq.
Sehingga, terkait penjatuhan sanksi atau pemberhentian yang dikeluarkan ini diduga tidak profesional karena sangat jauh dari aturan.
"Dan tentunya hal tersebut kami nilai sangat tidak adil bagi kami. Perlu diketahui juga bawa sebelum PPS menerima SK pemberhentian dari KPU Kota Makassar pertanggal 23 juni 2023.
Dijelaskan dia, delapan PPS ini hanya satu kali diundang klarifikasi oleh KPU Kota Makassar, yakni tanggal 22 juni 2023 dan proses klarifikasinya hanya lewat zoom. Setelah itu terbitlah surat pemberhentian.
"Sependek pengetahuan kami bahwa kalau delapan PPS ini diduga melanggar kode etik maka idealnya dilakukan pemanggilan untuk sidang kode etik dan para terduga ini dipanggil guna menjalani sidang kode etik," ungkapnya.
Tetapi, pada kenyataan yang terjadi tidak seperti itu dan sangat jauh dari aturan.
"Yang kami ketahui bahwa dalam sidang kode etik, terduga diberi kesempatan untuk melakukan pembelaan atas apa yang disangkakan akan tetapi yang dipraktikkan KPU Kota Makassar sangat berbeda dan tidak ada ruang bagi PPS untuk melakukan pembelaan dan tiba-tiba kami dijatuhi sanksi pemberhentian tanpa ada kesempatan membela diri," kata Israq.
Israq mengaku sangat kecewa dengan adanya SK pemberhentian yang dilayangkan oleh KPU Kota Makassar.
Di mana dalam proses pengambilan keputusannya sangat jauh dari kata profesional dengan tidak merujuk dan mempertimbangkan Keputusan KPU nomor 337 tersebut.
"Setelah kami banyak membaca PKPU serta mempelajari KKPU Nomor 337 tersebut kami berinisiatif untuk melayangkan nota keberatan terhadap hasil keputusan KPU Kota Makassar," bebernya.
Ia menegaskan, mereka telah memasukkan nota keberatan tersebut di KPU Kota Makassar dengan dasar pertimbangan tidak profesional dan cacat hukum.
"Kami berterima kasih kepada KPU Kota Makassar, oleh karena dengan hal ini kami banyak belajar dan memahami peraturan-peraturan terkait penyelenggaraan pemilu," ucap Israq.
Ia pun berharap, KPU Kota Makassar dapat mempertimbangkan dan menarik kembali SK pemberhentian tersebut.
Nama-nama Delapan Anggota PPS yang Dipecat
Sungguh apes nasib delapan anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) Kecamatan Tamalate.
Mereka dipecat lantaran terbukti melanggar kode etik penyelenggara Pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Delapan orang tersebut di antaranya, Ketua PPS Balang Baru Ahmad, Ketua PPS Tanjung Merdeka A Burhanuddin, Ketua PPS Maccini Sombala Israq, Ketua PPS Bongaya Muchlis Jerry Ruslim.
Lalu, Ketua PPS Pa’baeng-baeng Tamalate Suhardi, Ketua PPS Parang Tambung Muhammad Nur Syahid, Anggota PPS Parang Tambung Hardi, dan Anggota PPS Bongaya Budi Setiawan.
Ketua KPU Makassar Faridl Wajdi mengatakan, kedelapan penyelenggara PPS itu dinilai tidak mampu menjaga netralitasnya selaku penyelenggara pemilu.
"SK pemecatannya dikeluarkan pada 23 Juni lalu. Mereka sudah dipecat sebagai bagian dari tindak lanjut rekomendasi Bawaslu Makassar," kata Faridl Wajdi kepada Tribun-Timur, Minggu (2/7/2023).
Menurut Faridl Wajdi, kedelapan anggota PPS itu tidak membantah saat dilakukan pemeriksaan oleh Bawaslu - KPU Makassar.
"Unsur-unsur yang disampaikan Bawaslu itu semua terpenuhi. Dan delapan yang dihadirkan ini sama sekali tidak membantah dan terbukti melanggar kode etik," ujarnya.
Lebih lanjut, adapun calon pengganti antarwaktu (PAW) untuk delapan penyelenggara PPS itu, KPU Makassar dalam waktu dekat akan membahasnya.
"Secepatnya kita akan membahas dan menentukan penggantinya," terangnya.
Sebelumnya, Selasa (20/6/2023) diberitakan, sejumlah anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) di Daerah Pemilihan (Dapil) Mamarita, Kota Makassar, terbukti bersalah melanggar kode etik penyelenggara Pemilu.
Mamarita adalah akronim dari tiga daerah kecamatan, yakni Mamajang, Mariso dan Tamalate.
Ketua Bawaslu Makassar, Abdillah Mustari menyebutkan, ada 12 orang yang sebelumnya diduga terlibat.
Namun, setelah Bawaslu melakukan penelusuran, hanya 8 orang terbukti melanggar kode dan tidak netral sebagai petugas penyelenggara Pemilu.
Di mana, delapan penyelenggara Pemilu tersebut menghadiri ajakan panggilan oleh seorang Bacaleg DPRD Makassar pada awal Juni 2023 lalu.
"Pertemuan itu dilakukan pada awal Juni lalu. Jadi para penyelenggara Pemilu ini diundang oleh bacaleg itu," kata Abdillah Mustari saat ditemui di kantornya, Selasa (20/6/2023).
"Atas laporan dari masyarakat sebagai saksi, Rabu (14/6/2023) lalu, kami langsung langsung panggil sejumlah anggota PPS yang terlibat dan hasilnya terbukti melanggar kode etik," Abdillah Mustari menambahkan.
Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin itu menuturkan surat pemberian sanksi sudah diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Makassar.
Pemberian sanksi pun dikembalikan kepada KPU Makassar.
"Kami sudah menyimpulkan, delapan anggota PPS ini sudah melanggar kode etik, yakni tidak menjaga integritas sebagai seorang anggota PPS," tandasnya.
Terkait sanksi yang diusul Bawaslu ke KPU Makassar, Abdillah menyebutkan, salah satunya adalah pemecatan.
"Sebagai seorang penyelenggara pemilu, integritas itu adalah harga mati. Boleh jadi akan diberikan sanksi PAW (pergantian antarwaktu)," tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Makassar mencium adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh sejumlah anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS).
Anggota PPS diduga melakukan pelanggaran kode etik itu di Daerah Pemilihan (Dapil) 5 Makassar, meliputi Kecamatan Mariso, Mamajang, dan Tamalate (Mamarita).
Ketua Bawaslu Makassar Abdillah Mustari menyatakan, mereka mendapat informasi adanya unsur pelanggaran berkat informasi dari masyarakat yang tergabung dalam pengawasan partisipatif forum warga.
Ketua Bawaslu Makassar Abdillah Mustari menyatakan, mereka mendapat informasi adanya unsur pelanggaran berkat informasi dari masyarakat yang tergabung dalam pengawasan partisipatif forum warga.
“Mereka menginformasikan adanya pertemuan beberapa anggota PPS dengan salah seorang bakal calon anggota legislatif,” kata Abdillah Mustari, Senin (19/6/2023)
Menurutnya, motif pertemuan itu kini didalami Bawaslu Makassar dengan menghadirkan saksi-saksi, termasuk sejumlah PPS yang diduga melanggar aturan.
“Kami sudah minta keterangan kepada 12 anggota panitia pemungutan suara. Hasilnya ada delapan PPS ikut dalam pertemuan itu,” ujarnya.
Abdillah menambahkan, adapun bakal calon legislatif yang ditengarai mengundang penyelenggara teknis ini, tidak termasuk dalam subjek dugaan pelanggaran pemilu.
Sebab, dia belum ditetapkan sebagai calon legislatif.
Dari keterangan terklasifikasi kemudian mencuat adanya dugaan ajakan dari salah seorang Pimpinan Anak Cabang Organisasi Masyarakat (PAC Ormas) tertentu.
Bawaslu selanjutnya melayangkan surat undangan klarifikasi kepada oknum yang dimaksud, namun belum pernah datang.
Bawaslu juga sudah mengonfirmasi kepada pimpinan ormas tingkat Makassar yang dimaksud perihal kemungkinan adanya instruksi terstruktur kepada pimpinan ormas di tingkat kecamatan.
“Namun menurut yang bersangkutan, tidak ada perintah seperti itu,” katanya.
Abdillah menegaskan, Bawaslu Makassar akan terus berupaya dalam mengonfirmasi ke pimpinan lembaga.
Sebab, selama ini telah terjalin hubungan yang baik dengan lembaga tersebut bahkan dalam beberapa kesempatan telah melaksanakan kegiatan bersama dalam upaya sosialisasi pengawasan partisipatif.
Di samping itu, Abdillah mengapresiasi informasi masyarakat yang terhimpun dalam forum warga tersebut sebagai bentuk kepedulian masyarakat dalam mengawal tahapan untuk menghasilkan pemilu yang bermartabat.
“Selain itu, penanganan dugaan pelanggaran ini adalah bagian dari upaya Bawaslu melakukan upaya pencegahan terjadinya pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif (TSM),” kata Abdillah.
“Kita juga meminta kepada semua stakeholder Pemilu 2024 untuk melakukan aktivitas politik yang tidak melanggar norma perundang-undangan pemilu, termasuk melibatkan penyelenggara untuk kepentingan salah satu peserta pemilu," Abdillah menambahkan.(*)
Program Pascasarjana Unimerz Kukuhkan Pengurus Pusat IKA PPs Unimerz |
![]() |
---|
KPU Makassar Evaluasi Pelaksanaan Pilkada, Harap Perbaikan di Masa Mendatang |
![]() |
---|
KPU Makassar Tunggu Instruksi MK Terkait Penyerahan Bukti Gugatan Pilwali Makassar |
![]() |
---|
Gugatan INIMI Disidangkan di MK, KPU Makassar: Kami Siap Hadapi |
![]() |
---|
KPU Makassar Sudah Siap Hadapi Gugatan Indira-Ilham di MK |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.