Opini
Literasi Ulama: AGH Muh Yunus Maratan
Menatap Kakbah seusai thawaf, (8/6/2023) mengingatkan kehadiran para ulama Sulsel yang merantau ke Mekkah mengaji sekaligus berhaji.
Oleh: Firdaus Muhammad
Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar
TRIBUN-TIMUR.COM - Menatap Kakbah seusai thawaf, (8/6/2023) mengingatkan kehadiran para ulama Sulsel yang merantau ke Mekkah mengaji sekaligus berhaji, diantaranya AGH Yunus Maratan.
Beliau mengaji kitab pada beberapa ulama di Masjidil Haram. Kemudian kembali ke Belawa kampung kelahirannya, kemudian mengaji pada AGH Muh As'ad.
Beliau menghabiskan seluruh hidupnya mappangaji kitta dan memimpin pesantren As'adiyah hingga wafat tahun 1986.
“Engka laloko simata mappaguru, nasaba iyatu gurue jamang kaminang madeceng, simata decennami ana’gurunna naitangenngi.” (Hendaklah engkau menjadi guru, guru itu pekerjaan mulia karena hanya kebaikan orang yang dipikirkan)”. Demikian wasiat Anregurutta Haji (AGH) Yunus Maratan.
Pesan itu selalu diulang-ulang AGH Muh Harisah AS kepada para santrinya di Pesantren An-Nahdlah. AGH Muh Yunus Maratan merupakan sosok ulama yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk ilmu, menuntut ilmu dari AGH As’ad hingga ke Mekkah dan memberi ceramah dan pengajian di Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang hingga wafatnya, 1986.
Dalam catatan Azhar Nur menuliskan “AGH Muhammad Yunus Maratan: Pengarang dari Sengkang”, bagian kontributor dalam Buku Ulama Sulawesi Selatan terbutan MUI Sulsel, 2007, bahwa sosok AGH Muh Yunus Maratan pecinta ilmu sepanjang hayat, membina pesantren dan berkarya.
Jejak pendidikan AGH Muh Yunus Maratan berawal dari bimbingan ayahnya, AGH Maratan seorang ulama yang disegani karena keilmuannya di Belawa dan menjabat sebagai qadhi.
Posisi yang kelak diwarisi AGH Muh Yunus Maratan. Muhammad Yunus Maratan belajar mengaji pada Andi Mappangewa seorang guru mengaji sangat terkenal.
Kemudian masuk Sekolah Rakyat di Belawa antara tahun 1921-1926 serta bimbingan pengajian kitab oleh ayahnya hingga tahun 1928.
Setelah dianggap memiliki kemampuan baca kitab kuning, maka pada tahun 1929 dikirim oleh ayahnya untuk naik haji sekaligus mukim di Mekkah mendalami agama.
Beliau belajar di Madrasah Al-Falah untuk tingkat Ibtidaiyyah dari tahun 1929-1932 sembari mengikuti pengajian kitab kuning di Masjidil Haram yang dibina sejumlah ulama selama setahun, 1932-1933.
Tercatat setidaknya beliau belajar kitab kuning selama tujuh tahun pada sejumlah ulama di Mekkah. Kemudian tahun 1933 dengan ketetapan hati memilih kembali ke tanah air dan mukim di Belawa untuk mengabdikan ilmunya.
AGH Muh Yunus Maratan sempat mengabdi di Belawa hingga akhirnya hijrah ke Sengkang dan mengaji Kitab Kuning kepada AGH Muh As’ad bersama-sama santri lainnya; Daud Ismail (asal Soppeng), AGH Abdurrahman Ambo Dalle (asal Wajo), AGH Abduh Pabbaja (asal Sidrap).
Pada tahun 1935, beliau mempersunting gadis Belawa berusia 12 tahun bernama Hajjah Baru juga dikenal Hajjah Kartini.
Saatnya Meninjau Ulang Parliamentary Threshold 4 Persen |
![]() |
---|
Universitas Hasanuddin, Menuju Puncak Benua Maritim Indonesia 2026-2030 |
![]() |
---|
Pesantren sebagai Katalis Peradaban, Catatan dari MQK Internasional I |
![]() |
---|
Paradigma SW: Perspektif Sosiologi Pengetahuan Menyambut Munas IV Hidayatullah |
![]() |
---|
Dari Merdeka ke Peradaban Dunia: Santri Sebagai Benteng Moral Bangsa |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.