Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Demam Babi Afrika

Apa itu Demam Babi Afrika atau Virus ASF Apakah Bahaya Bagi Manusia? 48 Ribu Ekor Terpapar di Sulsel

Berdasarkan hasil penelitian terbaru kematian ribuan babi di Gowa disebabkan virus ASF atau African Swine Faver yang juga disebut demam babi afrika.

Editor: Alfian
DOK PRIBADI
Suasana peternakan babi di Desa Balang papa' Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Sulsel, Rabu (17/5/2023). Ribuan babi mati akibat terjangkit demam babi afrika atau virus ASF. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Mengenal apa itu demam babi afrika atau virus ASF penyebab kematian ribuan ekor babi di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan.

Apakah demam babi afrika atau virus ASF berbahaya bagi manusia?

Berikut dipaparkan segala sesuatu tentang demam babi afrika atau virus ASF.

Masyarakat Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan atau Sulsel gempar dengan adanya kasus ribuan ekor babi mati secara misterius.

Berdasarkan hasil penelitian terbaru kematian ribuan babi ini disebabkan virus ASF atau African Swine Faver yang juga disebut demam babi afrika.

Baca juga: Disnakeswan Sulsel Catat 48 Ribu Ternak Babi Mati Akibat ASF di Sulsel

Baca juga: Peternak Babi di Gowa Rugi hingga Miliaran Rupiah Akibat Ribuan Babi Mati Terjangkit Virus ASF

Akibat wabah demam babi afrika ini salah satu peternak babi di Gowa, Wahyudi mengaku rugi sampai Miliaran Rupiah akibat ribuan Babi miliknya mati setelah terjangkit virus mematikan itu.

"Sementara untuk kerugian saya taksirkan mencapai 1 milyar lebih," katanya, Kamis (18/5/23).

Ia menyebutkan, selama virus ini menyerang, sekitar 1000 lebih babi miliknya yang mati dari 2.500 populasi babi yang ada di peternakannya.

Dijelaskan, ciri-ciri kematian babi miliknya itu seperti badan merah, panas, bintik merah, tidak mau makan, dan tidak mau berdiri.

Dari 1000 ekor babi yang ia ternak, tersisa sekitar 40 ekor saja yang masih hidup.

"Kemarin sisa 1000 ekor, sekarang sisa 40 ekor saja yang hidup, itupun yang hidup yang kecil-kecil saja, atau anakannya."Keluhnya.

Lanjutnya, babi-babi yang mati, langsung di kubur di lokasi yang sudah ia persiapkan.

"kalau ada babi saya yang mati, kami langsung kuburkan di tempat yang sudah kami siapkan agar tidak menyebarkan virus ke babi lainnya. dan tidak menimbulkan bau juga," jelasnya.

Untuk mencegah penularan virus ASF ke babi miliknya yang masih tersisa sekitar 40 ekor itu, Wahyudi bersama pekerjanya memilih melakukan pembersihan kandang dengan cara menyiram dan menyemprotkan cairan desinfektan ke semua kandang termasuk kandang yang kosong.

"Setiap saat saya dan pekerja lainya membersihkan kandang dengan menyemprotkan cairan desinfektan," pungkasnya

Wahyudi memilih mengosongkan kandangnya sembari menunggu penyampaian dari Dinas Peternakan dan Perkebunan Kabupaten Gowa, terkait kapan berakhirnya wabah virus flu babi Afrika tersebut.

"Sementara waktu, saya tidak akan mengisi kandang. biarkan dulu kosong sampai keluar pernyataan jika virus ASF tersebut sudah berakhir," ucapnya.

Asal Usul Demam Babi Afrika

Dilansir dari laman resmi Provinsi Jawa Tengah, African Swine Fever (ASF) adalah penyakit viral pada babi yang sangat menular, menimbulkan berbagai perdarahan pada organ internal dan disertai angka kematian yang sangat tinggi.

Virus ASF disebabkan oleh virus DNA dengan untai ganda dari genus Asfivirus dan famili Asfarviridae.

Virus ASF virus sangat tahan terhadap pengaruh lingkungan, dan stabil pada pH 4-13.

Serta dapat tahan hidup dalam darah (4 oC) selama 18 bulan, dalam daging dingin selama 15 minggu, dalam daging beku selama beberapa tahun.

Dalam ham selama 6 bulan dan di dalam kandang babi selama 1 bulan.

Babi peliharaan (domestik) adalah hewan yang paling peka terhadap penyakit ASF.

Manifestasi penyakit secara klinis hanya terlihat pada babi domestik, sedangkan pada babi hutan - babi warthogs (Phacochoerus africanus dan P. aethiopicus), babi semak (Potamochoerus porcus dan P. larvatus), dan babi hutan raksasa (Hylochoerus meinertzhageni tidak menunjukkan tanda klinis saat terinfeksi namun berperan sebagai reservoir virus.

Penyebaran Penyakit Demam Babi Afrika

ASF pertama kali diidentifikasi pada tahun 1921 di Kenya, Afrika Timur. Pada tahun 1957 menyebar ke Portugal dan berbagai negara di Eropa.

Di Asia, virus ASF ditemukan pada babi liar di Iran pada tahun 2010, kemudian di tahun 2018  Tiongkok melaporkan wabah demam babi afrika di provinsi Liaoning. 

Pada bulan Februari 2019, Vietnam mengonfirmasi kasus demam babi afrika. Hal ini menjadikannya negara Asia Tenggara pertama yang terinfeksi penyakit ini.

Secara berturut-turut ASF juga ditemukan di Kamboja, Laos, Filipina,  Myanmar dan Timor Leste.

Hingga bulan Desember 2019, tujuh negara di Asia Tenggara telah melaporkan kasus ASF termasuk Indonesia.

Di Indonesia kejadian ASF diumumkan secara resmi melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 820/KPTS/PK.320/M/12/2019 tentang Pernyataan Wabah Penyakit Demam Babi Afrika (African Swine Fever) pada Beberapa Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.

Penularan Demam Babi Afrika

Darah, cairan tubuh dan jaringan babi-babi yang terinfeksi merupakan sumber penularan karena mengandung virus dalam konsentrasi tinggi.

Oleh karena itu penularan dapat terjadi secara kontak langsung dengan babi yang sakit.

Penularan juga dapat terjadi melalui peralatan, pakan dan minuman yang tercemar virus.

Selain itu penularan juga dapat terjadi melalui gigitan caplak yang bertindak sebagai vektor biologis virus ASF yaitu caplak lunak dari genus Ornithodoros, seperti O. erraticus dan O. moubata.

Babi yang telah sembuh dari infeksi sebenarnya masih tetap terinfeksi walaupun tidak menampakkan gejala klinis atau berstatus terinfeksi secara persisten dan berperan sebagai pembawa virus.

Infeksi yang berkelanjutan ini dapat berlangsung lama bahkan virus masih dapat terisolasi dari beberapa jaringan sampai lebih satu tahun setelah infeksi awal.

Demam Babi Afrika Menular ke Manusia ?

African Swine Fever (ASF) menyerang ternak babi di Sulsel.

Kabupaten Gowa, Luwu Timur dan Luwu Utara menjadi 3 wilayah terkonfirmasi ASF. 

Penyebaran ASF di Sulsel begitu tinggi, terkini 48 ribu ternak babi di Sulsel mati akibat ASF.

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Sulsel Nurlina Saking memastikan ASF tidak berbahaya dan tidak menular untuk manusia.

"Penyakit ini tidak menular ke manusia, namun perpindahan kerena virus bisa bertahan lama diluar tubuh babi," jelas Nurlina Saking.

Meski begitu, Nurlina Saking mengingatkan masyarakat untuk tidak mengonsumsi ternak yang sakit.

Hal ini sebagai bentuk menjaga kesehatan meski tidak menular di manusia

"Kalau sakit mungkin jangan dikonsumsi, meski tidak menimbulkan gangguan kesehatan ke manusia tapi daging sudah tidak segar," kata Nurlina

Sementara untuk ternak babi yang masih hidup, Nurlina mengimbau untuk segera dikonsumsi.

Agar ternak babi tidak terkonfirmasi positif ASF

"Kalau tersisa mungkin bisa dipotong dan dagingnya bisa dikonsumsi," lanjutnya.

Selain itu, Disnakeswan Sulsel meminta ternak babi yang sudah mati agar bisa dimusnahkan.

Sehingga virus yang menjangkiti ternak babi tidak berpindah.

"Ternak babi yang mati tolong dikubur, atau dimusnahkan atau dibakar. Agar virus mati dan tidak berpindah tempat," kata Nurlina Saking.

Senada dengan Nurlina Saking, Kabid Kesehatan Hewan dan Veteriner Sriyanti Haruni menyebut virus ASF tidak menular ke hewan lain dan manusia

"ASF tidak menular ke hewan lain dan juga ke manusia," jelas Sriyanti Haruni.

"Hanya ke babi, tapi efek kematiannya besar kerena vaksin belum ada," lanjutnya.

Ia juga mengimbau babi yang terkonfirmasi sakit atau mati akibat ASF tidak dibuang sembarangan.

"Babi yang sakit jangan dibuang sembarangan," tutupnya.(*)

Baca berita terbaru dan menarik lainnya dari Tribun-Timur.com via Google News atau Google Berita

 

 

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved