Opini
Tantangan Sosial dan Ekspresi Beragama Wanita Bercadar
Saat seorang perempuan memilih untuk menggunakan cadar, ada banyak pertimbangan yang harus diambil dalam hidupnya.
Oleh: Nurhapsah
Mahasiswa Prodi Studi Agama-Agama UIN Alauddin Makassar
TRIBUN-TIMUR.COM - Saat seorang perempuan memilih untuk menggunakan cadar, ada banyak pertimbangan yang harus diambil dalam hidupnya.
Pilihan untuk memakai cadar bukanlah keputusan yang bisa diambil dengan mudah.
Banyak faktor yang mempengaruhinya, termasuk pengalaman hidup dan keyakinan agama.
Namun, tidak semua alasan yang mendorong seseorang untuk bercadar didasarkan pada agama.
Masih ada faktor lain, sebut saja faktor kenyamanan atau untuk kehidupan yang lebih baik lagi.
Wanita bercadar menjadi isu yang menarik karena pemahaman makna yang berbeda dan kegunaannya yang beragam.
Pengekspresian keberagamaan melalui penggunaan cadar memberi warna pembeda dalam ekspresi keberagamaan wanita muslim.
Para intelektual sibuk mengkaji alasan di balik penggunaan cadar, sementara sebagian lainnya sibuk merujuk pada hadis atau melihatnya sebagai ekspresi keagamaan yang patut dihormati.
Dalam konteks ini, sangat wajar bila terjadi perbedaan karena pemikiran tidak selalu memiliki interpretasi yang sama.
Sebagai perempuan yang memilih untuk bercadar, saya tidak pernah memasukan alasan penggunaan cadar sebagai bentuk upaya membantu kaum Adam untuk menjaga pandangannya.
Saya juga tidak pernah memasukan cadar sebagai alasan karena kekhawatiran akan menarik perhatian suami orang lain.
Bagi saya, kecantikan tidak perlu ditutupi karena sifatnya bisa lenyap dimakan oleh waktu.
Namun, pilihan saya bercadar adalah atas dasar keinginan dan kesadaran penuh karena cadar memberikan kenyamanan bagi saya.
Saya sangat menyadari bahwa setiap kenyamanan akan berubah seiring berjalannya waktu dalam menambah ilmu dan kehidupan yang terus bergerak dalam merasakan pahit manisnya kehidupan.
Kesan bahwa perempuan bercadar itu tertutup, menarik diri dari masyarakat atau memandang sesuatu dengan sangat ekstrim dipengaruhi oleh dasar ilmu yang mereka terima di berbagai kajian agama.
Seringkali para aktivis dakwah menganjurkan penggunaan cadar lebih aktif berceramah tentang perempuan harus berdiam diri di rumah, tidak berkomunikasi dengan lawan jenis, dan segala sesuatu yang bukan dari kelompok mereka, maka semuanya adalah sesat.
Sangat jarang saya temukan ceramah-ceramah mendoktrin laki-laki untuk bisa menundukan pandangan, menghormati perempuan dan masih banyak lagi.
Semuanya selalu terkait bagaimana perempuan harus bersikap. Sehingga perempuan bercadar bukanlah lembaga yang bisa mewakili setiap perempuan bercadar.
Perempuan bercadar hanyalah sekelompok orang yang menampilkan keberagamaan yang berbeda dari yang lainnya. Dalam hal ini dalam konteks menutup aurat menurut mereka.
Pilihan menggunakan cadar, mengakibatkan wanita bercadar juga dihadapkan pada berbagai tantangan.
Mereka harus hidup dalam masyarakat yang terisolasi dan sering mengalami diskriminasi.
Selain itu, kebebasan berekspresi mereka seringkali dibatasi dan hal itu membuat hidup mereka semakin sulit.
Perempuan bercadar tejebak dalam kotak yang dibangun masyarakat bahwa mereka adalah reprsentasi dari kata ‘suci’ seolah-olah mereka dilarang keras untuk melakukan kesalahan.
Masyarakat masih terjebak dalam romantisme Islam di masa lalu yang menganggap bahwa semua perempuan yang menggunakan pakaian penutup aurat akan berperilaku seperti Aisyah, istri Nabi Muhammad.
Namun, era sekarang penuh dengan tantangan yang tidak bisa dibandingkan dengan masa lalu.
Hal ini terbukti ketika masyarakat menganggap perempuan bercadar sebagai wanita suci dan jauh dari salah.
Padahal, perempuan bercadar tetaplah manusia dan tidak bisa menghindari kesalahan.
Sejak manusia pertama diasingkan ke bumi, dosa menjadi sesuatu yang mutlak dilakukan oleh manusia.
Sering pula, bagaimana posisi perempuan yang mengenakan cadar dalam membawa dirinya di tengah masyarakat masih diperdebatkan.
Bagi masyarakat yang sering kali anti pati terhadap cadar, mereka yang bercadar dianggap tidak merpresentasikan keramahan kebudayaan Indonesia.
Indonesia dikenal dengan keramahannya dan itu terlihat dari ekspresi wajah saat interaksi berlangsung. Hal itu tidak terjadi dengan wanita bercadar.
Padahal, eskpresi keramahan wanita bercadar tetap dapat terlihat dari gestur gerakan tubuh dan matanya.
Sehingga alasan terkait keramahan tersebut seharusnya tidak perlu diperdebatkan lagi.
Sebagai sebuah negara yang dikenal dengan suku bangsa yang beragam dan dibangun di atas pondasi perbedaan satu sama lain, toleransi harusnya semakin kuat dibangun di tengah kehidupan masyarakat Indonesia.
Apa lagi dengan banyaknya warna pemahaman keagamaan yang dihadirkan oleh para penganut agama, termasuk penggunan cadar itu sendiri.
Pemahaman tentang agama tidak pernah muncul dengan wajah yang tunggal. Setiap orang menampilkan agama sesuai dengan apa yang diyakininya. Penggunaan cadar yang sering kita lihat merupakan bentuk ekspresi dari agama yang mereka yakini.
Dalam batas aurat, sebagian orang menyakini bahwa wajah dan telapak tangan wanita bukanlah aurat. Sebagian lagi menyakini bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat.
Sebagian orang menyakini bahwa berjilbab itu wajib, sebagian lagi menyakini bahwa menjilbapi hati lebih diperlukan daripada mengenakan jilbab terlebih dahulu.
Semua orang mempunyai pandangan dan pilihan masing-masing yang mereka yakini dan bawa dalam kehidupan sehari-hari. Pandangan dan pilihan tersebut wajib dihargai.
Sebagai sebuah pilihan, para pengguna cadar pun berhak untuk mendapatkan toleransi atas pilihannya memakai cadar.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.