Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Teddy Minahasa

Alasan Mengapa Teddy Minahasa Harus Bebas dari Hukuman Mati Menurut Hakim, Beda Pendapat Jaksa

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Teddy Minahasa dengan hukuman mati.

Editor: Ansar
Kompas.com
Mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa usai menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin (9/5/2023). Majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman penjara seumur hidup dalam kasus peredaran narkotika jenis sabu yang menjeratnya. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Majelis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup terhadap Irjen Teddy Minahasa yang terlibat dalam peredaran narkoba.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Teddy Minahasa dengan hukuman mati.

Namun, Hakim Ketua Jon Sarman Saragih membacakan hukuman yang lebih ringan daripada tuntutan tersebut. Menurutnya, terdapat beberapa alasan yang meringankan hukuman bagi Teddy Minahasa.

"Hal ini dikarenakan terdakwa telah mengabdi kepada negara di institusi Polri selama kurang lebih 30 tahun," ujar Hakim Jon pada Selasa (9/5/2023).

Selama tiga dekade pengabdiannya di institusi Polri, Teddy Minahasa diakui sebagai pegawai yang berprestasi.

Ia sering kali meraih berbagai penghargaan, termasuk piala citra pelayanan prima pada tahun 2004, 2006, dan 2008.

Selain itu, Teddy Minahasa juga tidak pernah mendapatkan hukuman sebelumnya.

"Yang meringankan adalah fakta, terdakwa tidak pernah dihukum sebelumnya," ungkap Hakim Jon.

Teddy mengungkapkan prestasinya Sebelumnya, pada Kamis (13/4/2023), Teddy memaparkan sejarah karirnya di institusi Polri.

Dalam pleidoi berjudul "Sebuah Industri Hukum dan Konspirasi", Teddy mengaku lahir dan besar dari keluarga yang kurang mampu.

"Pada tahun 1990 saya lulus SMA dan langsung mengikuti seleksi masuk Akabri, karena saya yakin bahwa kedua orangtua saya tidak akan mampu membiayai saya ke jenjang pendidikan berikutnya atau kuliah di perguruan tinggi," ujar Teddy.

Setelah itu, Teddy melanjutkan pendidikan di akademi kepolisian selama empat tahun.

Teddy mengaku kariernya meningkat secara eskalatif karena memiliki banyak prestasi dan rajin berkontribusi pada acara nasional di bidang olahraga dan organisasi kemasyarakatan.

Teddy pernah menjabat sebagai Kapolda Jawa Timur, Kapolda Sumatera Barat, staf ahli manajemen Kapolri, Kepala Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Polri, staf ahli wakil presiden, ajudan wakil presiden, dan komandan satuan tugas calon Presiden Joko Widodo.

"Sederet jabatan tersebut di atas saya terima secara alamiah tanpa saya menggunakan cara-cara yang kolusi dan nepotisme," jelas Teddy.

Ia juga mengaku berkontribusi pada institusi tanpa cacat, sehingga memperoleh anugerah Bintang Bhayangkara Nararya 2017, dan Bintang Bhayangkara Pratama tahun 2020 dari Presiden Republik Indonesia.

Teddy mengeklaim, atas prestasinya itu dia tidak pernah melakukan pelanggaran disiplin, etik maupun tindak pidana.

"Majelis Hakim Yang Mulia, dengan perjuangan saya untuk pencapaian karier tersebut apakah mungkin saya akan merusak dan menghancurkannya hanya demi uang Rp 300 juta yang telah dituduhkan kepada saya dalam kasus ini?" kata Teddy.

Sementara itu, menurut JPU, Teddy bersama 10 orang lain terbukti bekerja sama menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara peredaran narkotika.

Diantara 10 orang itu adalah mantan Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara.

(Penulis : Zintan Prihatini/ Editor : Ambaranie Nadia Kemala Movanita, Irfan Maullana)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved