Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Moderasi Beragama, Kampus, dan Kearifan Lokal

Mereka tidak hanya mengenal agama mereka sendiri, tetapi juga menghargai dan menghormati agama dan kepercayaan yang berbeda.

Editor: Hasriyani Latif
DOK PRIBADI
Wakil Rektor II UIN Alauddin Makassar Prof Dr H Wahyuddin Naro. 

Oleh:
Prof Dr Wahyuddin Naro
Wakil Rektor 2 UIN Alauddin Makassar

TRIBUN-TIMUR.COM - Kementerian Agama Indonesia (Kemenag) melakukan survei Indeks Moderasi Beragama (IMB) pada tahun 2019.

Survei ini untuk mengukur tingkat moderasi beragama di Indonesia, serta untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat moderasi beragama di masyarakat.

Hasil survei IMB menunjukkan bahwa tingkat moderasi beragama di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya.

Pada tahun 2019, skor IMB mencapai 71,23, sedangkan pada tahun sebelumnya skor IMB hanya mencapai 68,55.

Survei IMB juga menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat moderasi beragama di masyarakat antara lain pendidikan, pekerjaan, umur, gender, dan wilayah.

Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan bekerja sebagai profesional cenderung memiliki tingkat moderasi beragama yang lebih tinggi.

Selain itu, masyarakat yang lebih tua dan berasal dari wilayah perkotaan juga cenderung memiliki tingkat moderasi beragama yang lebih tinggi.

Namun, hasil survei IMB juga menunjukkan bahwa masih terdapat tantangan dalam upaya mempromosikan moderasi beragama di Indonesia. Beberapa tantangan tersebut antara lain intoleransi dan konflik agama, penyebaran paham radikal, dan tindakan diskriminasi berbasis agama.

Dalam rangka mengatasi tantangan ini, Kemenag di Era kepemimpinan Gus Yaqut terus gencar dan masif dalam gerakan mempromosikan moderasi beragama di Indonesia, baik berbasis gerakan kultur maupun struktur.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menggelar berbagai kegiatan sosialisasi dan pelatihan moderasi beragama di berbagai wilayah di Indonesia, serta memperkuat kerjasama dengan berbagai pihak, seperti organisasi masyarakat, kelompok agama, dan lembaga pendidikan, untuk membangun kesadaran dan mengatasi tantangan dalam mempromosikan moderasi beragama di Indonesia.

Beberapa contoh penyimpangan moderasi beragama yang kerap terjadi di masyarakat antara lain; Intoleransi terhadap perbedaan agama atau kepercayaan: Intoleransi terhadap perbedaan agama atau kepercayaan adalah tindakan yang bertentangan dengan nilai moderasi beragama.

Intoleransi dapat berupa diskriminasi, pelecehan, atau bahkan kekerasan terhadap orang atau kelompok yang memiliki keyakinan atau agama yang berbeda.

Fanatisme agama: Fanatisme agama adalah tindakan ekstrem yang dilakukan oleh sebagian masyarakat yang merasa keyakinannya paling benar dan hanya keyakinan mereka yang harus diikuti.

Tindakan fanatisme agama dapat berupa merendahkan atau menyerang keyakinan orang lain, serta memaksakan pandangan dan keyakinan mereka pada orang lain.

Radikalisme agama: Radikalisme agama adalah tindakan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat yang memandang bahwa kekerasan dan tindakan ekstrem adalah cara yang tepat untuk mempertahankan atau menyebarkan agama mereka.

Tindakan radikalisme agama dapat berupa aksi terorisme, pembakaran gereja atau tempat ibadah lainnya, serta penyebaran paham-paham ekstrem yang bertentangan dengan nilai moderasi beragama.

Penyebaran informasi yang tidak benar atau hoaks: Penyebaran informasi yang tidak benar atau hoaks seringkali menjadi penyebab terjadinya konflik antar agama atau kelompok kepercayaan.

Tindakan ini juga bertentangan dengan nilai moderasi beragama, karena dapat memicu kebencian dan ketidakpercayaan antar kelompok agama atau kepercayaan. Penyalahgunaan agama untuk kepentingan pribadi atau kelompok: Penyalahgunaan agama untuk kepentingan pribadi atau kelompok adalah tindakan yang bertentangan dengan nilai moderasi beragama.

Tindakan ini dapat berupa pengambilan keuntungan secara finansial, politik, atau kekuasaan dengan memanfaatkan agama atau keyakinan tertentu.

Dalam mengatasi penyimpangan moderasi beragama di masyarakat, perlu dilakukan upaya-upaya pendidikan dan sosialisasi yang berkesinambungan tentang pentingnya nilai moderasi beragama dan cara-cara menghargai perbedaan agama dan kepercayaan.

Selain itu, perlu juga ada upaya pencegahan dan penindakan terhadap tindakan intoleransi, fanatisme, dan radikalisme agama serta penyebaran informasi hoaks atau tidak benar.

Semua pihak, baik masyarakat, lembaga pemerintah, maupun lembaga keagamaan, harus bersama-sama membangun kesadaran untuk memelihara nilai moderasi beragama dalam kehidupan bermasyarakat salah satunya melalui penguatan kapasitas civitas akademika dalam memahami dan mendorong moderasi beragama perlu terus ditingkatkan agar dapat mencegah terjadinya penyimpangan dan mempromosikan moderasi beragama yang sehat dan berkembang di masyarakat.

Epicentrum Kampus

PTKIN di Indonesia diharapkan menjadi lembaga pendidikan yang menjadi tonggak penting dalam pengembangan moderasi beragama di Indonesia.

Oleh karena itu, PTKIN diharapkan dapat menjadi pelopor dalam mendorong pengembangan moderasi beragama melalui pendidikan dan pengajaran yang terintegrasi dan holistic.

Beberapa upaya yang dilakukan oleh PTKIN untuk mendorong moderasi beragama di antaranya dengan menawarkan kurikulum yang mengintegrasikan pembelajaran agama dengan pembelajaran umum, menumbuhkan kesadaran dan sikap toleransi melalui kegiatan ekstrakurikuler, serta melaksanakan penelitian dan pengembangan terkait moderasi beragama.

Selain itu, PTKIN juga melaksanakan program-program pengabdian masyarakat untuk mendorong pengembangan moderasi beragama di masyarakat Namun, penyimpangan moderasi beragama dapat terjadi di mana saja, termasuk di lingkungan kampus PTKIN.

Untuk mencegah penyimpangan moderasi beragama di lingkungan kampus, diperlukan upaya-upaya yang terus-menerus, seperti penyediaan pendidikan dan pelatihan tentang moderasi beragama, pengembangan kerjasama dengan berbagai lembaga atau komunitas keagamaan, serta upaya penguatan sistem pengawasan dan pengendalian di lingkungan kampus.

Kampus adalah tempat di mana pemuda dan pemudi belajar, bertemu, dan bertukar ide. Oleh karena itu, kampus menjadi titik epicentrum dalam mengimplementasikan nilai-nilai moderasi beragama.

Dalam konteks ini, kampus memiliki peran penting dalam mendesain lingkungan yang toleran dan menghargai perbedaan.

Moderasi beragama merupakan nilai dan sikap yang penting dalam lingkungan kampus, khususnya di kampus yang memiliki latar belakang keagamaan.

Beberapa fakta tentang moderasi beragama di lingkungan kampus di Indonesia antara lain: Kampus di Indonesia memiliki peran penting dalam mendorong pengembangan moderasi beragama.

Hal ini terkait dengan visi dan misi kampus untuk memberikan pendidikan yang holistik dan menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan dan moral.

Pengembangan moderasi beragama di lingkungan kampus juga dapat dilakukan dengan membangun kerja sama antara kampus dengan berbagai lembaga atau komunitas keagamaan, sehingga dapat memperluas jaringan dan mendukung pengembangan moderasi beragama yang sehat dan berkembang di masyarakat.

Untuk mengimplementasikan nilai-nilai moderasi beragama ada beberapa langkah langkah yang ditempuh antara lain: Membuat program pendidikan dan kegiatan yang mempromosikan nilai-nilai moderasi beragama, seperti seminar, workshop, dan kuliah tamu yang melibatkan tokoh-tokoh agama dan masyarakat yang berbeda.

Membuat kebijakan dan aturan yang melindungi hak asasi manusia, termasuk hak untuk beragama dan kebebasan berekspresi, serta mencegah diskriminasi dan kekerasan berbasis agama.

Mendorong mahasiswa untuk terlibat dalam kegiatan yang mempromosikan kerjasama dan kebersamaan antara pemeluk agama yang berbeda, seperti kegiatan sosial, penggalangan dana, atau kerja sama dalam proyek-proyek pengembangan masyarakat.

Melibatkan mahasiswa dalam dialog antaragama dan kegiatan-kegiatan yang memperkuat pemahaman dan toleransi antar agama dan kepercayaan.

Mendorong mahasiswa untuk berpartisipasi dalam organisasi atau klub yang berkaitan dengan kerjasama antaragama, seperti organisasi keagamaan atau kelompok diskusi agama.

Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat dilakukan dalam memperkuat kapasitas civitas akademika dalam mendorong moderasi beragama di masyarakat: Menyediakan pelatihan dan workshop tentang moderasi beragama dan kerjasama antaragama untuk dosen dan mahasiswa.

Membuat kurikulum yang lebih inklusif dan memperkuat pemahaman tentang agama dan budaya yang berbeda.
Membuat forum diskusi dan pertemuan antaragama, yang melibatkan mahasiswa dan dosen dari berbagai agama dan kepercayaan.

Selaniutnya, mengajak para dosen dan mahasiswa untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan pengembangan masyarakat, yang mempromosikan kerjasama dan moderasi beragama.

Tak kalah penting, menggunakan media sosial dan teknologi lainnya untuk menyebarkan pesan moderasi beragama dan nilai-nilai kerjasama antaragama.

Spirit Leluhur

Nilai moderasi beragama sangat erat kaitannya dengan budaya dan tradisi lokal Bugis Makassar. Sejak zaman dahulu, masyarakat Bugis Makassar telah hidup dalam lingkungan yang multikultural, dengan keberagaman agama, suku, dan budaya yang ada di wilayah tersebut.

Masyarakat Bugis Makassar dikenal sebagai masyarakat yang sangat toleran terhadap perbedaan agama dan budaya. Dalam budaya Bugis Makassar, toleransi agama dan keberagaman telah diakui sebagai bagian penting dari kehidupan masyarakat.

Nilai-nilai ini terlihat dalam tradisi dan ritual adat Bugis Makassar yang sarat dengan nuansa spiritual dan religius, namun tetap mengakomodasi keberagaman agama yang ada di masyarakat.

Salah satu contoh nilai moderasi beragama yang diakui oleh masyarakat Bugis Makassar adalah adanya saling menghormati dan saling toleransi antara agama-agama yang berbeda.

Masyarakat Bugis Makassar sangat menghargai agama-agama yang ada di wilayah mereka, dan menganggap bahwa setiap agama memiliki kebenaran dan keunikan masing-masing.

Hal ini tercermin dalam berbagai tradisi dan ritual adat Bugis Makassar, seperti upacara pernikahan, upacara kematian, dan lain sebagainya.

Selain itu, masyarakat Bugis Makassar juga mengenal prinsip "siri'na puppa'na riolo' ", yang berarti "beri sesuai dengan kemampuan".

Prinsip ini mengajarkan masyarakat untuk tidak memaksakan pandangan dan keyakinan agama pada orang lain, melainkan menghormati perbedaan dan memberikan dukungan sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Dalam hal-hal yang berkaitan dengan agama dan kepercayaan, masyarakat Bugis Makassar juga sangat menghargai kebebasan beragama dan keyakinan pribadi.

Mereka percaya bahwa setiap orang memiliki hak untuk memilih agama atau kepercayaan yang diinginkan, dan tidak ada paksaan untuk mengikuti agama atau kepercayaan tertentu.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hubungan lokal Bugis Makassar dengan nilai moderasi beragama sangat erat.

Masyarakat Bugis Makassar telah mewarisi nilai-nilai yang mengakui pentingnya toleransi agama, keberagaman, dan menghormati kebebasan beragama dan keyakinan pribadi. Nilai-nilai ini menjadi pondasi dalam membangun masyarakat yang saling menghargai dan toleran terhadap perbedaan agama dan budaya.

Moderasi beragama adalah konsep yang menekankan pada nilai-nilai toleransi dan saling menghargai antara pemeluk agama yang berbeda.

Hal ini sangat penting dalam mewujudkan perdamaian dan harmoni di antara masyarakat yang beragam agama dan kepercayaan.

Sementara itu, kearifan lokal Bugis Makassar merupakan nilai-nilai tradisional yang telah diwariskan secara turun-temurun dari nenek moyang mereka.

Nilai-nilai ini meliputi kejujuran, kepercayaan, kerja keras, gotong royong, dan rasa hormat kepada yang lebih tua dan yang lebih berpengalaman.

Dalam konteks moderasi beragama, nilai-nilai kearifan lokal Bugis Makassar dapat menjadi landasan penting untuk mempromosikan toleransi dan saling menghargai antara pemeluk agama yang berbeda.

Misalnya, nilai gotong royong dapat diterapkan untuk mendorong kerjasama dan kebersamaan antara umat beragama dalam membangun lingkungan yang harmonis.

Selain itu, nilai kejujuran dan kepercayaan juga dapat memperkuat kepercayaan dan saling menghargai antara umat beragama.

Namun, untuk memastikan bahwa nilai-nilai kearifan lokal Bugis Makassar dapat terus hidup dan berkembang dalam masyarakat yang semakin modern, perlu dilakukan upaya-upaya untuk melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai ini.

Hal ini dapat dilakukan melalui pendidikan yang mengajarkan nilai-nilai kearifan lokal kepada generasi muda dan juga melalui kegiatan-kegiatan yang mempromosikan dan memperkuat nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Meskipun mayoritas penduduknya memeluk agama Islam, namun terdapat juga kelompok masyarakat yang memeluk agama lain, seperti Kristen, Hindu, dan Buddha.

Sebagai suatu komunitas yang inklusif, masyarakat Lokal Bugis Makassar telah lama mengembangkan nilai-nilai moderasi beragama dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Beberapa nilai moderasi beragama yang terdapat dalam masyarakat Lokal Bugis Makassar antara lain: Toleransi:

Masyarakat Lokal Bugis Makassar terkenal sangat toleran terhadap perbedaan agama dan keyakinan. Mereka mampu hidup bersama dalam keharmonisan, menghargai perbedaan, dan menerima keberagaman.

Keterbukaan: Masyarakat Lokal Bugis Makassar selalu terbuka untuk belajar tentang agama dan budaya yang berbeda.

Mereka tidak hanya mengenal agama mereka sendiri, tetapi juga menghargai dan menghormati agama dan kepercayaan yang berbeda.

Kerjasama: Masyarakat Lokal Bugis Makassar mengutamakan kerjasama dan solidaritas dalam menjalankan kegiatan keagamaan dan kegiatan sosial. Mereka menghargai perbedaan dan membangun kemitraan antaragama untuk mewujudkan tujuan bersama yang lebih besar.

Keadilan: Masyarakat Bugis Makassar menempatkan nilai keadilan dalam praktik keagamaan mereka. Mereka tidak hanya memperlakukan sesama pemeluk agama dengan baik, tetapi juga memberikan perlindungan dan keadilan bagi masyarakat yang berbeda agama.

Menghargai tradisi: Masyarakat Lokal Bugis Makassar memiliki tradisi yang kaya dan unik dalam praktik keagamaan mereka.

Mereka menghargai tradisi dan upacara keagamaan yang berbeda, dan selalu berupaya untuk menjaga keberlangsungan tradisi tersebut dalam harmoni dengan agama dan keyakinan mereka.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa masyarakat Lokal Bugis Makassar telah menerapkan nilai-nilai moderasi beragama dalam kehidupan sehari-hari mereka, dan telah membuktikan bahwa toleransi, keterbukaan, kerjasama, keadilan, dan menghargai tradisi merupakan prinsip-prinsip penting dalam menciptakan masyarakat yang inklusif dan harmonis.(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved