Catatan Akademisi
Lebaran Hisab dan Siarah Rukyat
Perbedaan hari lebaran ini terjadi disebabkan karena metode yang berbeda dan karena perbedaan itulah sulit dipertemukan.
Oleh:
Amir Muhiddin
Dosen FISIP Unismuh Makassar/Sekretaris Koalisi Kependudukan Sulawesi Selatan
TRIBUN-TIMUR.COM - Lebaran Idul Fitri 1 Syawal Tahun 1444 Hi / 2023 M baru saja berlalu.
Lembaran kali ini tentu terasa fenomenal karena dilaksanakan dua hari, yaitu hari jumat tanggal 21 April dan sabtu tanggal 22 April 2023.
Meski berbeda tetapi pelaksanaannya tetap hikmat, masing-masing saling mengerti dan memahami, karena ini terkait dengan “keyakinan”.
Pengikut Hisab yakin bahwa 1 Syawal 1444 Hijriah jatuh pada hari Jumat, sementara pengikut Rukyah memastikan 1 Syawal jatuh pada hari sabtu.
Perbedaan hari lebaran ini terjadi disebabkan karena metode yang berbeda dan karena perbedaan itulah sulit dipertemukan.
Saling mengerti dan memahami perlu mendapat apresiasi, termasuk kepada pemerintah yang memberi ruang yang berbeda bagi warganya.
Keadaan seperti ini tentu salah satu bentuk kedewasaan dalam melaksanakan tugas-tugas kemasyarakatan dan keberagamaan sekaligus bisa menjadi role model bagi program pembangunan lain yang memang dasarnya sering berbeda.
Saling Memahami
Dalam 20 tahun terakhir sejak Orde Reformasi berlangsung, tercatat sudah tiga kali lebaran Idul Fitri dan beberapa kali Idul Adha berbeda.
Artinya lebaran dua kali sudah hal yang biasa, meski demikian, ini menjadi fenomena menarik dilihat dari aspek sosilogi agama, sebab hisab dan rukyah pengikutnya sama-sama, mereka dalam satu rumpun, bahkan terjadi dalam keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat.
Saya sendiri dibesarkan dalam lingkungan keluarga Muhammadiyah, setiap ada perbedaan, mendiang orang tua kami memang selalu ikut dengan metode hisab dan kami sepuluh bersaudara ikut lebaran 1 Syawal bersama Muhammadiyah.
Tetapi setelah orang tua meninggal, tiga keluarga kami sudah memilih metode rukyat, artinya ikut pemerintah, meskipun keduanya bukan warga NU.
Sudah beberapa kali perbedaan itu berlangsung, tetapi kami akur-akur saja, saling mengerti dan memahami.
Prof Dr Muhammad Galib MAg, Wakil Ketua Majelis Ulama Sulawesi Selatan dan pengurus inti NU Wilayah Sulawesi Selatan, mengatakan kepada saya (saat ngobrol di masjid dekat rumah), bahwa istrinya berasal dari keluarga Muhammadiyah dan ibunya adalah pengurus Aisiyah di salah satu kecamatan di Bulukumba, kemarin, maksudnya tanggal 21 April 2023 hari Jumat tidak lagi berpuasa, tetapi belum melaksanakan Idul Fitri, nanti keesokan, menunggu jadwal pemerintah, sehingga lebarannya sama-sama dengan keluarga besar, termasuk, anak, menantu, dan cucu.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.