Opini
Renungan untuk Hari Air Sedunia 22 Maret 2023: Air dan Perubahan
Pemanasan global akan menimbulkan kekeringan dan curah hujan ekstrim , yang pada gilirannya akan menimbulkan bencana iklim.
Oleh:
Muhammad Arsyad
Dosen KBK Fisika Bumi UNM Makassar dan Peneliti Karst
TRIBUN-TIMUR.COM - 22 Maret kembali diperingati sebagai hari Air Sedunia.
Tema tahun ini adalah The Change Want You to See in The World, terjemahan bebasnya adalah Perubahan yang Ingin Anda lihat di Dunia, kemudian penulis melakukan transformasi judul Air dan Perubahan seperti opini koran hari ini.
Hari air sedunia dideklarasikan pada Sidang Umum ke-47 PBB, tepatnya tanggal 22 Desember 1992 di Rio de Janeiro, Brasil.
World day for water adalah perayaan yang ditujukan sebagai usaha untuk menarik perhatian publik akan pentingnya air bersih dan usaha penyadaran untuk pengelolaan sumber-sumber air bersih yang berkelanjutan.
Hampir semua sektor pekerjaan berkaitan langsung dengan air.
Kebutuhan akan air bersih semakin hari semakin meningkat tajam di satu sisi, sedangkan ketersediaannya semakin terbatas di sisi lainnya. Jadi, perubahan apa yang ingin dilakukan (diinginkan) untuk memberikan solusi dari dua sisi ini.
Tulisan ini sejatinya mencoba menggugah kepedulian pembaca akan pentingnya air bagi kehidupan manusia, bagi hewan, bagi tanaman, bagi industri beserta perubahan yang terjadi dari aspek ketersediaan air.
Segi lain, harus disadari bahwa Sumber Daya Air (SDAir) bukan barang yang tersedia sepanjang masa, ada keterbatasan dalam ketersediaannya.
Untuk itu dibutuhkan regulasi di dalam proses pengadaan, pemeliharaan dan penggunaannya. Prilaku manusia yang kadang (baca selalu) hedonis membuat SDAir menjadi terbatas, padahal Indonesia ini merupakan kawasan dengan curah hujan yang teratur setiap tahun.
Walaupun dua dekade terakhir, keteraturan ini mulai terganggu dengan sulitnya memprediksi musim hujan dan musim kemarau secara pasti, Terjadi perubahan musim yang tidak teratur, pergantian musim yang semakin sering dalam waktu yang pendek, berupa intensitas curah hujan yang tinggi, sedangkan kemampuan tanah untuk melakukan peresapan semakin berkurang. Akibatnya, kota Makassar lumpuh pada 13 Pebruari lalu.
Walaupun mencari sejuta alasan, bahwa penyebabnya adalah pertemuan antara curah hujan tinggi yang bersamaan dengan air pasang.
Gejala seperti ini bukan hanya dirasakan di Makassar dan Indonesia saja tetapi seluruh dunia kuatir dan terus mempelajari dan mengumpulkan data tentang perubahan iklim.
Perubahan iklim (climate change) merupakan hal yang tidak dapat dihindari akibat pemanasan global (global warming), diyakini akan berdampak luas terhadap berbagai aspek kehidupan, seperti sektor kesehatan, transportasi, ekonomi terutama sektor pertanian.
Perubahan pola curah hujan, peningkatan frekuensi kejadian iklim ekstrem, serta kenaikan suhu udara dan permukaan air laut merupakan dampak serius dari perubahan iklim.
Malahan berbagai macam penyakit, baik kronis, maupun akut. Berbagai virus baru muncul dan mengakibatkan kepanikan bagi manusia, seperti virus Corona kemarin.
Untuk sektor pertanian, merupakan sektor yang mengalami dampak paling serius akibat perubahan iklim. Di tingkat global, sektor pertanian menyumbang sekitar 14 persen dari total emisi, sedangkan di tingkat nasional sumbangan emisi sebesar 12 persen (51,20 juta ton CO2e) dari total emisi sebesar 436,90 juta ton CO2e.
Walaupun angka ini mengecil jika emisi dari degradasi hutan, kebakaran gambut, dan dari drainase lahan gambut dimasukkan dalam perhitungan, maka kontribusi sektor pertanian hanya sekitar 8 persen.
Walaupun relatif kecil, dampak yang dirasakan sangat besar. Perubahan pola curah hujan dan kenaikan suhu udara menyebabkan produksi pertanian menurun secara signifikan.
Kejadian iklim ekstrem berupa banjir dan kekeringan menyebabkan tanaman yang mengalami puso semakin luas.
Peningkatan permukaan air laut menyebabkan penciutan lahan sawah di daerah pesisir dan kerusakan tanaman akibat salinitas.
Ini adalah proses otomatis yang diakibatkan oleh alam sendiri, bayangkan apa yang terjadi jika campur tangan manusia ikut dalam proses itu, seperti reklamasi pantai seperti yang dilakukan di kota-kota besar Indonesia, termasuk Makassar dengan dalih pembangunan, seperti yang penulis kemukakan pada opini di harian ini tiga tahun terakhir ini.
Tahun 2022, memang adalah tahun dengan jumlah hari hujan yang banyak, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Sehingga sepanjang tahun cenderung warga masyarakat bersahabat dengan curah hujan tinggi.
Namun, tahun 2023, malahan diprediksi oleh BMKG musim kemarau lebih cepat datang, dan puncaknya terjadi Agustus 2023.
Malahan, beberapa daerah (41 persen wilayah Indonesia memasuki musim kemarau lebih awal). Untuk Makassar dan Pulau Sulawesi diprediksi terjadi pada bulan Juni. Jadi, bulan Maret ini adalah masa peralihan ke musim kemarau.
Penulis berkeinginan mengajak warga masyarakat untuk memulai menghemat air, terutama air bersih.
Isu keterlangkaan air dan menuju kekeringan yang dimulai tahun 2023 hendaknya menjadi sosialisasi bersama.
Penduduk Sulawesi Selatan sekitar 8 juta orang dengan 1,5 juta orang berada di Makassar membutuhkan air yang sedemikian besar.
Jika dirata-ratakan kebutuhan air penduduk Sulawesi Selatan (sekitar 100 liter setiap warga/hari) akan mencapai 800 juta liter per hari. Warga Makassar 1.500 juta liter perhari.
Bayangkan dalam sebulan, setahun sudah berapa? Saat ini, sekitar 1,9 milyar orang hidup di daerah yang terancam krisis air.
Sekitar 1,8 milyar orang mengonsumsi air yang tidak layak minum, karena terkontaminasi polutan. Secara global, 80 persen air limbah dibuang ke alam tanpa melalui proses pengolahan.
Jumlah orang beresiko terdampak banjir akan meningkat dari 1,2 milyar saat ini ke 1,6 milyar pada tahun 2050. Dalam 14 tahun terakhir, hutan di sekitar daerah aliran sungai berkurang sekitar 22 persen.
Tiba saatnya, warga kota sadar akan terjadinya degradasi lingkungan. Air hujan yang sejatinya sebagai berkah, kadang datang sebagai bencana.
Pemangku kepentingan (Pemerintah, Legislatif, LSM dan lainnya) diharapkan tidak melihatnya sebagai kehendak alam, dan akibat lain yang menyertainya (perubahan iklim, hanya dampak turunan dari badai yang memang harus diterima, dan alasan lainnya).
Lahan yang sedemikian terbatas itu harus disesaki dengan berbagai macam aktivitas manusia.
Aktivitas itu, memunculkan berbagai macam kebutuhan, mulai dari kebutuhan dasar berupa perumahan, perparkiran, fasilitas umum, dan kebutuhan sosial lainnya, kebutuhan sekunder, dan kebutuhan lebih tinggi lainnya.
Provinsi Sulawesi Selatan terus membenahi alih fungsi lahan sesuai dengan Perda No. 3 Tahun 2022 tentang RTRW Sulawesi Selatan.
Perda ini memegang peranan penting terutama mengenai perizinan untuk pemanfaatan ruang. Pemanfaatan ruang secara optimal dan sesuai dengan peruntukannya merupakan kunci untuk meminimalisir bencana, seperti tanah longsor, banjir di daerah resapan air.
Kawasan yang merupakan ruang terbuka hijau hendaknya menjadi prioritas utama agar terus tersedia terutama kaitannya dengan penyediaan oksigen bagi warga yang berdomisili di sekitarnya. Jika Kawasan ini terganggu, maka sirkulasi udara ke atmosfir juga mernjadi masalah.
Atmosfer di atas kota besar dan di kawasan industri terasa lebih panas dan lebih kotor oleh gas buangan kendaraan bermotor. Kota Makassar per 2021 saja mencapai 1,7 juta unit dengan pertumbuhan sekitar 7 persen.
Dari data ini dapat dihitung berapa besar gas buangan ke atmosfir setiap hari berupa polusi yang pada gilirannya akan menghasilkan kabut abadi di lapisan ionosfir.
Lapisan abadi ini akan menghalangi sinar matahari yang tiba di bumi untuk kembali ke angkasa sehingga bumi akan menjadi seperti rumah kaca. Rumah kaca akan mengakibatkan penghuninya sesak nafas dengan suhu tinggi.
Pencemar berupa gas dapat memengaruhi iklim melalui efek rumah kaca. Sebagai aerosol, maka pencemar mengubah keseimbangan radiasi melalui hamburan, pemantulan dan penyerapan, dan pembentukan awan.
Sebagai akibat pencucian aerosol sulfat dan nitrat oleh tetes awan dan hujan, maka terjadi hujan asam yang menyebabkan penurunan pH dalam tanah dan air.
Bayangkan, jika mobil terparkir dan diterpa terik matahari di ruang terbuka mulai selama 4 jam (jam 11.00 - 15.00), baru digunakan, maka bukan hanya kegerahan dan keringat yang diperoleh walaupun AC dinyalakan, tetapi ketidaknyamanan dalam hidup.
Bandingkan dengan keadaan atmosfer di atas hutan atau di daerah pegunungan yang terasa sejuk dan lebih bersih.
Pemanasan global akan terus meningkat dengan percepatan yang lebih tinggi pada abad ke-21 ini apabila tidak ada upaya menanggulanginya. Banjir adalah bencana yang paling sering terjadi (34 persen), diikuti longsor (16 persen) .
Kemungkinan pemanasan global akan menimbulkan kekeringan dan curah hujan ekstrim , yang pada gilirannya akan menimbulkan bencana iklim yang lebih besar (IPCC, 2007) .
Laporan United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (UNOCHA) mengindikasikan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang rentan terhadap bencana akibat perubahan iklim.
Apakah perubahan seperti dikemukakan penulis di atas yang diinginkan? Tentu tidak. Sekecil apapun perbuatan yang dapat diberikan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup akan terus diupayakan.
Beberapa upaya kecil tersebut, diantaranya: (1) menanam pohon di pekarangan, (2) membiasakan beraktivitas dengan meminimalisir kendaraan bermesin dengan bbm berbahan fosil, (3) menggunakan air secukupnya dan seperlunya, (4) membiasakan membuang sampah di tempatnya dan memisahkan sampah organik dan non organik, (5) menggunakan teknologi yang ramah lingkungan, dan (6) aktivitas lainnya.
Sekecil apapun partisipasi kita jika dilakukan secara bersama-sama dan terus menerus akan memberikan sumbangsih berarti bagi kelangsungan hidup manusia di planet bumi ini.
Air sebagai anugrah Allah SWT hendaknya dipelihara dan tetap dipertahankan kelestariannya dengan menentukan secara tegas kawasan resapan air.
Warga hendaknya dibiasakan untuk berhemat menggunakan air. Seiring dengan peringatan Hari Air se Dunia, Penulis mengajak semua pemangku kepentingan untuk kembali merenung dan memikirkan bahwa air adalah berkah dan setiap warga kota mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk “menikmati” berkah tersebut.
Berkah ini hendaknya diartikan dalam skala luas, baik dari segi memelihara, melindungi dan mengolah titipan anak cucu kita, sehingga keberadaannya dijadikan sebagai modal awal untuk kesejahteraan bersama.
Allahu alam bisshawab.(*)
| Sumpah Pemuda: Memahat Batu Nisan KNPI!? |
|
|---|
| Semangat Sumpah Pemuda di Era Validasi |
|
|---|
| Soeharto dan Gelar Pahlawan: Antara Jasa dan Luka Bangsa |
|
|---|
| Hapus Roblox dari Gawai Anak: Seruan Kewaspadaan di Tengah Ancaman Dunia Virtual |
|
|---|
| Mendobrak Tembok Isolasi: Daeng Manye, Perjuangan Tanpa Henti untuk Setiap Jengkal Tanah Takalar |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.