Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Forum Dosen Tribun Timur Doakan Prof Marwan Mas Lekas Sembuh

Menurut Adi Suryadi Culla, Rektor UIN Hamdan Juhanis menyinggung soal sakit Prof Marwan Mas di WAG Forum Dosen, dan direspon doa anggota Forum Dosen

Editor: Ari Maryadi
Foto dokumen Tribun Timur
Pakar hukum pidana Universitas Bosowa Makassar Prof Marwan Mas. (Foto dokumen Tribun Timur) 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Forum Dosen Tribun Timur mendoakan guru besar Universitas Bosowa Prof Marwan Mas lekas sembuh.

Saat ini Prof Marwan Mas sedang sakit.

Pakar hukum pidana itu dirawat di RS Ibnu Sina Jalan Urip Sumoharjo Kota Makassar.

“Beliau salah satu yang aktif dalam setiap sesi diskusi Forum Dosen selama ini. Semoga beliau segera sembuh dan pulih kembali ... Aamin YRA,” kata Koordinator Forum Dosen Tribun Timur Adi Suryadi Culla Minggu (26/2/2023).

Menurut Adi Suryadi Culla, Rektor UIN Alauddin Prof Hamdan Juhanis menyinggung soal sakitnya Prof Marwan Mas di WAG Forum Dosen, dan direspon dengan doa dari anggota Forum Dosen.

“Kabar sakitnya Prof Marwan memang sudah beredar beberapa hari dan semua teman-teman mendoakan kesembuhan beliau di group,” kata Adi Culla.

“Beberapa kali rencana besuk, namun belum kesampaian waktunya. Saya sudah sampaikan ke group mohon bagi anggota group yang sempat waktu jika berkenan membezuk dan mendoakan bersama sahabat kita Prof Marwan .. atau bisa juga bareng bersama semoga memberi semangat kesembuhan beliau,” jelas Adi Culla menambahkan.

Menurutnya, sebulan lalu Prof Marwan masih sempat ikut diskusi Forum Dosen akhir tahun 2022 dan awal tahun 2023.

Informasi yang dihimpun, Prof Marwan Mas sudah 10 hari dirawat di RS Ibnu Sina Kota Makassar.

Prof Marwan Mas dikabarkan mengalami sakit hipoglikemia atau gula darah rendah.

Prof Dr Marwan Mas MH adalah Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Bosowa.

Ia juga adalah bagian dari Forum Dosen Tribun Timur.

Nama Marwan sangat lekat dengan kata hukum, korupsi, polisi dan Hak Asasi Manusia.

Ia kerap menjadi pembicara bukan saja di Makassar, daerah kabupaten hingga ke ke ibukota.

Marwan juga tidak hanya tampil dalam diskusi dan seminar, namun kerap jadi narasumber di media. Gagasan, identifikasi masalah, dan jalan keluar masalah hukum, dia bagi di halaman opini atau ulasan koran lokal dan nasional.

"Saya sangat berterima kasih kepada pers karena bersedia menuangkan ide-ide saya," katanya, saat ratusan mahasiswa di depan ka,pusnya tengah menggelar aksi demonstrasi di peringatan hari Anti-korupsi dan HAM.

Sebagai orang hukum, Marwan bukan akademisi instant. Dia praktisi. Sebelum menekuni dunia didik-mendidik, ia seorang perwira polisi.

Selama 18 tahun di dunia kepolisian membuatnya tahu betul kondisi internal di salah satu lembaga penegak hukum dan penyidik negara itu.

Makanya, media juga 'melantik' Marwan sebagai pengamat kepolisian. Jika ditanya atau mengulas pasal, ayat dan rujukan meluncur dari mulutnya.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), atau hukum acara pidana, seperti rekaman yang "diperdengarkan. Dia melafalkannya dengan lancar.

Bahkan Marwan tak jarang mengeritik bekas lembaganya itu terutama saat ditengarai ada 'permainan mata' dalam penanganan kasus korupsi atau tindakan represif kepolisian kepada pengunjuk rasa.

Namun di setiap kali mengeritik dia selalu menyisipkan solusi-solusi. "Saya sering diprotes teman-teman polisi, kenapa saya mengeritik bekas lembaga saya? Namun setelah saya beri penjelasan akhirnya mereka menerima," ungkap pria asal Bulukumba ini.

Marwan sendiri tergabung sebagai perwira polisi setamat Sekolah Pendidikan Guru atau SPG (setara SMA) sekitar tahun 1982.

Selama enam bulan ia mengikuti pendidikan Tamtama dan berhasil keluar sebagai siswa terbaik. Sebagai penghargaan ia pun bebas memilih mau ditempatkan dimana.

Marwan akhirnya memilih Polrestabes Makassar.

Selanjutnya, ia memilih kuliah di Universitas 45 yang saat itu baru dibuka.

Marwan juga tercatat sebagai alumni pertama Fakultas Hukum. Karena termasuk mahasiswa berprestasi, ia dipanggil menjadi dosen sambil melanjutkan pendidikan masternya (S2) di Universitas Hasanuddin.

Marwan juga mengungkapkan bahwa terkadang dirinya sulit mencari titik temu antara basic-nya sebagai polisi dan ilmu teori hukum yang di dapatnya dalam dunia akademisi.

"Satu hal yang bisa saya simpulkan bahwa hukum itu tidak pernah bisa otonom, ia akan terikat oleh kepetingan politik atau ekonomi, makanya harus diawasi," jelasnya.

Di kemudian hari sampailah Marwan diperhadapkan pada sebuah pilihan rumit tetap di kepolisian atau menjadi akademisi profesional. Akhirnya ia memilih akademisi.

Diakui, meninggalkan korps yang telah membesarkan dirinya itu cukup berat.

Apalagi cukup lama ia di sana.

Masuk diusia 20 tahun dan mengundurkan diri saat usianya mencapai 38 tahun sekitar medio 1999 atau satu tahun pascareformasi.

Pangkat Marwan saat hengkan adalah kopral kepala dan menduduki jabatan di bagian Reserse.

Marwan mengungkapkan, tidak memiliki masalah dengan lembaga itu (kepolisian), hanya saja ia harus memilih. Agar ilmunya lebih bisa bermanfaat akhirnya memilih jadi akademisi (dosen).

"Jika saya tetap dikepolisian ilmu saya mau dibawa kemana? Tapi jika saya sebagai akademisi bisa tetap memberikan sumbangsi pemikiran di kepolisian," ungkapnya.

Setelah permintaan itu dikabulkan ia pun melanjutkan pendidikan doktornya (S3) di Unhas.

Dia mengaku saat menempuh pendidikan doktor ini, ia banyak belajar dari pemikiran mendiang Prof Dr Achmad Ali.

Marwan yang mendalami hukum tindak pidana korupsi ini akhirnya memperoleh gelar guru besarnya 2010 lalu.

Di depan mahasiswanya Marwan selalu berpesan silakan menyampaikan aspirasi tapi tetap menghargai kebebasan warga lainnya seperti tak perlu menutup jalan atau merusak fasilitas umum.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved