Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kasus Asusila di Bone

Soroti Pelecehan Oknum Sekdes Terhadap Siswi SMP, Berikut 8 Tuntutan PBH Peradi Makassar

Pelecehan oleh oknum Sekdes itu diduga dilakukan terhadap murid SMP inisial SA saat ia menjadi guru honorer..

Penulis: Muslimin Emba | Editor: Sukmawati Ibrahim
Kompas.com
Ilustrasi pelecehan seksual. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Pusat Bantuan Hukum Perhimpunan Advokat Indonesia (PBH Peradi) Kota Makassar, turut menyoroti kasus dugaan pelecehan oleh oknum Sekretaris Desa Sailong Kabupaten Bone, berinisial MF.

Pelecehan oleh oknum Sekdes itu diduga dilakukan terhadap murid SMP inisial SA saat ia menjadi guru honorer.

MF pun telah ditangani dan diamankan Subdit Cyber Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sulsel.

Pasalnya, MF diduga mentransmisikan gambar asusila melalui pesan WhatsApp atau pesan elektronik.

"Pelecehan ini dilakukan pada saat tersangka (MF) menjadi guru honorer yang menjadikan posisi dominannya di sekolah terhadap anak didiknya," kata Ketua PBH Peradi Makassar, And Gafur dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/2/2023) malam.

Posisi MF yang kini menjabat Sekertaris Desa Sailong, lanjut Gafur dianggap dalam posisi dominan terhadap keluarga korban dan anak korban pelecehan menjadi terintimidasi secara psikologis.

"Sehingga sangat memungkinkan masih banyak korban yang tidak berani untuk mengungkapkan apalagi anak korban merupakan siswi yang masih lugu," bebernya.

Gafur pun menyoroti sikap kepala desa Sailong, yang menurutnya proaktif mendamaikan korban dan pelaku.

"Hal yang membuat kami tersontak adalah tindakan kepala desa Sailong yang proaktif 
mendamaikan korban dengan pelaku. Apakah tindakan itu merupakan penyelamatan masa depan anak, tentunya tidak. Inilah awal dari munculnya spiral kekerasan seksual utamanya dalam dunia Pendidikan di Kabupaten Bone," terang Gafur.

"Ditambah lagi sikap diam dari Bupati Kabupaten Bone, pembiaran ini tentunya akan menutup tirai kekerasan keksual yang terjadi di lingkungan sekolah, ketakutan 
dan malu akan membuat dugaan adanya korban lainnya tidak akan 
mengungkapkan kejadian dan kebenaran," sambungnya.

"Ada apa dengan sikap bupati bone yang berdiam diri membiarkan padahal telah kita ketahui 
bersama Kabupaten Bone telahdianugrahi Kabupaten Layak Anak?," keluhnya. (*)

Berikut delapan poin tuntutan PBH Peradi Makassar atas kasus itu:

1. Bapak Kapolda Sulawesi Selatan segera melakukan rilis tentang status Tersangka MF dan mendalami adanya kemungkinan korban anak lainnya. 

2. Agar penyidik Tidak Melakukan Restorative Justice Atas Kasus Ini, karena mencoreng dunia Pendidikan di Kabupaten Bone, persepsi tidak ada tempat aman lagi bagi anak dan kemudahan bagi pelaku pelecehan seksual berbasis online akan menjadi preseden buruk bagi perlindungan perempuan dan anak di provinsi Sulawesi Selatan.

3. Kami mengingatkan kembali bahwa apabila berkaitan dengan korban atau pelaku, maka kepentingan dan masa depan anaklah yang diutamakan, dan bukan
mengutamakan kepentingan pelaku.

4. Bahwa karna tersangka memiliki posisi dominan, posisi di sekolah maupun dalam tataran masyarakat Desa Sailong. Olehnya melalui Penyidik Polda Sulsel kami meminta agar penyidik mendalami dan mengembangkan perkara tersebut karena tidak menutup kemungkinan adanya korban lainnya yang belum terekspose, dan merasa malu dan takut untuk berbicara disebabkan posisi dominan pelaku. Hal ini akan sangat meresahkan seorang pelayan masyarakat/aparat desa yang memiliki cacat moral berupa tersangka pelaku pelecehan seksual berbasis online terhadap anak pulu masa depan inikah yang kita janjikan kepada anak cucu kita.

5. Mendesak kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bone untuk segera memecat Sekertaris Desa Sailong sebagai perangkat desa yang telah dinyatakan sebagai 
Tersangka perbuatan asusila terhadap anak, karna perilakunyalah sebagai aparat desa telah menjadikan indikasi bahwa kabupaten bone sebagai Kabupaten Tidak Layak Anak. Sebab sampai saat ini tidak ada pernyataan resmi dari pemkab bone mengenai hal ini.

6. Meminta Bupati Bone Untuk Menurunkan Team Dari Dinas Pendidikan Kabupaten Bone Dan Dinas Perlindungan Perempuan Dan Anak Kabupaten Bone Untuk Melakukan Konseling, Rehabilitasi Kepada Korban yang Mengalami Trauma Psikologis, serta mendalami kemungkinan adanya korban-korban lainnya Dilingkungan Sekolah.

7. Mendesak tidak dilakukannya Restorative Justice atas perkara ini. Restorative bukanlah jalan menuju keadilan terhadap masa depan anak dan tidak menimbulkan efek jera terhadap perilaku pelecehan seksual di sekolah.

8. Kami Pusat bantuan hukum peradi bersedia memberikan bantuan hukum dan 
pendampingan kepada korban dan kemungkinan korban lainnya yang ingin mendapatkan perlindungan dan konseling terhadap kemungkinan adanya korban
lainnya yang belum mengungkapkan. (*)

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved