Opini
Opini: Air
Terasa lembut jika disentuh. Membawa kenikmatan pada kondisi tertentu. Jika jatuhnya satu-satu menimpa diri kita tidak menyakitkan.
Oleh: Abdul Gafar, Pendidik di Departemen Ilmu Komunikasi Unhas Makassar
TRIBUN-TIMUR.COM - Terasa lembut jika disentuh. Membawa kenikmatan pada kondisi tertentu. Jika jatuhnya satu-satu menimpa diri kita tidak menyakitkan.
Namun ketika datangnya bergerombol dan bersamaan dalam jumlah yang banyak, maka kita mesti menghindarinya.
Itulah namanya hujan karena tumpah dari langit yang mencurahkannya. Jika datangnya terus-menerus akhirnya dapat berubah menjadi banjir. Maka potensi kerusakan akan terjadi.
Rabu lalu, penulis ke klinik gigi untuk menambal gigi yang pecah. Lebih sejam lamanya penulis menunggu sang praktisi gigi yang belum datang.
Sementara sudah ada 2 pasien lebih dahulu datangnya. Hujan yang turun terus tampaknya begitu perkasa untuk dilawan.
Kekuatan air yang terus menyatu dalam jumlah yang besar, akhirnya ‘meloncat’ ke dalam klinik gigi tersebut.
Lantai mulai terlihat basah di ruang tunggu.
Karena sifat air yang terus bergerak mencari celah-celah yang dapat dilaluinya, akhirnya sampai juga ke bagian dalam ruang praktik.
Staf administrasi di klinik tersebut tidak menyangka air yang meluber itu akhirnya menyebabkan terjadinya korsleting pada sistem kelistrikan di situ.
Rupanya alat bantu untuk menambal dan mencabut gigi (kursi periksa gigi) mengalami kerusakan. Lampu turut padam di tempat itu. Terpaksa malam itu, gigi tidak jadi ditambal.
Hujan yang turun tampaknya belum menunjukkan tanda-tanda reda. Begitulah yang penulis rasakan malam itu, hujan yang turun begitu deras hingga menerjang jalan beton yang setinggi kurang lebih 30-an centimeter di depan lorong rumah.
Setibanya di rumah, keluarga terlihat sibuk mencoba menghalau laju jalannya air yang menerobos masuk ke dalam rumah.
Rupanya air yang meluber karena drainase tidak mampu menampung tumpahan air dari kompleks perumahan tetangga.
Selain itu ada masyarakat yang sengaja menyumbat saluran air yang berada di sekitar tempat tinggalnya. Akibat dari kondisi tersebut, rumah tempat tinggal penulis diterobos luapan air kotor bersama lumpur hingga mencapai ketinggian sekitar 40-an centimeter.
Pesantren sebagai Katalis Peradaban, Catatan dari MQK Internasional I |
![]() |
---|
Paradigma SW: Perspektif Sosiologi Pengetahuan Menyambut Munas IV Hidayatullah |
![]() |
---|
Dari Merdeka ke Peradaban Dunia: Santri Sebagai Benteng Moral Bangsa |
![]() |
---|
Makassar dan Kewajiban untuk Memanusiakan Kota |
![]() |
---|
Ketika Pusat Menguat, Daerah Melemah: Wajah Baru Efisiensi Fiskal |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.