Minim Ongkos Penangkaran, Buaya Penerkam Mahasiswi dan 28 Ekor di Mamuju Tengah akan Dilepas Lagi
Sebanyak 28 ekor buaya air payau (Crocodylus porosus) tangkaran miliknya, akan dia lepas kembali ke alam liar, menyusul minimnya ongkos penangkaran.
“Soal pakannya, ini kita memulai untuk menyusun prosesnya membangun sinergi ke semua stakeholder, pada kesimpulannya kami akan kaji,”tutur Kepala Desa Babana Arifuddin, Selasa (25/1/22).
Arifuddin menambahkan, penangkaran ini sangat unik mengingat ini adalah satu-satunya di kabupaten Mamuju Tengah, sehingga ke depan nantinya ini bisa jadi PAD desa sekaligus menjadi daya tarik wisatawan yang nantinya berkunjung.
Inisiatif desa ini, dipicu Warga Desa Babana, jadi korban terkaman buaya, tahun 2020 lalu.
Warga kian resah.
Buaya itu kerap mengikuti warga yang tengah beraktivitas di Sungai Budong-budong.
Setelah buaya empat meter ditangkap melalui jasa pawang, warga membunuh dan menguliti buaya sepanjang empat meter itu.
Harga kulit buaya bernilai ekonomi tinggi, mencapai Rp170 ribu hingga Rp250 ribu per kilo.
Keresahan berbuah inisiatif.
Kepala Resor Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Mamuju, Ardi mengatakan, buaya yang dikuliti warga merupakan jenis buaya muara, dan habitat alaminya.
Otoritas penjaga lingkungan ini menyebut buaya termasuk satwa dilindungi dan ada hukuman pidana.
"Dari awal sudah habitatnya buaya, sebelum ada perkampungan itu sudah habitatnya memang buaya di situ," katanya.
Buaya yang masih hidup, sudah dibawa ke kantor BKSDA Mamuju.
Sedangkan buaya kecil, diamankan dan dibawa ke penangkaran di Kabupaten Polewali Mandar.
Wilayah transmigrasi
Mamuju Tengah adalah wilayah transmigrasi dan memberikan dampak positif.