Opini
Resesi dan Era Baru Perekonomian Global
Perekonomian AS dinyatakan memasuki periode resesi pada kwartal pertama dan kedua 2022.
Saat ini, perekonomian AS berkontribusi 25 persen terhadap GDP global, China 18 persen dan Zona Euro 13 persen. Gabungan ketiganya 55 persen terhadap GDP global.
Pertumbuhan GDP AS terendah pada kwartal pertama 2022, negatif 1,6 persen. Menjadi negatif 0,6 persen kwartal kedua 2022.
Pertumbuhan ekonomi AS kembali positif pada kwartal ketiga, sekitar2,9 persen dan diperkirakan 4,0 persen pada kwartal keempat 2022.
Potensi resesi ekonomi China berkurang. Pertumbuhan ekonomi China pada kwartal pertama 2022 sebesar 1,6 persen.
Terkontraksi menjadi negatif 2,7 persen akibat kebijakan zero Covid-19 pada kwartal kedua 2022. Menguat menjadi 3,9 persen kwartal ketiga 2022.
Peluang resesi ekonomi Zona Euro meningkat. Pertumbuhan ekonomi Zona Euro pada kwartal kedua 0,8 persen menjadi 0,3 persen kwartal ketiga 2022. Diperkirakan, zona Euro tumbuh negatif pada kwartal keempat 2022 dan kwartal pertama 2023 (ECB, 2022).
Fase Baru
Perekonomian global memasuki era baru suku bunga tinggi. Korporasi dan individu bersiap berinvestasi dalam regim suku bunga tinggi. Perekonomian global juga mengalami kelangkaan modal (scarcer capital).
Inflasi tinggi AS bersifat persisten hingga 2023. Persistensi inflasi AS disebabkan oleh kebijakan moneter dan fiskal longgar pada masa pandemi. Kenaikan inflasi diperparah oleh tekanan harga energi dan makanan akibat invasi Rusia ke Ukraina.
Regim suku bunga tinggi membuat harga saham turun drastis. Indeks harga saham, The S&P 500 index, indeks utama AS menurun 25 persen. Nilai pasar saham AS menyusut sebesar 10 trilyun Dollar AS hingga saa tini (The Economist, 12/2022).
Bank sentral AS, The Fed, merespon inflasi tinggi dengan menaikkan Fuderal Fund Rate (FFR). Kenaikan FFR menurunkan permintaan kredit. Pinjaman korporasi dan individu menurun. Biaya operasional perusahaan, ekspansi dan akusisi terbatas.
Regim suku bunga tinggi menyebabkan aktivitas ekonomi melambat. Profitabilitas perusahaan menurun. Potensi earning perusahaan semakin mengecil. Harga saham (stock prices) menurun.
Era baru perekonomian global memerlukan aturan baru (The Economist, 12/2022). Aturan baru menekankan pada: Pertama, ekspektasi return meningkat. Kenaikan FFR menyebabkan harga asset turun dan ekspektasi yield surat berharga meningkat.
Kedua, regim suku bunga tinggi membuat investor rabun jauh. Investor tidak sabar dengan penurunan nilai sekarang dari pendapatannya yang akan datang. Ketiga, perubahan strategi investasi, switching dari privat ke publik atau sebaliknya.(*)