Kolom Economic Perspective
Liberalisme Versus Pragmatisme
Negara sosialis maupun liberal, memilih pragmatisme kebijakan yang memberikan manfaat lebih besar bagi perekonomiannya.
Fakta bahwa tidak satupun negara bertahan dengan pertumbuhan tinggi yang hanya mengandalkan modal dalam negeri.
Regulator memiliki kebebasan menentukan kadar liberalisasi atau tingkat keterbukaan perekonomiannya.
Perdebatan AS dan China, defisit perdagangan AS terhadap China membuat AS memaksa China mereformasi regim nila itukarnya, menjadi free floating.
Pemerintah China bertahan pada pilihan nilai tukar tetap. Defisit justru dipicu oleh pembatasan ekspor pemerintah AS terhadap produk-produk teknologi tingginya.
Pemerintah China aktif melakukan devaluasi nilai tukarnya jika over valued.
Langkah pragmatis dilakukan Malaysia tahun 1997. Sesuai konsep impossible trinity, Malaysia memilih capital control untuk menjamin kestabilan nilai tukarnya.
Malaysia secara pragmatis mengorbankan independensi kebijakan moneternya.
Pragmatisme kebijakan juga terjadi di AS. Pemerintah AS memilih membailout institusi keuangannya, khususnya yang berdampak sistemik terhadap perekonomiannya.
Pilihan ini bertentangan dengan doktrin ekonomi liberal yang alergi terhadap intervensi pemerintah.
Singkatnya, perdebatan ideologis dalam hal kebijakan ekonomi semakin tidak relevan.
Negara sosialis maupun liberal, memilih pragmatisme kebijakan yang memberikan manfaat lebih besar bagi perekonomiannya.(*)