Kolom Economic Perspective
Liberalisme Versus Pragmatisme
Negara sosialis maupun liberal, memilih pragmatisme kebijakan yang memberikan manfaat lebih besar bagi perekonomiannya.
Kapitalisasi pasar saham mencapai sekitar 8.255, 62 trilyun Rupiah pada tahun 2021.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sangat rentan terhadap aksi jual asing.
Aksi jual asing sangat berpengaruh terhadap fluktuasi harga saham. Proporsi asing masih sekitar 30 persen dari total transaksi saham tahun 2021.
Penganut liberalisme dan anti liberalis memenganggap bahwa volatilitas harga saham tidak menguntungkan secara ekonomi.
Demikian juga arus modal asing masuk dan keluar yang cepat. Membuat Rupiah mengalami volatilitas tinggi yang mengganggu pengusaha.
Penganut liberalism dan anti liberalisme memiliki perbedaan cara mengatasi tingginya volatilitas arus modal.
Kelompok anti liberalis melebih condong membatasi arus modal. Kelompok liberal, capital control bukan pilihan tepat dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Perdebatan mengenai liberalis medipicu oleh rekomendasi Asian Development Bank (ADB) untuk memberlakukan kebijakan capital control mengatasi krisis keuangan 2009.
Tujuannya membatasi arus modal masuk dan keluar di negara-negara Asia.
Pembatasan arus modal dimaksudkan untuk mengurangi potensi ketidakstabilan perekonomian di negara-negara Asia akibat arus modal yang mengalami reversal (capital outflow).
Selama ini, pasar modal di negara-negara Asia menerima capital inflow dalam jumlah besar.
Pilihan capital control jelas bertentangan dengan doktrin ekonomi liberal yang mengandalkan kebebasan arus modal.
Anjuran ADB tidak didasarkan pada pertimbangan bersifat ideologis. Rekomendasi ADB lebih bersifat pragmatis untuk menghindari gejolak.
Pragmatisme Kebijakan
Perdebatan ideologis tidak relevan sejak krisis 1997. Terdapat konsensus bahwa liberalisasi ekonomi adalah pilihan yang sulit dihindari.