Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Aliansi HAM Dorong Pemerintah Revisi Perda HIV AIDS

Dialog digelar di Kantor Tribun Timur, Jl Cendrawasih, Sambung Jawa, Kecamatan Mamajang, Makassar, Kamis (1/12/2022).

Penulis: Wahyudin Tamrin | Editor: Abdul Azis Alimuddin
TRIBUN-TIMUR.COM
Dialog Publik Aliansi HAM untuk advokasi human immunodeficiency virus dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV dan AIDS) Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar) di Kantor Tribun Timur, Jl Cendrawasih, Sambung Jawa, Kecamatan Mamajang, Makassar, Kamis (1/12/2022). 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Aliansi HAM untuk advokasi human immunodeficiency virus dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV dan AIDS) Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar) menggelar dialog publik tepat di Hari HIV AIDS se-dunia.

Dialog digelar di Kantor Tribun Timur, Jl Cendrawasih, Sambung Jawa, Kecamatan Mamajang, Makassar, Kamis (1/12/2022).

Dialog itu dipandu oleh Koordinator Aliansi HAM Aini Gee Gee dengan dua narasumber dari akademisi dan birokrat Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.

Keduanya yakni Guru Besar Syariah dan Hukum UIN Alauddin Prof Siti Aisyah dan Kepala Bagian Pelayanan Dasar Kesra Sulsel Adnan Nawawi.

Mereka membahas implikasi dukungan penghapusan peraturan daerah (perda) HIV & Aids Sulsel untuk mengakhiri kekerasan berbasis gender terhadap orang dengan HIV Aids (ODHA) dan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) 2030.

Koordinator Aliansi Aini mengatakan hari Aids sedunia setiap 1 Desember 2022 menjadi momentum untuk mengingatkan kembali pemerintah bahwa masih ada persoalan terkait dengan perlindungan hukum orang dengan HIV Aids positif.

Dialog publik dengan tema tersebut, kata dia, harus terus diselenggarakan agar mengingatkan pemerintah bahwa situasi seperti itu masih terjadi.

"Jadi itu tujuan utama kampanye HIV AIDS sedunia yang dilaksanakan oleh kami aliansi HAM," kata Aini.

Menurutnya dialog publik seperti ini penting untuk dilakukan sebagai pendidikan kritis terkait dengan situasi perlindungan HIV AIDS di Sulsel.

Aini melihat perlindungan terhadap mereka masih lemah. Hal tersebut dibuktikan dengan peraturan daerah Sulsel yang saat ini berakibat pada tidak adanya anggaran untuk pemenuhan itu.

"Selain itu, tentu indikatornya kalau misalnya anggaran itu sudah dikeluarkan kenapa kasus seperti ini masih terus terjadi," katanya.

Menurutnya salah satu yang harus didialogkan dan perbincangkan dengan pemerintah adalah situasi perlindungannya, karena ini indikatornya adalah HAM maka yang diinginkan adalah perbaikan regulasi.

"Nah Perda HIV Aids No 4 tahun 2010 itu kita anggap belum cukup kuat untuk bisa melindungi khususnya anak dan perempuan khususnya kelompok rentan lain seperti HIV Aids dan kekerasan yang mengikutinya," katanya.

"Sehingga dialog hari ini untuk mengingatkan pemerintah bahwa ada situasi ini dan sudah ada kerja dari masyarakat sipil untuk mendorong penguatan kemajuan hukum dan ham khususnya isu hukum HIV di Sulsel," Aini menambahkan.

Ia berharap pemerintah segera melakukan revisi Perda No 4 tahun 2010 tentang HIV Aids ke arah reformasi kebijakan perda yang lebih melindungi.

Bukan hanya aspek kesehatan, tetapi juga perlindungan hukum khususnya anak dan perempuan.

Sehingga bisa mengakomodir perempuan ODHA yang ada dalam situasi khusus seperti covid atau di masa bencana lainnya.

"Harapannya semoga ODHA tetap sehat, yakin kalian tidak sendiri, masih banyak gerakan perempuan yang akan mendukung mereka untuk mereka bisa tetap bertahan hidup," harapnya.

Sementara itu Prof Siti Aisyah mengatakan Perda No 4 tahun 2010 perlu direvisi. Sebab dianggap memiliki banyak kekurangan.

Guru Besar UIN Alauddin itu menyebutkan Perda perlu penguatan dan menyesuaikan dengan konteks sekarang.

Dalam perda tersebut, kata dia, ada beberapa organ komunitas yang terlupakan seperti perempuan dan anak.

Selain itu juga para ODHA yang rentan berhadapan dengan masalah hukum.

"Isu ini adalah isu lintas sektoral yang harus diakomodir dalam perda ini kedepannya. Perda sekarang belum ada yang menyebutkan yang diatas," katanya.

"Jadi melalui diskusi ini, perda itu perlu direvisi dan diperkuat supaya persoalan perempuan dan anak terutama ODHA itu kan punya kebutuhan spesifik yang tidak bisa di general dengan kebutuhan manusia yang lain," Prof Siti Aisyah menambahkan.

Sementara Adnan Nawawi juga mendukung dialog yang diadakan oleh aliansi HAM untuk advokasi HIV dan AIDS Sulselbar itu.

Menurutnya, HIV AIDS adalah penyakit yang seakan-akan dikucilkan.

"Tetapi sesama manusia kita harus saling menyayangi karena mereka itu adalah perilakunya yang menyimpang," katanya.

"Jadi kita perlu memberikan dia gairah dan harapan hidup supaya dia kembali ke jalan yang benar," katanya.

Adnan Nawawi mengaku tidak bisa membuat keputusan dalam dialog tersebut. Sebab membuat peraturan merupakan ranah di biro hukum.

"Tindak lanjut dari pada pertemuan ini, nanti kita bicarakan kepada biro hukum, karena kami belum bisa mengambil keputusan. Itu nanti masuk di dalam ranperda. Itu adalah ranahnya biro hukum yang membuat aturan," katanya.(*)

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved