Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kolom Economic Perspective

Kolom Economic Perspective: Mata Uang Tunggal ASEAN, Perlukah Dihidupkan Lagi?

Gagasan menghidupkan lagi wacana ASEAN currency union sangat relevan mengingat negara-negara ASEAN sedang mengalami fluktuasi kurs dan ancaman global

Editor: AS Kambie
dok tribun
Dr M Syarkawi Rauf, Dosen FEB Unhas dan penulis Kolom Economic Perspective 

Oleh: Muhammad Syarkawi Rauf
Dosen FEB Unhas/ Komisaris Utama PTPN IX

TRIBUN-TIMUR.COM - Presidensi Indonesia di G20 berakhir seiring dengan berakhirnya Konferensi Tingkat Tinggi G20  di Bali. Terdapat banyak kisah sukses Indonesia sebagai penyelanggara KTT G20, salah satunya adalah disepakatinya leaders declaration atau deklarasi para pemimpin G20.

Pada waktu yang hampir bersamaan, Indonesia kembali dipercaya untuk memegang keketuaan ASEAN tahun 2023. Posisi ini sangat strategis di tengah ancaman resesi global 2023. Salah satu isu yang menarik dihidupkan kembali adalah ASEAN monetary unification.  

Gagasan untuk menghidupkan kembali wacana ASEAN currency union sangat relevan mengingat negara-negara ASEAN sedang mengalami fluktuasi kurs dan menghadapi ancaman yang sama, potensi resesi 2023.

Selain itu, sejalan dengan konsep impossible trinity, salah satu pilihan kebijakan yang realistis bagi ASEAN adalah menjaga kestabilan nilai tukar dan kebebasan arus modal meskipun mengorbankan independensi kebijakan moneter masing-masing negara anggota.

Proses integrasi ekonomi dan keuangan ASEAN hingga penyatuan mata uang masih sangat sulit diwujudkan dan membutuhkan waktu lama. Pengalaman Uni Eropa yang memasuki fase akhir integrasi ekonominya dalam bentuk currency union setelah berproses selama lebih 60 tahun.

Pembentukan mata uang tunggal ASEAN memang sangat kompleks karena melibatkan 10 negara dengan tingkat perkembangan ekonomi yang timpang. Kondisi ini kontras dengan negara-negara EU yang dari segi perkembangan indikator ekonominya relatif sama, mulai dari inflasi, defisit fiskal, rasio utang, tingkat bunga, dan pengangguran.

Ke(tidak)miripan Tekanan

Syarat penting pembentukan mata uang tunggal di suatu kawasan adalah kemiripan tekanan yang dialami oleh masing-masing negara anggota. Hal ini berkaitan dengan efektifitas kebijakan respons bank sentral bersama ketika terjadi krisis yang disebabkan oleh tekanan eksternal.

Perbedaan tekanan yang dialami oleh negara anggota currency union menyebabkan kebijakan respons sulit diimplementasikan oleh bank sentral bersama. Demikian juga dengan bank sentral di masing-masing negara, tidak akan optimal dalam mengantisipasi tekanan spesifik mengingat kewenangannya yang semakin terbatas.

Namun, jika kemiripan tekanan sulit dicapai maka tidak otomatis menghilangkan peluang bagi penyatuan mata uang (Asdrubali et al., 1996). Alternatifnya adalah negara anggota currency union dapat mengembangkan mekanisme pembagian resiko dengan cara memperkuat integrasi pasar modal, pasar uang, dan transfer fiskal melalui institusi fiskal lintas negara.

Mekanisme ini didasarkan pada hipotesa permanent income hypothesis, yaitu suatu negara akan mempertahankan pola konsumsinya tidak berubah dari waktu ke waktu meskipun pendapatannya berfluktuasi.

Artinya suatu negara yang mengalami penurunan pendapatan akan berusaha mempertahankan konsumsinya, yaitu mencari alternatif pendapatan dengan cara bertransaksi di pasar modal negara lainnya yang sedang booming.

Peluang ASEAN

ASEAN memiliki prospek baik menuju ASEAN currency union dengan catatan dilakukan secara bertahap terhadap sub region yang terdiri dari tiga atau lima negara. Sebagai contoh, sub region ASEAN-3 yang terdiri dari Malaysia, Thailand, dan Singapura atau ASEAN-5 yang terdiri dari Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, dan Pilipina.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved