Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Anggrek Bulan, Puspa Pesona Indonesia Perlu Dilestarikan

Anggrek bulan ekotipe Sulawesi cukup istimewa, karena secara biogeografis, penyebaran anggrek ini secara alami hanya ditemukan di Sulawesi dan Maluku.

Editor: Hasriyani Latif
dok pribadi/pauline
Pauline Destinugrainy Kasi Dosen Fakultas Sains Universitas Cokroaminoto Palopo/Mahasiswa Program Studi Doktor Biologi UGM 

Oleh:
Pauline Destinugrainy Kasi
Dosen Fakultas Sains Universitas Cokroaminoto Palopo/Mahasiswa Program Studi Doktor Biologi UGM

TRIBUN-TIMUR.COM - Setiap tanggal 5 November, Indonesia memperingati Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN).

Peringatan HCPSN ini pertama kali digagas oleh Presiden Soeharto saat mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional.

Dalam Surat Keputusan tersebut ditetapkan tiga satwa nasional yaitu: Komodo sebagai satwa bangsa; Ikan Seluk Merah sebagai satwa pesona; dan Elang Jawa sebagai satwa langka.

Sedangkan untuk puspa nasional ditetapkan Melati sebagai puspa bangsa; Anggrek Bulan sebagai puspa pesona; dan Padma Raksasa sebagai puspa langka.
Adapun peringatan HCPSN ini bertujuan agar masyarakat lebih meningkatkan kepedulian, perlindungan dan pelestarian puspa dan satwa nasional.

Hal ini sejalan dengan Tujuan ke-15 dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Suistanable Development Growth), yaitu Menjaga Ekosistem Darat, dimana salah satu agendanya adalah konservasi satwa dan tumbuhan.

Gerakan konservasi satwa dan puspa di Indonesia memang masih menjadi salah satu aspek yang perlu mendapatkan perhatian lebih.

Terkait konservasi satwa, kita sering menjumpai para fluencer atau selebriti yang menyampaikan kepedulian mereka terhadap satwa liar dan dilindungi di Indonesia.

Aksi ini tentunya berdampak positif bagi masyarakat, yang ingin ikut melakukan hal yang sama seperti idolanya. Lantas bagaimana dengan konservasi puspa nasional, khususnya Puspa Pesona?

Anggrek Bulan

Indonesia merupakan rumah bagi lebih dari 23 persen jenis anggrek dunia. Hutan Indonesia dari Sumatera hingga Papua menyimpan kekayaan spesies anggrek yang sangat beranekaragam.

Penelitian yang dilakukan terhadap anggrek di Indonesia pada tahun 2010 menemukan bahwa keanekaragaman anggrek Indonesia diperkirakan mencapai 5758 spesies.

Sebanyak 305 spesies diantaranya adalah spesies endemik di Indonesia.

Spesies endemik ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi, sehingga banyak diincar oleh pemburu anggrek untuk diperjualbelikan.

Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis) adalah salah satu anggrek spesies alami dari Indonesia.

Nama Phalaenopsis diberikan karena bunganya memilki bentuk seperti kupu-kupu (Phalaina: kupu-kupu, Opsis : menyerupai).

Mahkota bunga berwarna putih bersih, sehingga tampak seperti bulan purnama yang bersinar.

Bunga ini dilengkapi labellum (bibir) berwarna kuning dengan bercak coklat, menambah kecantikan dari anggrek bulan ini.

Distribusi geografis dari anggrek bulan ini mencakup Asia Tenggara hingga bagian utara Australia.

Untuk di Indonesia sendiri, terdapat tiga ekotipe dari anggrek bulan, antara lain: ekotipe Jawa, Sulawesi dan Papua.

Anggrek bulan ekotipe Sulawesi cukup istimewa, karena secara biogeografis, penyebaran anggrek ini secara alami hanya ditemukan di Sulawesi dan Maluku.

Meskipun tidak termasuk dalam daftar jenis tumbuhan yang dilindungi di Indonesia (menurut Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa), namun jumlah anggrek bulan Phalaenopsis amabilis yang dapat ditemukan di alam tidak banyak.

Khusus di Sulawesi Selatan, data penelitian terakhir yang dilakukan oleh peneliti dari Puslit Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya –LIPI pada tahun 2019 melaporkan hanya terdapat 13 individu anggrek Phalaenopsis amabilis di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.

Jumlah ini menurun drastis, dimana pada tahun 2022 dilaporkan hanya terdapat 2 individu yang tersisa.

Deforestasi adalah ancaman utama bagi puspa pesona Indonesia ini.

Sebagai anggrek epifit, anggrek bulan membutuhkan pohon besar untuk tempat melekat.

Penebangan liar maupun terencana berdampak pada hilangnya habitat alami anggrek bulan.

Pada tahun 2020-2021, Sulawesi Selatan kehilangan 318 KHa tutupan pohon.

Deforestasi di daerah perkotaan terutama untuk pembangunan perumahan, sedangkan di pedesaan ditujukan untuk pertanian dan penebangan kayu.

Ancaman kedua adalah domestikasi anggrek bulan untuk koleksi, dekorasi bahkan diperdagangkan ke luar negeri.

Upaya konservasi anggrek bulan sangat dibutuhkan agar Indonesia tidak kehilangan Puspa Pesona-nya.

Selain memperketat pengawasan terhadap perburuan anggrek alam, pendekatan teknologi juga dapat dilakukan sebagai bentuk konservasi secara ex-situ.

Anggrek memiliki keunikan dimana bijinya tidak dapat berkecambah secara alami tanpa bantuan jamur mikoriza.

Teknologi kultur jaringan adalah jalan keluar untuk permasalahan ini.

Biji anggrek dapat dikecambahkan dalam medium buatan di ruangan aseptik, lalu ketika sudah diperoleh bibit hasil kultur jaringan dapat dikembalikan ke habitat aslinya.

Selain dengan perkecambahan in vitro, perbanyakan anggrek bulan juga bisa melalui embriogenesis somatik, yaitu dengan menggunakan sebagian kecil dari organ anggrek bulan (daun, akar,tangkai bunga atau protokorm) untuk diperbanyak menjadi ratusan anggrek bulan yang sama persis dengan indukannya.

Bibit hasil kutur jaringan ini dapat dijual sehingga tidak mengganggu keberadaan anggrek bulan di alam.

Selamat Hari Cinta Satwa dan Puspa Nasional. Salam lestari.(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved