Opini
'Membedah' Diksi 'Hajar' pada Sidang Ferdy Sambo
Pengacara memaknai kata 'hajar' itu bukan bermaksud menembak dan menghabisi Brigadir Yoshua, melainkan yang lain.
Konteks fisik meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa (Duren Tiga) dalam suatu komunikasi (antara Ferdy Sambo dengan Brada Richard Eleizer dll), objek yang disajikan dalam peristiwa komunikasi itu (Brigadir Yoshua), dan tindakan (‘hajar’) atau perilaku dari para pemeran dalam komunikasi itu (upaya pembunuhan yang melibatkan Ferdy Sambo, Richard Elezier, Rizky Rizal Wibowo, Kuat Ma’ruf).
Berdasarkan elemen dan segmen inilah kita mengkaji dan menganalisis penggunaan dan pemaksanaan diksi ‘hajar’ dalam kasus Ferdy Sambo.
‘Hajar’ yang diperintahkan kepada Barada Richard Eleizer bukan dengan tangan kosong, melainkan dengan alat yang sudah disediakan, pistol.
Secara teoretis, kata didefinisikan sebagai bentuk bahasa yang bebas terkecil, paling tidak harus terdiri atas satu morfem bebas, yang dapat digunakan untuk membangun kalimat (bandingkan dengan Bloomfield, 1933; Parera, 1988:2).
Kata dipakai dalam berbagai lapangan kehidupan, maknanya cenderung tidak pasti (bisa dipengaruhi konteks). Begitulah dalam kasus Ferdy Sambo ini.
Kata tidak dapat dimaknai secara leksikal.
Banyak orang memahami secara keliru perihal penggunaan diksi seperti ini yang terkait dengan rangkaian suatu peristiwa atau wacana.
Tetapi, kajian analisis wacana akan mementahkan semua upaya membelokkan makna linguistik dalam suatu wacana.
Sebuah peristiwa atau wacana selalu memiliki keterkaitan berdasarkan berbagai elemen kebahasaan.
Sebab wacana memang mengungkapkan suatu subjek yang menyoal tentang satu objek atau lebih. Wacana dibentuk oleh unsur segmental (yang berkaitan dengan segmen, bagian) dan nonsegmental (bukan segmen atau bagian).
Melihat kerancuan cara berpikir terutama dalam memaknai suatu diksi atau frasa, mungkin sudah saatnya kalangan pengacara juga memperoleh pengetahuan tambahan mengenai analisis wacana (kritis) yang dapat mereka manfaatkan jika terjadi ‘kemelut’ pemaknaan diksi atau frasa (bahasa) dalam menyusun wacana pembelaan.
Sebab, dalam sidang pengadilan mengenai kasus apa pun bukan hanya terjadi pertarungan mengetengahkan bukti dan fakta semata, melainkan yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menyajikan frasa atau diksi yang mampu memberi keyakinan kepada hakim bahwa yang dikemukakan itu tidak saja diterima berdasarkan penilaian juridis, tetapi juga secara logik kebahasaan. Wassalam.(*)