Opini
Maulid dan Sebuah Refleksi Membangun Empati
Momen peringatan maulid bisa menjadi hari untuk introspeksi serta refleksi diri terkait sejauh mana pengamalan ajaran yang telah dicontohkan Nabi SAW.
Oleh: M Salam Mustari
Mahasiswa Pascasarjana UIN Alauddin Makassar
TRIBUN-TIMUR.COM - Kelahiran Nabi Muhammad SAW diketahui dalam sejarah terjadi pada Senin 12 Rabi’ul
Awwal (bulan ke 3 dalam hitungan tahun Hijriyah). Bulan saat ini berada dalam suasana maulid nabi.
Oleh masyarakat Islam, hari kelahiran Nabi Muhammad Saw. diperingati sebagai momentum yang sangat tepat untuk menyegarkan kembali ingatan akan perjuangan dan peneladanan hidup terhadap beliau dalam menyampaikan risalah dakwahnya yang mulia.
Kata maulid memiliki makna yang senada dengan kata milad yaitu hari lahir. Sehingga dalam tutur bahasa umat Islam khususnya di Indonesia dikenal dengan istilah maulid nabi, sebagai hari untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW menjadi hal yang penting untuk dikaji dan diselami hikmah-hikmahnya, agar hari maulid yang diperingati setiap tahunnya tidak hanya menjadi seremonial belaka, tetapi makna filosofis substantifnya dapat merahmati setiap linih kehidupan.
Momen peringatan maulid bisa menjadi hari untuk introspeksi serta refleksi diri terkait sejauh mana pengamalan ajaran yang telah dicontohkan Nabi Muhammad SAW yang menjadi uswatun hasanah (teladan yang baik) dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam beragama maupun dalam berbangsa.
Ini adalah momen, yang meskipun seharusnya proses introspeksi dilakukan setiap saat untuk menjaga peneladanan kepada beliau.
Nabi Muhammad SAW memberikan teladan hidup yang sempurna bagi umat manusia. Sebagai manusia dengan keperibadian yang agung patut untuk dijadikan tuntunan membagun kehidupan berkemajuan dari berbagai bidang.
Seperti kemajuan dalam bidang pendidikan yang dimana perintah pertama kepada Nabi Muhammad SAW ketika menerima wahyu adalah amaliah literasi, yakni perintah membaca secara seksama terkait kehidupan di sekitar beliau, yang dari hal itulah awal mula membangun pondasi peradaban umat.
Kesadaran membaca adalah cerminan dari kesadaran pentingnya ilmu pengetahuan. Adapun esensi yang ingin diraih dari pencarian ilmu adalah mengetahui kebenaran.
Karena kebenaran yang diketahui oleh seseorang akan dapat mengantarkannya pada praktek kehidupan bersih dan jauh dari merugikan orang lain, tentunya apabila dengan sadar ingin mengaktualisasikan kebenaran tersebut dalam setiap perilaku.
Kualitas Ibadah Nabi Muhammad SAW dengan berbekal pengetahuan akan suatu kebenaran yang dituntunkan Allah kepadanya, menjadikan beliau pribadi yang bersih, taat dalam ibadah ritual dan implementasi ibadah dengan semangat empati yang tinggi.
Karena demikianlah kualitas ibadah vertikal kepada Allah, dapat juga dinilai sejauh mana kualitas ibadah horizontalnya pada berbagai aspek kehidupan.
Ibadah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dalam hubungannya kepada Allah begitu sangat berkualitas. Sebagaimana dapat diketahui gambaran kualitas ibadah beliau dari istrinya ‘Aisyah r.a dan dari sahabat Mughirah bin Syu’bah r.a bahwa Nabi Muhammad SAW melaksanakan salat hingga kedua mata kakinya bengkak. (al-hadits).
Padahal beliau sudah ada jaminan akan mendapatkan Surga, tetapi ibadah salatnya tetap sungguh-sungguh dan berkualitas sebagai bentuk rasa syukurnya kepada Allah.