Opini Tribun Timur
Pro Kontra Perpanjangan Izin PT Vale: Sumber Daya Alam untuk Kemakmuran Rakyat
Menurut Gubernur Sulsel, kontribusi PT Vale di Sulsel masih sangat minim, hanya sekitar 1,98 persen pendapatan ke Pemprov.
Oleh:
Prof Dr Ir Jamaluddin Jompa MSc
Rektor Unhas
TRIBUN-TIMUR.COM - PT Vale Indonesia, Tbk yang sebelumnya dikenal dengan PT International Nickel Indonesia, adalah perusahaan tambang milik Brazil dengan komposisi saham: Vale Canada Limited 43,79 persen, Sumitomo Metal Mining 15,03 persen , PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) 20 persen , Vale Japan Limited 0,55 , dan publik 20,64 persen.
Perusahaan itu beroperasi sejak tahun 1967, yang termasuk dalam rezim Kontrak Karya (KK) tahap I yang berlaku selama 30 tahun. PT. Inco saat itu berhasil memperpanjang KK generasi kedua pada tahun 1996 dan akan berakhir pada tahun 2025.
Sebagai industri ekstraktif dengan luas wilayah KK mencapai 118 ribu hektar (berdasarkan KK amandemen 17 Oktober 2014) di tiga provinsi; Sulsel, Sultra dan Sulteng, PT Vale hanya membangun pabrik pengolahan di blok Sorowako dengan kapasitas produksi sekitar 72.000 metrik ton nickle matte per tahun.
Perusahaan meninggalkan lahan KK 24.752 hektare di Sulteng dan 70. 566 hektare di Sultra tanpa tereksploitasi selama lebih dari setengah abad. Perusahaan hanya membayar sewa lahan dan berkontribusi sangat minim terhadap pengembangan wilayah di Sulteng dan Sultra.
Seiring berjalannya waktu, resistensi masyarakat dan pemerintah daerah terus mengkristal sampai puncaknya pada momentum RDP dengan Komisi VII DPR-RI pada tanggal 8 September 2022. Gubernur Sulsel, Sultra dan Sulteng secara eksplisit menegaskan penolakan terhadap perpanjangan Izin Usaha Pertambangan PT Vale Indonesia yang akan berakhir pada Desember 2025.
Meski bukan kewenangan Gubernur untuk memperpanjang atau memutuskan KK, penolakan pemangku kepentingan kunci di Provinsi telah membuat PT Vale Indonesia menjadi pembicaraan atau trending topic di linimasa.
Menurut Gubernur Sulsel, kontribusi PT Vale di Sulsel masih sangat minim, hanya sekitar 1,98 persen pendapatan ke Pemprov. Gubernur Sulsel juga menyinggung mengenai isu lingkungan dan pemberdayaan masyarakat yang tidak dilaksanakan secara serius. Ketiga Gubernur juga secara vulgar menyampaikan bahwa BUMD Provinsi sudah siap mengambil-alih lahan PT Vale dan mereka menyanggupi untuk membuat pabrik pengolahan.
Tuntutan Bupati
Pada tanggal 4 Juni 2021, Bupati Luwu Timur menyurat ke PT Vale menyampaikan 11 poin tuntutan menagih komitmen yang belum dijalankan PT Vale.
Surat Bupati ternyata direspon oleh berbagai elemen masyarakat termasuk diantaranya anak-anak suku yang mendiami lingkar tambang, tokoh-tokoh masyarakat dan pengusaha dan kontraktor lokal.
Isu yang diangkat Bupati bukanlah isu-isu baru tetapi isu lama yang seharusnya sudah dilaksanakan dengan baik oleh perusahaan setelah beroperasi lebih dari setengah abad. Setelah lebih dari satu tahun, permasalahan yang diajukan oleh Bupati Luwu Timur, belum juga dituntaskan.
Dari tuntutan 11 poin Bupati Luwu Timur, ketidakpuasan anak-anak suku di lingkar tambang, kekecewaan para pengusaha lokal dan tokoh-tokoh masyarakat atas program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat yang puncaknya adalah penolakan Gubernur Sulsel untuk perpanjangan izin tambang perusahaan, maka dapat dipastikan bahwa terdapat persoalan mendasar yang dihadapi perusahaan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat dan pemerintah.
Puncaknya adalah saat DPR-RI Komisi VII memutuskan untuk membentuk Panitia Kerja (Panja) yang bertujuan untuk melakukan evaluasi komprehensif sebelum memberikan rekomendasi ke pemerintah mengenai transisi dari Kontrak Karya ke Izin Usaha Pertambangan Khusus akan diberikan atau tidak.
Sekadar catatan, Panja yang khusus dibentuk untuk mengevaluasi kinerja PT Vale Indonesia baru pertama kalinya dibentuk dalam sejarah perusahaan yang telah beroperasi selama sekitar 54 tahun.
Selain karena Kontrak Karyanya akan berakhir tahun 2025, terdapat indikasi serius bahwa terdapat begitu banyak permasalahan yang harus diperjelas oleh pemerintah sebelum memutuskan apakah izin tambang PT Vale diperpanjang atau tidak.
Salah satu rekomendasi kritikal adalah audit keuangan oleh BPK sehubungan dengan divestasi saham melalui IPO tahun 1990 sebesar 20 persen melalu Initial Public Offering (IPO) dan divestasi saham 20 persen oleh PT Indonesia Asahan Aluminium sebesar 20 persen melalu Initial Public Offering (IPO) dan divestasi saham 20 persen oleh PT Indonesia Asahan Aluminium sebesar 20 persen dengan nilai Rp5,52 triliun.
Berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 2020 Pasal 112, badan usaha pemegang IUP atau IUPK pada tahap kegiatan Operasi Produksi yang sahamnya dimiliki oleh asing wajib melakukan divestasi saham sebesar persen secara berjenjang ke Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN, Badan Usaha Milik daerah, dan atau Badan Usaha Swasta nasional.
Melihat massifnya pemberitaan dan kontroversi mengenai eksistensi PT Vale Indonesia, maka Universitas Hasanuddin terpanggil untuk melakukan diskusi publik dalam bingkai akademis dan dialog yang konstruktif-dialektis agar ditemukan formula yang tepat dan dapat diterima oleh semua pihak menyangkut masa depan operasi PT Vale Indonesia.
Bagaimana Universitas menyikapi resistensi masyarakat dan pemerintah baik kabupaten maupun provinsi terhadap keberadaan PT Vale?
Beberapa Fakta-fakta
Pertama, meski penerimaan negara relatif besar dari PT Vale melalu pembayaran pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai angka US$ 142,9 juta atau setara Rp2 triliun dengan asumsi kurs rupiah di kisaran Rp14 ribu tahun 2022, penerimaan pajak ke Provinsi sulsel hanya sekitar US$9,9 juta dan ke Kabupaten Luwu Timur US$13,6 juta.
Kedua, pajak PNBP mulai dari royalti, landrent, serta PBB mencapai angka US$22,1 juta (pemerintah pusat).
Ketiga, pajak-pajak PNBP ke pemerintah pusat melalui PPh, PPN, Bea Masuk, PNBP Kehutanan, Pelabuhan, Kominfo dan lainnya mencapai US$97,3 juta.
Keempat, pendapatan PT Vale Indonesia tahun 2021 sebesar US$953, 17 juta. Angka ini naik 24.64 persen dari tahun sebelumnya.
Kelima, PT Vale telah menyetorkan dana ke negara sebesar Rp7,8 triliun dalam kurun 5 tahun terakhir (CNBC, 5 Juli, 2022).
Keenam, divestasi saham PT Vale Indonesia sebesar 20 persen ke MIND ID dan 20 persen dimiliki publik.
Ketujuh, karyawan PT Vale mencapai angka 2.951 data Februari, 2022, sekitar 86 persen adalah mereka yang ber KTP Luwu Timur.
Kedelapan, Tahun 2020, PT Vale menerima penghargaan PROPER Hijau (beyond compliance) dari Kementerian LH.
Kesembilan, PT Vale raih penghargaan TOP CSR 2018 kategori Pengembangan Kawasan Binaan Terintegrasi Desa Mandiri Terbaik.
Kesepuluh, Minyak Cemari Laut, Warga Protes PT Vale Indonesia.
Kesebelas, dugaan pencemaran Danau Mahalona.
Kedua belas, Terdapat sekitar 400 vendor lokal dari sektor barang dan jasa yang terdaftar di perusahaan.
Ketiga belas, Gini rasio 0,38 tahun 2019, 0,405 tahun 2020, dan 0,36 tahun 2021 (BPS, 2021).
Keempat belas, Indeks kedalaman kemiskinan 1,11 tahun 2019, 1,05 tahun 2020 dan 1,09 tahun 2021.
Kelima belas, Indeks keparahan kemiskinan 0,25 tahun 2019, 0,24 tahun 2020 dan 0,26 tahun 2021.
Keenam belas, Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan): 333 739 tahun 2019, 350 576 tahun 2020 dan 371 947 tahun 2021.
Ketujuh belas, Presentase penduduk miskin Luwu Timur 6,98 persen tahun 2019, 6,85 persen tahun 2020 dan 6,95 persen tahun 2021.
Fakta-fakta dan informasi tersebut di atas, menimbulkan berbagai kontradiksi dan kontroversi:
Pertama, Kontribusi PT Vale relatif besar ke negara (pemerintah pusat), tetapi sangat kecil porsinya ke kabupaten/daerah penghasil dan Provinsi Sulsel.
Kedua, meski keberadaan Perusahaan telah berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja dan pengusaha lokal, tetapi tuntutan penerimaan tenaga kerja tetap saja terjadi seiring dengan peningkatan jumlah angkatan kerja.
Ketiga, meski menjadi episentrum pengelolaan SDA, Luwu Timur tetap saja menjadi kabupaten yang sangat tinggi kesenjangan sosialnya, angka kemiskinan dan tingkat keparahan kemiskinannya
Keempat, perusahaan telah meraih banyak penghargaan terbaik baik di bidang pengelolaan lingkungan maupun pemberdayaan masyarakat, tetapi tuntutan pemerintah dan masyarakat tetap mengharapkan maksimalisasi peran perusahaan yang dianggap belum cukup kontribusinya
Kelima, meski perusahaan mengklaim telah memberikan yang terbaik melalui kinerjanya yang beyond compliance, tetapi faktanya, relasi dengan stakeholder kunci baik di kabupaten dan provinsi masih selalu bermasalah.
Beberapa rekomendasi
Pertama, diperlukan kajian khusus mengenai proporsi ideal pembagian penerimaan negara (pusat, provinsi dan kabupaten) dari sektor pertambangan. Berbagai kerusakan lingkungan, konflik sosial dan kultural dirasakan langsung oleh pemerintah di lingkar tambang, tetapi kontribusi yang diterima dari sektor pertambangan relatif kecil.
Kedua, mendesak dilakukan kajian komprehensif mengenai dampak program pemberdayaan masyarakat di lingkar tambang oleh pihak yang independen. Perusahaan mengklaim telah melakukan upaya terbaiknya tetapi faktanya masyarakat dan pemerintah kabupaten dan provinsi merasakan yang sebaliknya
Ketiga, direkomendasikan untuk dilakukan audit lingkungan oleh pihak yang independen agar isu-isu mengenai segala hal menyangkut tata kelola lingkungan di PT Vale Indonesia menjadi terang benderang.
Keempat, direkomendasikan agar terdapat proporsi saham yang akan diberikan ke pemerintah kabupaten dan provinsi, apabila negara memutuskan untuk memperpanjang izin pertambangan PT Vale Indonesia.
Skema yang sama diberlakukan saat terjadi divestasi saham PT Freeport Indonesia.
Kelima, mendesak dilakukan pemetaan konflik di lingkar tambang dengan melibatkan Universitas untuk menemukan persoalan riil di lapangan melalui riset aksi-kolaboratif.(*)