Opini
Opini Hamdan Juhannis: Prof Azyumardi Azra, Transtelektual Penembus Batas
Beliau berpulang saat menuju sebuah kancah yang disebut sebagai konferensi, arena pengabdian yang layak disebut "tiada tara".
Oleh: Hamdan Juhannis
Rektor UIN Alauddin
TRIBUN-TIMUR.COM - Setelah Prof Nurcholish Madjid, mungkin nama Prof Azyumardi Azra yang paling sering muncul dan mewarnai jagat intelektualisme Islam di Indonesia.
Ketokohoan akademiknya sangat paripurna, mulai dari jelajah keilmuan, kiprah pada institusi keilmuan, sampai pada sebaran goresan keilmuan yang setiap saat bisa diakses.
Bahkan beliau berpulang saat menuju sebuah kancah yang disebut sebagai konferensi, arena pengabdian yang layak disebut "tiada tara".
Detak nafasnya berhenti pada "passion" kehidupannya, justifikasi fakta yang susah untuk tertolak.
Beliau guru bagi banyak orang, khususnya bagi mereka yang ingin merintis intelektualitas Islam di negeri ini.
Mereka ingin menjadi murid bagi semuanya.
Motifnya sederhana, ingin mendapat pengesahan tentang keilmuan yang digeluti.
Lebih dari itu, anak-anak intelektualnya ingin disebut dekat dengannya, karena cara itulah yang menjadi pemotivasi untuk memacu penguasaan bidang keilmuannya.
Saya pun berharap seperti itu, meskipun tidak sesukses dengan yang lain.
Saya sudah diajar oleh beliau sejak memulai usaha untuk belajar ke luar negeri melalui program karantina yang disebut "pembibitan dosen".
Buku-bukunya, kolomnya di media cetak menjadi bacaan utama. Tapi saya sangat tahu bahwa jarak intelektualitas itu terjadi karena saya kurang akseleratif dalam memacu keilmuan, dan sering kehilangan fokus dalam mengembangkan spesifikasi.
Mungkin itulah yang membuat nama saya muncul tenggelam di benak beliau.
Setidakepentingnya sebagai murid intelektual, saya masih tetap mendapat apresiasi dari beliau khususnya beberapa tahun terakhir.
Setiap mengirim coretan pendek tentang fenomena sosial keagamaan di sebuah group WA di mana beliau mejadi anggota group, saya selalu mengecek apakah beliau sudah membacanya.