Wawancara Khusus
Dokter Asal Makassar dr Farid Amansyah Sukses Jadi Jenderal
Dr Farid Amansyah tercatat sebagai dokter pertama asal Sulsel yang berpangkat jenderal di Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Penulis: Muh. Sauki Maulana | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Sulawesi Selatan (Sulsel) patut berbangga. Satu lagi putra daerahnya mencatatkan prestasi di instansi Kepolisian yakni dr Farid Amansyah.
Dr Farid Amansyah tercatat sebagai dokter pertama asal Sulsel yang berpangkat jenderal di Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Promosi dr Farid Amansyah sebagai Perwira Tinggi (Pati) Polri berpangkat Brigadir Jenderal (Brigjend) secara resmi dilakukan melalui pengukuhan bertempat di Gedung Tri Brata Mabes Polri, awal September 2022.
Tribun Timur berkesempatan mewawancarai Brigjen Pol dr Farid Amansyah secara langsung melalui acara Ngobrol Virtual dengan tema Dokter Asal Makassar Sukses Jadi Jenderal, Minggu (17/9/2022).
Berikut petikan wawancaranya:
Bisa dijelaskan sedikit background bapak seperti apa?
Jadi sebenarnya, lulusan dokter manapun bisa saja bisa seperti pencapaian ini. Tetapi, baru pertama kali, seorang jenderal polisi dari kalangan dokter.
Untuk Sulawesi Selatan ditakdirkan menjadi yang pertama dan Insyaallah bukan menjadi yang terakhir. Karena masih banyak generasi-generasi kita yang berasal dari Sulsel bisa mencapai ini. Asal saja mereka memiliki trackrecord yang teruji.
Jadi saya lahir dan besar serta mengikuti perkuliahan semua di Makassar. Jadi saya SD di IKIP UjungPandang, SMP Negeri 24, kemudian SMA Negeri 11 Makassar. Setelah itu, saya mengikuti UMPTN dan Alhamdulillah lulus di Fakultas Kedokteran (FK) Unhas.
Saya angkatan 88, tamat menjadi dokter tahun 96. Karena dimasa perkuliahan itu saya mengikuti program beasiswa ABRI saat itu. Jadi tahun 93, saya mengikuti program itu.
Satu tahun saya mengikuti pendidikan ABRI dan pendidikan koloni. Kemudian melanjutkan kembali di FK Unhas, lalu selesai di tahun 97. Kemudian saya mengambil spesialis penyakit dalam di FK Unhas tamat di tahun 2005.
Jarak tamat SMA dan kuliah itu ada selisih, bisa bapak jelaskan?
Saya tamat SMA tahun 87, saya sempat berkuliah di Fakultas Kedokteran Gigi selama satu tahun. Kemudian saya UMPTN lagi dan lulus di FK, lalu saya tinggalkan.
Berapa lama bapak menyelesaikan pendidikan dokter?
Saya masuk FK tahun 88, tamat 96 tetapi saya ada jeda satu semester untuk pendidikan polri, sehingga memang agak lewat sedikit satu semester. Sepertinya ada masa memang saya harus menambah waktu perkuliahan.
Memang keinginan bapak menjadi dokter?
Terus terang itu anjuran orangtua karena memang di keluarga kami belum ada yang pernah dokter gitu. Sehingga waktu itu ayah saya menyarankan untuk mengambil FK. Mungkin beliau waktu itu menganggap dirinya sudah sakit-sakitan dan saya diharapkan untuk bisa mengobatinya.
Dan Alhamdulillah kalau kita menurut orangtua, ternyata ada berkah didalamnya. Jadi ridho Allah terletak pada ridho orang tua. Karena bagaimanapun juga ada doa-doa yang terselip di langkah kita.
Kenapa masuk polisi?
Kedokteran ini adalah suatu ilmu yang implementasinya luas. Yang saya lihat, implementasi yang menjanjikan menjadi dokter itu mengabdikan di jalur TNI-Polri. Di luar dari jalur klasik seperti di rumah sakit.
Jadi ini salah satu jalur implementasi kedokteran. Pada tahun 93 itu memang ada rekrutmen beasiswa mahasiswa Polri. Pada waktu itu panitia dari TNI-Polri masuk ke fakultas untuk mencari calom pimpinan kesehatan Polri di kampus. Alhamdulillah ada lima orang yang lolos seleksi dari Sulsel yang dikirim termasuk saya.
Setelah dinyatakan lulus, kami kembali menyelesaikan pendidikan kedokteran. Kami mengikuti pendidikan Polri yang terdekat saat itu. Kemudian saya tamat tahun 97, dan mulai berkarir di Polri tanggal 1 Juli tahun 97.
Namun ada baiknya, alumni kedokteran diberi reward oleh Polri memiliki masa dinas dua tahun surut, jadi kita sudah dinyatakan dinas selama dua tahun. Saya terus menjalankan tugas dengan baik, saya kemudian mengikuti pendidikan dan pengembangan Polri dengan rekan-rekan lain dari Akpol.
Sudah menjalankan tugas dan jabatan dimana saja pak?
Saya pertama kali tugas di Sulteng Palu, sebagai Kepala Poli Klinik di sana. Setelah itu saya ikut penugasan Poso waktu itu. Setelah konflik Poso selesai, kami sebagai orang yang turun pada waktu itu diberikan reward untuk mengikuti pendidikan spesialis.
Dari pendidikan spesialis itu, saya dipercayakan menjadi Kepala Seksi Kedokteran dan Kesehatan di Polrestabes Makassar.
Jadi di Polrestabes Makassar, saya melanjutkan sekolah lanjutan perwira (selapa) kemudian tamat di sana, saya dipercayakan menjadi Kepala RS Bhayangkara Sidoarjo. Kemudian menjadi Wakil Kepala RS di Surabaya.
Kemudian menjadi Kabiddokes di Polda Bengkulu, setelah itu tahun 2015 sampai 2017 sebagai kepala RS Bhayangkara di Medan. Kemudian di tahun 2018 hingga ankhir 2019 saya menjadi kepala rumah sakit lagi di Bandung.
Kemudian dari Bandung saya jadi Kepala RS Bhayangkara di Makassar. Setelah itu saya dipromosi ke Mabes Polri menjadi Kabid Yankes. Selanjutnya menjadi Sespusdokkes Polri tahun 2020. Dan akhirnya tiba sekarang saya menjadi Direktur Pasca Rehabilitasi BNN.
Bagaimana cara membagi waktunya?
Pencapaian ini, seperti yang saya bilang tadi. Karena saya dasari pengabdian ini senagai sebuah ibadah, jadi saya tidak merasa terbebani atau merasa terbelenggu oleh pekerjaan.
Tentu saya banyak tantangan dinamika dalam pekerjaan, nah untuk waktu itu kita pintar-pintar saja. Waktu itu bisa kita atur. Misalnya pekerjaan itu bisa dikerjakan secara simultan misalnya sembari mengerjakan tugas saya juga bisa menembah ilmu untuk menyelesaikan spesialis.
Tanggapan keluarga pasca pencapaiannya, Apakah bapak kehilangan waktu dengan keluarga?
Keluarga harus bisa kita beri pemakluman, saya kira dengan komunikasi yang baik dengan keluarga. Mereka memaklumi pekerjaan saya. Saya kira istri dan anak-anak sudah terbiasa. Walaupun kita punya banyak waktu tetapi tidak berkomunikasi itukan menjadi kurang.
Anak-anak itu saya selalu komunikasi, bertegur sapa itu penting. Supaya terjalin terus hubungan internal keluarga kami.
Kualitas menjadi seorang pemimpin itu seperti apa pak?
Menjadi pemimpin itu tidak gampang, tetapi menurut saya itu juga tidak terlalu susah. Yang penting itu ada keteladana, kemudian kesabaran, kemudian mengasa keterampilan, dan yang paling penting mengambil setiap kesempatan yang ada.
Bagaimana tips suksenya pak?
Semua orang bisa berhasil, mencapai predikat tertinggi. Kunci sukses dalam segala hal adalah anggap saja ini adalah sebuah ibadah. Sehingga niatnya itu kita hanya untuk pengabdian untuk Allah SWT.(*)
Laporan Wartawan Tribun Timur, Muh Sauki Maulana