BPA
Simak Penjelasan IARC dan WHO Soal BPA: Tidak Menyebabkan Kanker
Menurut situs resmi Otoritas Keamanan Pangan Amerika Serikat (FDA), IARC masih mengkategorikan BPA masuk di grup 3..
TRIBUN-TIMUR.COM - International Agency for Research on Cancer (IARC) selaku badan Riset Kanker di bawah WHO tidak mengkategorikan Bisfenol A (BPA) sebagai zat yang menimbulkan kanker (karsinogenik).
Menurut situs resmi Otoritas Keamanan Pangan Amerika Serikat (FDA), IARC masih mengkategorikan BPA masuk di grup 3.
Yakni tidak termasuk zat karsinogenik, namun acetaldehyde (zat yang digunakan dalam pembuatan plastik PET) justru masuk ke grup 2B (berpotensi karsinogenik).
Seperti diketahui, IARC mengklasifikasikan karsinogenik ini dalam empat grup.
Antara lain, kelompok satu karsinogenik untuk manusia. Kelompok 2A, kemungkinan besar karsinogenik untuk manusia.
Kemudian Kelompok 2B, dicurigai berpotensi karsinogenik untuk manusia.
Lalu kelompok 3, tidak termasuk karsinogenik pada manusia.
Serta kelompok 4, kemungkinan besar tidak karsinogenik untuk manusia.
“FDA (The United States Food and Drug Administration) juga menyatakan upaya produsen bisa dibuat menjadi sangat rendah dan mungkin bisa sampai ke level tidak terdeteksi,” ungkap Dr Nugraha Edi Suyatma, dosen dan peneliti senior dari IPB via rilis ke Tribun-Timur.com, Kamis (15/9/2022).
Ia mengemukakan, rencana pelabelan BPA ini akan menimbulkan mispersepsi pada konsumen, seolah kemasan plastik lain di luar polikarbonat terkesan aman.
"Padahal BPA ada dimana-mana tidak hanya di galon polikarbonat, ada di kemasan kaleng, bahkan di botol bayi, itu juga harus dilabeli semua,” ujarnya.
Berdasarkan sebuah penelitian, kata Dr Nugraha, kandungan BPA justru terbanyak ada pada kemasan makanan kaleng. Hampir 90 persen bahan enamel pada kaleng merupakan hasil polesan epoksi yang bahan bakunya adalah BPA.
Upaya menetapkan aturan label BPA menurutnya, seperti membuat persepsi bahwa kemasan dengan label BPA free sudah aman.
“Padahal belum tentu. Karena dari PET juga memiliki risiko dari kandungan yang lain, seperti dari kandungan acetaldehyde lalu etilen glikol, dan dietilen glikol,” paparnya.
Otoritas Keamanan Makanan Eropa atau European Food Safety Authority (EFSA) menyatakan, hingga saat ini BPA tidak menimbulkan risiko terhadap kesehatan manusia.
Pasalnya, paparannya selama ini masih sangat terlalu rendah. Masih dibawah ambang batas yang dapat ditoleransi tubuh manusia.
Oleh karena itu EFSA memperbolehkan plastik polikarbonat untuk digunakan sebagai kemasan makanan minuman.
Sementara itu pada jurnal ilmiah Genetics, baru-baru ini mempublikasikan penelitian kelompok peneliti dari Harvard Medical School yang menunjukkan bahwa BPA bisa dinetralisir oleh zat coenzyme Q10 (CoQ10).
CoQ10 secara alamiah mampu diproduksi oleh tubuh manusia, juga ditemukan pada makanan berbahan daging sapi dan ikan.
Anggota DPR Komisi IX dari Fraksi PDIP Rachmat Handoyo menyatakan, rencana Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk merevisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, khususnya pelabelan Biosphenol-A (BPA) pada Air Kemasan Galon, tidak ada urgensinya bagi rakyat. (*)