Opini Alfitra Mappunna
Polemik Kenaikan Harga BBM, Pemerintah Harus Mengutamakan Nasib Rakyat
Memasuki bulan september rakyat diwarnai oleh berita yang mengejutkan, yakni kenaikan harga BBM.
Oleh: Alfitra Mappunna
Direktur LKBHMI Cabang Makassar/Alumnus Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia
TRIBUN-TIMUR.COM - Memasuki bulan september rakyat diwarnai oleh berita yang mengejutkan, yakni kenaikan harga BBM.
Hal tersebut, tampaknya tidak seirama dan dibuai oleh berbagai penolakan, hal itu ditandai dengan gelombang aspirasi masyarakat di atas aspal yang berkemauan bahwa BBM tidak perlu mengalami kenaikan harga.
Pemerintah haruslah mencari solusi secara tepat dan pro terhadap kondisi masyarakat Indonesia. Pemerintah pusat diminta untuk meninjau kembali putusan yang telah dikeluarkan dan mendengarkan suara hati rakyat Indonesia.
Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubdi khusunya jenis Pertalite dan solar, hanya akan mengakibatkan daya jual beli menurun dan berimplikasi pada memburuknya situasi ekonomi masyarakat, utamanya saat ini merupakan kondisi pemulihan ekonomi pasca pandemi covid-19, terlebih lagi menambah kenaikan beban pada masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan pokok yang kita pahami bersama bahwa kebutuhan masyarakat bukan hanya BBM semata namun berdampak pada kebutuhan dasarnya.
Setelah kasus covid-19 menurun secara global dan nasional adalah momentum bagi masyarakat untuk melakukan pemulihan ekonomi terlebih lagi berjuang ditengah badai krisis pangan yang pelik.
Imbas dari kenaikan BBM saat ini, mengakibatkan masyarakat kelas menengah kebawah berada dalam posisi kerugian dengan mengorbankan potensi pemulihan ekonomi pada masyarakat.
Sebagaimana diketahui, untuk mengatasi lonjakan harga energi dan pangan, pemerintah memberikan tiga jenis bantalan sosial sebesar Rp24,17 triliun.
Rinciannya, sebesar Rp12,4 triliun bantuan langsung tunai (BLT) untuk 20,65 keluarga penerima manfaat (KPM) selama 4 bulan.
Kemudian, anggaran bantuan subsidi upah (BSU) juga ditambah Rp9,6 triliun untuk 16 juta pekerja dengan gaji maksimal Rp3,5 juta per bulan.
Dan juga, pemerintah jakan mengalokasikan 2 persen dari dana transfer ke pemerintah daerah (Pemda), yakni dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH) untuk subsidi angkutan umum, dengan nominal anggaran Rp2,17 triliun. Adapun, pemberian BLT kepada masyarakat hanya dinikmati sesaat tetapi akan menjerit berkepanjangan.
Adapun respon tanggap masyarakat melihat poster 31 Agustus 2022 lalu, yang mengatakan BBM mengalami kenaikan di esok harinya, menyebabkan masyarakat mengalami panic buying sebagaimana status quo di lapangan SPBU Pertamina dimana-mana diwarnai oleh antrean masyarakat yang membeludak, menggambarkan ketidaksiapan atas kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah.
Berdasarkan data yang dilansir oleh SindoNews pada Agustus lalu, menyebutkan bahwa adanya Inflasi Pangan sebesar 10,47 persen.
Inflasi Pangan yang belum terselesaikan ditambah lagi dengan kenaikan harga BBM membuat masyarakat kalangan bawah akan semakin berat dalam menanggung beban yang ia dapatkan yang berada dalam jurang kemiskinan.