Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Iptu Faisal Dimutasi

Apa Itu Restorative Justice? Kebijakan Kapolres Makassar Dalam Membebaskan Tahanan Kasus Batalyon120

Prof Hambali menambahkan, munculnya kasus ini kepermukaan menjadi momentum untuk Kapolrestabes dan Wali Kota untuk mawas diri.

Penulis: Muh. Sauki Maulana | Editor: Saldy Irawan
zoom-inlihat foto Apa Itu Restorative Justice? Kebijakan Kapolres Makassar Dalam Membebaskan Tahanan Kasus Batalyon120
dok pribadi
Pakar Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI), Prof Hambali Thalib

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Nasib Kanit Reskrim Polsek Tallo, Iptu Faisal setelah penggerebekan markas Batalyon 120 Makassar menjadi sorotan.

Kapolrestabes Makassar Kombes Budi Haryanto pun menyampaikan, alasan sebenarnya melakukan pencopotan.

Budhi menegaskan, jika Kanit Reskrim Polsek Tallo Iptu Faizal tidak profesional dalam bekerja.

Polisi berpangkat tiga melati ini pun menjelaskan, Faisal sebagai kanit sudah tidak menjalankan perintahnya lagi.

Polisi berpangkat tiga melati ini mengaku, salah satu program yang ia bawa saat menjabat sebagai Kapolrestabes Makassar adalah aktif dalam pendekatan kepada masyarakat.

"Kanit Reskrim Tallo digeser. Saya selaku Kapolres, mempunyai program dari awal, dekatkan diri kalian dengan masyarakat. Dengan cara apa, salah satu caranya, kita ini punya kuadra yaitu Restorative Justice (RJ). Diatur dalam Peraturan Polisi No 8 tahun 2021," jelasnya dalam video Humas Polrestabes yan beredar.

Melihat hal itu, Tribun Timur berusaha mengonfirmasi pengamat hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Prof Hambali Thalib, berhubungan dengan Restorative Justice atau RJ yang dialamatkan Kapolrestabes ke Faisal.

Menurutnya, tindakan RJ di Peraturan Kepolisian No 8 tahun 2021 itu benar bisa dilakukan untuk tindakan pidana ringan.

Namun, Prof Hambali menekankan, RJ baru benar-benar berlaku ketika dua pihak yang terlibat dalam satu perkara itu dipertemukan oleh pihak kepolisian.

"Bunyinya seperti ini perdamaian dari dua belah pihak yang dibuktikan dengan kesepakatan perdamaian dan ditanda tangani oleh para pihak," ujarnya saat dikonfirmasi, Senin (12/9/2022).

"Seharusnya kalau memang ada warga yang melapor, itu kemudian dipertemukan antara warga dengan pihak Batalyon ini," tambahnya.

Sebagai seorang akademisi, Prof Hambali juga menyayangkan pencopotan Kanit Reskrim Tallo, Iptu Faisal, oleh Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Budhi Haryanto.

Dirinya mengaku, alasan ketidakprofesionalitas belum ia temukan di kasus penggeledahan Sekretariat Batalyon 120 ini.

"Jadi ketika ada laporan dari warga dan dibuktikan polisi bisa melakukan tangkap tangan. Tangkap tangan ini dibolehkan jika sudah terbukti permulaan yang cukup dan seorang yang diduga melakukan tindak pidana. Jadi saya rasa, kinerja kanit itu sudah profesional dan sesuai dengan pasal 17 KUHAP. Dan melakukan pendataan. Dan kalau dia masih masuk perkap tadi dilakukan pengamanan paling lama 1x24 jam. Jadi, soal alasan tidak profesional itu saya rasa tidak tepat," jelasnya.

Prof Hambali menambahkan, munculnya kasus ini kepermukaan menjadi momentum untuk Kapolrestabes dan Wali Kota untuk mawas diri.

Dirinya menyarankan, agar pihaknya melakukan evaluasi kembali terkait kinerja dan aktivitas pembinaan yang dilakukan oleh Batalyon 120.

"Kemudian, yang kedua, saya mendukung atas inisiasi pembentukan Batalyon ini. Tapi ketika ada kasus seperti ini, ini waktunya pihak kepolisian untuk melakukan pembenahan dan evaluasi kepada Batalyon 120. Bahkan saya bilang, kalau menurut warga sekitar keberadaan Batalyon 120 lebih banyak mudaratnya ketimbang hal baiknya, lebih baik dibubarkan saja," ujarnya.

Ditemukannya banyak anak panah busur juga disinggung Prof Hambali, ia menerangkan, alasan Komandan Batalyon, Izhald, merupakan hasil sitaan dari calon rekrutan anggota Batalyon 120.

"Alibi yang kemudian muncul kalau alat ini adalah hasil dari pengumpulan Batalyon 120 saat hendak merekrut anggota. Ini kan sudah salah, yang berhak melakukan penyitaan cuman penyidik kepolisian. Pun kalau mau diterapkan seperti ini, jangan disimpan. Langsung di data kemudian dilaporkan kepada aparat. Itu langkah yang benar," jelasnya.(*)

 

Laporan Jurnalis Tribun Timur Muh Sauki Maulana
 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved