Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

OPINI

Pungli Berkedok Revolusi

Kasus pungli memiliki berbagai jenis dan bentuk, dari yang paling kecil hingga besar tergantung dari strategi marketing dari pelaku masing-masing.

Editor: Hasriyani Latif
Fathur Muhammad
Fathur Muhammad Alumni Ilmu Falak UIN Alauddin Makassar. Fathur Muhammad merupakan penulis Opini di Tribun Timur berjudul Pungli Berkedok Revolusi. 

Fathur Muhammad
Alumnus Ilmu Falak UIN Alauddin Makassar

“Kami mahasiswa Indonesia bersumpah, bertanah air satu tanah air tanpa penindasan”

“Kami mahasiswa Indonesia bersumpah,berbangsa satu, bangsa yang gandrung akan keadilan”

“Kami mahasiswa Indonesia bersumpah, berbahasa satu, bahasa tanpa kebongan”

Ikrar dan sumpah mahasiswa hanya tinggal sepenggal nyanyian luka, ketika revolusi dikebiri, demokrasi dimonopoli, birokrasi mati suri dan aktivis hanya sekadar lambang imajinasi.

Perlawanan yang selalu mengatas namakan keadilan, tapi lupa akan esensi moral dan keberadaban. Ideologi dijunjung tinggi di ubun-ubun kepala, namun etika terbaring dalam keranda.

Menjelang penerimaan mahasiswa baru, kampus diramainkan oleh beragam aktivitas dalam menyambut wajah-wajah baru dari suku, agama, dan ras yang berbeda-beda setelah mereka memiliki status sebagai Mahasiswa.

Tradisi yang sudah menjadi budaya akademik pada tiap kampus di Indonesia khususnya Kota Makassar sebagai poros pendidikan di Indonesia Timur.

Dimana mahasiswa berbondong-bondong menyalurkan bakat dan kreativitasnya masing-masing untuk menyambut kedatangan adik tingkatnya.

Setiap kampus pastinya memilik problematika berbeda-beda dalam proses penerimaan mahasiswa baru, namun terdapat satu kesamaan masalah yang sudah menjadi kultur bahkan lazim, yaitu kasus pungli yang telah mendarah daging pada akal budi dan kesadaran mahasiswa.

Seolah-olah hal tersebut adalah sebagai ajang unjuk gigi untuk sebagian oknum atau pelaku pungli yang menjungjung tinggi status senioritas dan junioritas.

Kasus pungli memiliki berbagai jenis dan bentuk, dari yang paling kecil hingga besar tergantung dari strategi marketing dari pelaku masing-masing; seperti penjualan stiker baik logo kampus ataupun jurusan/prodi yang nominalnya di up hingga Rp 10.000.

Tingkatan selanjutnya adalah pemungutan liar biaya parkir kendaraan roda dua mahasiswa, meskipun mereka parkir dalam wilayah lingkup kampus, biasanya berkisar Rp,5000-20.000, tarifnya bukan main bak parkir di pusat perbelanjaan kota.

Tidak hanya itu, yang paling mahal biasanya adalah maskot mahasiswa yang di atur oleh beberapa oknum mahasiswa yang katanya berintelektual tapi tak pandang moral.

Maskot ini pada umumya berupa kacamata hitam, totebag, slayer, pita dan lain-lain. Harganya juga bukan main berkisar Rp. 80.000-120.000 dan pelaku biasanya memiliki alibi dengan tindak ancaman secara verbal menggunakan ancaman dan intimidasi secara sepihak.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Manuver KPU RI

 

Taubat Politik

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved