Headline Tribun Timur
Mandiri, Jalur ‘Bodoh’ Masuk PTN
Prof Irawan mengingatkan agar Unhas membatasi kuota penerimaan mahasiswa baru lewat jalur Mandiri agar memberi peluang ke perguruan tinggi lain.
Menurut Guru Besar Kedokteran itu, jika kebijakan penghapusan diambil oleh kementerial, rektor suatu universitas bisa mengambil kebijakan lain.
“Jika menteri berkeinginan menghapus jalur non subsidi (mandiri), rektor bisa bikin jalur apa saja. 1001 jalan ke Roma,” katanya.
Mengenai lanjut tidaknya jalur mandiri, kata Prof Irawan, tergantung pada kemampuan perguruan tinggi mencari sumber dana.
Itu dengan memanfaatkan potenai aset yang dimiliki suatu perguruan tinggi. Baik aset sumber daya manusia, sarana dan prasarana. “Idelanya, ya seperti disampaikan tadi. Sepanjang kita bisa memanfaatkan aset itu,” kata Prof Irawan.
Prof Irawan dalam kesempatan itu memberikan contoh pendapatan SPP satu universitas hanya 6,6 persen dari seluruh pendapatan universitas.
“Sisanya dapat dari kontrak kerja, dari aset rumah sakit. Rumah sakit memberikan pendapatan 44 persen,” kata Prof Irawan.
Oleh karena itu, menurutnya apabila universitas bisa mengatur tata kelola dengan baik, maka tidak perlu pembiyaan kegiatan akademik kepada mahasiswa.
“Kalau tidak bisa memanfaatkan secara optimal potensi yang kita miliki, memang terpaksa yang paling gampang adalah SPP.
“Mau paket jalur non subsidi, mau pakai jalur mandiri, mau pakai apa, itu pekerjaan yang gampang. Asal dilakukan dengan tata kelola dengan baik,” jelas Prof Irawan.
Andi Lukman mengatakan, LLDIKTI Wilayah IX sudah menyampaikan secara resmi kepada Menteri Pendidikan dan Kebudataan Nadiem Makarim agar jalur Mandiri ini benar-benar disesuaikan dengan daya tampung.
“Ketika peguruan tinggi itu sudah memiliki daya tampung yang cukup, maka jalur mandiri tidak usah dilakukan,” ujar Andi Lukman.(*)