Headline Tribun Timur
Mandiri, Jalur ‘Bodoh’ Masuk PTN
Prof Irawan mengingatkan agar Unhas membatasi kuota penerimaan mahasiswa baru lewat jalur Mandiri agar memberi peluang ke perguruan tinggi lain.
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - “Satu pertanyaan untuk Prof Irawan, apa jalur Mandiri masih tetap dibutuhkan?”
Prof Irawan Yusuf menjawab lugas, “Sepanjang kita belum mampu mengoptimalkan secara maksimal segala potensi yang kita miliki, maka jalur Mandiri masih tetap perlu karena itu yang paling mudah,”.
Jawaban mantan dekan Fakultas Kedokteran Unhas dan peraih suara terbanyak ketiga dalam Pemilihan Rektor Unhas 2013 itu spontan mendapat aplaus dari anggota Forum Dosen di Redaksi Tribun Timur.
“Artinya, sepanjang kita bodoh, lanjutkan!” timpal Guru Besar Hukum UMI, Prof A Muin Fahmal.
Hanya saja, Prof Irawan mengingatkan agar Unhas membatasi kuota penerimaan mahasiswa baru lewat jalur Mandiri agar memberi peluang ke perguruan tinggi lain, khususnya swasta.
Jalur Mandiri masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menjadi salah satu sub topik yang banyak dipersoalkan dalam Diskusi Forum Dosen, Kamis (25/8/2022).
Diskusi hybrid itu dipandu Koordinator Forum Dosen, Dr Adi Suryadi Culla.
Hadir juga di redaksi Tribun, Ketua Lembaga Layanan Perguruan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah 9 Andi Lukman, Pengarah dan Konsultan KKN Kebangsaan Tahun 2022 yang juga Ketua Tim Pengembangan KKN Kebangsaan Tingkat Nasional Hasrullah, Dosen Fakuktas Teknik UMI Naidah Naing, Rektor Unifa Mulyadi Hamid, Guru Besar Fisika Unhas Prof Tasrief Surungan, dan Dosen Unismuh Idham Khalid.
Sedangkan di ruang virtual zoom, hadir Sekretaris Unhas Prof Sumbangan Badja, Rektor Universitas Cokroaminoto Prof M Tahir Kasnawi, Wakil Rektor Unibos Mas’ud Muhammadiyah, Guru Besar Kedokteran Unhas Prof Irawan Yusuf, Guru Besar Unibos Prof Dr Marwan Mas.
Guru Besar UNM Prof Sofyan Salam, Guru Besar FKM Unhas Prof Amran Razak, Guru Besar Unhas Prof Andi Pangerang Moenta, Ekonom Unhas Prof Marsuki DEA, Epidemiolog Unhas Aminuddin Syam, Dosen Fisipol Unhas Ishak Rahman, Imran Hanafi, Mujahid Said, Asni Zubair, Rusda Ananda, Nur Lina, dan Hasan Basri.
Tema diskusi sebenarnya adalah Problem Wacana Publik Atas Tata Kelola Perguruan Tinggi. Tapi kebanyakan narasumber fokus pada fenomena jalur Mandiri masuk perguruan tinggi negeri.
Mulyadi menyorot lebih awal jalur Mandiri. Dia tegas meminta pengertian Unhas, UNM, dan UIN Alauddin agar menghentikan jalur mandiri itu.
“Selama pandemic, mahasiswa yang masuk kuliah di perguruan tinggi swasta semakin sedikit, bahkan sangat sedikit. Setelah pandemi, masih tetap sedikit. Kami menduga, salah satu penyebabnya karena adanya jalur Mandiri itu,” kata Mulyadi.
Menurut Prof Irawan, SPP masih menjadi sumber penghasilan utama perguruan tinggi, apalagi yang berstatus Badan Hukum (BH).
“Entah SPP itu dari jalur Mandiri atau apapun namanya. Permintaan bagus itu dari Rektor Unifa. Jadi harusnya kita batasi untuk yang Unhas agar kita bisa beri kesempatan kepada yang lain,” jelas Prof Irawan.
Menurut Guru Besar Kedokteran itu, jika kebijakan penghapusan diambil oleh kementerial, rektor suatu universitas bisa mengambil kebijakan lain.
“Jika menteri berkeinginan menghapus jalur non subsidi (mandiri), rektor bisa bikin jalur apa saja. 1001 jalan ke Roma,” katanya.
Mengenai lanjut tidaknya jalur mandiri, kata Prof Irawan, tergantung pada kemampuan perguruan tinggi mencari sumber dana.
Itu dengan memanfaatkan potenai aset yang dimiliki suatu perguruan tinggi. Baik aset sumber daya manusia, sarana dan prasarana. “Idelanya, ya seperti disampaikan tadi. Sepanjang kita bisa memanfaatkan aset itu,” kata Prof Irawan.
Prof Irawan dalam kesempatan itu memberikan contoh pendapatan SPP satu universitas hanya 6,6 persen dari seluruh pendapatan universitas.
“Sisanya dapat dari kontrak kerja, dari aset rumah sakit. Rumah sakit memberikan pendapatan 44 persen,” kata Prof Irawan.
Oleh karena itu, menurutnya apabila universitas bisa mengatur tata kelola dengan baik, maka tidak perlu pembiyaan kegiatan akademik kepada mahasiswa.
“Kalau tidak bisa memanfaatkan secara optimal potensi yang kita miliki, memang terpaksa yang paling gampang adalah SPP.
“Mau paket jalur non subsidi, mau pakai jalur mandiri, mau pakai apa, itu pekerjaan yang gampang. Asal dilakukan dengan tata kelola dengan baik,” jelas Prof Irawan.
Andi Lukman mengatakan, LLDIKTI Wilayah IX sudah menyampaikan secara resmi kepada Menteri Pendidikan dan Kebudataan Nadiem Makarim agar jalur Mandiri ini benar-benar disesuaikan dengan daya tampung.
“Ketika peguruan tinggi itu sudah memiliki daya tampung yang cukup, maka jalur mandiri tidak usah dilakukan,” ujar Andi Lukman.(*)