Opini Abdul Gafar
Opini Abdul Gafar: Liar
Dalam kehidupan sehari-hari kata liar dapat memberikan makna sesuai kata-kata yang mendampinginya. Sesuatu yang liar susah dikendalikan..
Oleh:Abdul Gafar
Dosen Purnabakti Ilmu
Komunikasi Unhas Makassar
TRIBUN-TIMUR.COM - Dalam kehidupan sehari-hari kata liar dapat memberikan makna sesuai kata-kata yang mendampinginya. Sesuatu yang liar susah dikendalikan.
Pergerakannya tidak teratur. Kenyataan ini melingkupi berbagai aktivitas keseharian kita.
Boleh saja ditemukan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, ekonomi, politik, dan lain-lain. Banyak aspek yang dapat dipengaruhinya dalam ke-liar-an.
Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, biasa kita temukan adanya kelompok masyarakat yang masuk kategori liar. Mereka ini melakoni kehidupannya dalam kondisi ketidakteraturan, semaunya saja. Tidak mau diatur.
Sudah salah, ngotot pula melawan. Munculnya perkampungan kumuh karena melakukan serobotan.
Cara-cara ilegal dan liar dilakukan demi memenuhi keinginannya. Ketika ingin ditertibkan, muncul perlawanan.
Kalangan remaja hingga dewasa yang hobbi balapan terkadang memanfaatkan kesempatan secara liar di jalan raya. Jumlah penonton serta riuhnya sorakan dan tepuk tangan menambah liarnya para pembalap tersebut.
Ajang balap liar ini biasanya hanya untuk unjuk ketangkasan semata. Tidak mencari juara. Tetapi kadang disisipi unsur judi sehingga kategori juara yang diincar para pmbalap liar itu.
Begitu pula dalam dunia persepakbolaan, dikenal adanya ‘bola liar’ yang susah diprediksi pergerakannya. Bola-bola muntah secara liar terkadang dimanfaatkan secara efektif ke arah gawang lawan.
Sentuhan bola dari kaki ke-kaki secara liar menjadi kawalan ketat dari para pemain.
Munculnya gerombolan liar dalam masyarakat yang biasa melakukan kekacauan, terkadang susah dilumpuhkan.
Mereka datang secara tiba-tiba menyerang, lalu kemudian menghilang. Pukul dan lari. Ada bagian di negeri ini yang kelompoknya digelari sebagai Gerakan Pengacau Keamanan (GPK).
Ada juga yang dilabel sebagai Kelompok Kriminal Sipil Bersenjata (KKSB). Mereka ini bergerak secara liar melakukan intimidasi atau serangan fisik yang mematikan kepada pihak yang dianggap musuhnya.
Tampaknya Pemerintah belum efektif menangani pergerakan kelompok liar ini.
Sudah banyak korban jiwa yang ditimbulkan oleh kelompok ini.
Ketika ada kejadian, bisa saja dijadikan sebagai bola liar atau bola panas yang siap digulirkan. Di sini akan tampak peran media sebagai akselerator, provokator, dan manipulator. Tentu saja yang dimaksudkan di sini adalah media sosial yang bertebaran di mana-mana.
Unsur cek, ricek, dan kroscek tidak dilakukan secara profesional dan bertanggung jawab.
Pokoknya hantam saja, urusan benar atau salah nanti dibelakang. Sesuatu yang ada, ditiadakan, sebaliknya yang tiada, diada-adakan seolah-olah benar adanya.
Informasi liar terus mengalir mengisi relung-relung ketidakpastian. Semakin ditiup semakin menarik untuk memanas-manaskan situasi.
Kasus yang menarik perhatian kita adalah tewasnya seorang ajudan Perwira Tinggi Kepolisian Republik Indonesia. Informasi awal adalah tembak menembak.
Berita ini cukup lama menghiasi media massa kita bahwa telah terjadi tembak menembak sesama anggota Polri karena ada unsur pelecehan terhadap isteri sang Perwira Tinggi yang diawalnya.
Penyelidikan telah dilakukan secara cermat. Dibentuk satuan tugas khusus untuk melacak kasus ini.
Berbagai alat bukti telah ditemukan, misalnya CCTV.
Catatan perjalanan sang Jenderal ini dari satu lokasi ke lokasi terakhir terus dipelototi.
Benarkah telah terjadi tembak-menembak ataukah ditembak ? Benarkah telah terjadi pelecehan ?
Kita belum mendapatkan informasi yang akurat tentang kasus ini. Sekarang malah melebar ke kasus lain yang dihubung-hubungkan.
Informasi semakin liar digoreng ke sana-ke sini. Masyarakat yang mengikuti pemberitaan pun semakin tidak pasti alias kebingungan.
Kemanakah sasaran akhir dari keliaran informasi yang berkembang di dalam masyarakat kita?
Membersihkan kotoran dengan menggunakan sapu kotor akankah berhasil ? Kita nantikan episode berikutnya ! (*)