Opini Abdul Karim
Citayam Fashion Week: Ekspresi Kaum Rudin dan Upaya Penyingkirannya
walau mereka kaum rudin, terbukti mereka sukses merintis fashion diruang bebas, di kawasan SCBD, Dukuh Atas, Jakarta disebut Citayam Fashion Week.
Tetapi CFW hadir seolah melibas semua itu. Kehadirannya dengan suguhan catwalk natural urban diruang publik seakan menegaskan bahwa “kemustahilan” bergeser menjadi “tak mustahil”.
Mereka tak pantas lagi disebut anak-anak, gagal ekonomi, dan gagap tekhnologi, sebab terbukti Medsos dan media massa mainstream telah mereka jinakkan. Dan publik pun menikmatinya.
Industri media massa yang selama puluhan dasawarsa seperti televisi tak pernah mengakomodasi mereka. Lensa kamera shooting tak pernah merekam wajah-wajah mereka yang legam dan dekil itu.
Kapitalisme televisi tak pernah peduli pada mereka. Tak ada ruang yang tersedia bagi mereka—kecuali bila mereka berlaku onar, buru-buru media massa mengarahkan kamera ke wajah mereka.
Kini, kaum rudin yang diwakili anak belasan tahun Bonge, Roy, Jeje, Kurma dan lainnya mengubah yang mustahil menjadi tak mustahil.
Kamera media dan kamera Medsos berpacu menyorot wajah mereka yang tak akrab dengan pemutih.
Ekspresi mereka harus diakui telah menciptakan arena baru bagi dunia urban.
Mereka menyuguhkan panggung baru yang tak terduga bagi pecandu gaya hidup metropolis. Dan daya pikat panggung aspal itu sungguh mempesona. Selebritis dan kaum mapan kota lantas mengalir ke sana.
Hal penting, kehadiran sejumlah selebritis, muda-mudi mapan, serta emak-emak sosialita di atas aspal zebra cross ala CWF itu—menunjukkan “kesetaraan tanpa fatamorgana”. Apapun motivnya, kesetaraan diruang itu nyata dan mengalir.
Dari situ kita mengerti esensi kesetaraan yang sebenarnya, bahwa kesetaraan tak jauh dari berjumpanya “yang rudin” dan “yang mapan” dalam ruang yang sama tanpa selisih jarak, tanpa dominasi, tanpa kuasa-menguasai.
Belakangan, Baim Wong dan bininya yang model itu Paula Verhoeven hendak “menguasai” CFW dengan mendaftarnya di kementrian Hukum dan HAM untuk meraih sertifikat HAKI. Beruntunglah nitizen mengecamnya. Langkah Baim terhenti.
Tetapi gejala tersingkirnya Bonge, Roy, Jeje, dan Kurma dari CFW selalu menyala.
Kemunculannya yang cair tidak terstruktur dan terkonstruksi secara spontan membuat komunitas itu begitu rentan disingkirkan oleh mereka yang punya resource ekonomi dan power yang kuat.
Artinya, arena CFW berpotensi diambil alih oleh kaum kelas menengah yang mapan.
Entah untuk keperluan bisnis dan gaya hidup urban, entah untuk kebutuhan panggung politik.