Opini Firdaus Muhammad
Annangguru Edda
Annanguru Edda memiliki nama asli Hudaedah. Ia ulama perempuan yang menghabiskan sebagian besar usianya semata mengajar kitab kuning di rumah wakaf.
Oleh: Firdaus Muhammad
Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin dan
Ketua Komisi Infokom MUI Sulsel
TRIBUN-TIMUR.COM - Annanguru Edda memiliki nama asli Hudaedah.
Masyarakat di Bonde Campalagian lebih akrab memanggilnya Annangguru Edda.
Beliau adalah ulama perempuan yang menghabiskan sebagian besar usianya semata mengajar kitab kuning di rumah wakaf yang didiaminya.
Para santrinya berganti satu angkatan ke angkatan berikutnya selama puluhan tahun.
Penulis pernah berkunjung di kediaman tempat beliau memberi pengajian dan sejumlah kitab yang beliau ajarkan tersimpan rapih.
Annangguru Edda dilahirkan tahun 1945 dan wafat pada 7 Desember 2017 dimakamkan di Bonde Campalagian, sekira dua puluh meter dari kediamannya, tepat di pemakaman umum di Campalagian, tidak jauh dari makam AGH. Maddeppungeng.
Annangguru Edda sejatinya hanya melanjutkan tradisi pengajian kitab kuning yang dilakukan ulama-ulama sebelumnya.
Beliau tinggal di rumah wakaf yang ditempati para santri dari berbagai daerah, rumah yang diwakafkan Annangguru Abba Amir.
Dalam penelitian Syarifuddin (2020) yang dinarasikan berbentuk kisah-kisah itu berjudul; Barakka Annangguru Edda: Meraih Berkah dari Ulama Perempuan Tanah Mandar yang dimuat dalam buku To Panrita: Kisah-kisah Hikmah Para Ulama diterbitkan Balitbang Agama Makassar tahun 2020. Syarifuddin uraikan, tradisi pengajian kitab di Campalagian dilakukan dari generasi ke generasi misalnya dari AGH Abdul Hamid qadhi Campalagian kemudian dilanjutkan oleh menantunya AGH Madeppungeng, diwarisi AGH Muh Zein hingga ke Anannnguru Edda hingga beliau wafat.
Para ulama tersebut mendalami pengajaran nahwu Sharaf dan ilmu alat lainnya yang memudahkan untuk membaca kitab kuning.
Annangguru Edda merupakan murid AGH Muh Zein, ia mengabiskan waktunya berkhidmat pada gurunya itu hingga wafat.
Berkat pengabdiannya itu beliau mendapat berkah memiliki kemampuan mengajar hal serupa.
Beliau mengajar segala usia tanpa memungut imbalan bahkan justru dirinya yang menyiapkan konsumsi seadanya pada para santrinya.
Orangnya ramah, cara mengajarnya mudah dipahami dan tidak pernah marah.
AGH Muh Zein merupakan menantu AGH Madeppungeng.
Dikenal sebagai puangkali dan menjelang akhir hayat kehilangan penglihatan secara total, meski begitu beliau tetap aktif mengajar didampingi Annnangguru Edda.
Dikisahkan, Annangguru Edda hanya menempuh pendidikan hingga kelas dua sekolah dasar dan putus sekolah karena membantu orang tuanya brtani.
Suatu waktu, Edda menemui AGH Muh Zein untuk berguru lalu diizinkan. Bahkan dimotivasi bahwa dia sebagai seorang perempuan dapat mengalahkan laki-laki jika sungguh-sungguh belajar.
Alhasil, beliau memtuskan untuk belajar dan berkhidmat pada AGH Muh Zein. Diangkat sebagai sekretaris peribadi karena memiliki tulisan yang bagus baik arab maupun latin.
Tutur katanya lembut dan sangat tawadhu sekalipun murid-muridnya banyak yang sukses.
Para santri belajar Sharaf Galappo dengan metode menghafal lalu menghadapkan hafalan pada Annangguru Edda hingga mahir.
Beliau menjadi contoh motivasi para santrinya, dirinya tidak tamat sekolah dasar dan tidak berguru kecuali hanya pada satu guru yakni AGH Muh Zein.
Beliau lebih banyak sebagai pelayan sang guru termasuk menyiapkan makanan.
Disitulah lahir berkah, beliau mampu menghafal Sharaf galappo dengan fasih hingga mengajarkannya, mengajarkan sejumlah kitab karena mendapatkan baraka dari gurunya dengan segenap pengabdiannya.(*)