Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Dr Suryani Syahrir

Iduladha: Pemuda Mulia dan Ketaatan Paripurna

Rasa bahagia menghinggapi setiap jiwa-jiwa yang rindu akan perayaan hari besar umat Islam tersebut.

(TribunWow.com/Rusintha Mahayu)
Ilustrasi Hari Raya Idul Adha. Opini berjudul Iduladha: Pemuda Mulia dan Ketaatan Paripurna oleh Dr Suryani Syahrir 

Oleh: Dr Suryani Syahrir
Dosen dan Pemerhati Sosial

TRIBUN-TIMUR.COM - Kumandang takbir, tahlil, dan tahmid membahana seantero jagat, tak terkecuali di negeri ini.

Rasa bahagia menghinggapi setiap jiwa-jiwa yang rindu akan perayaan hari besar umat Islam tersebut.

Terlebih jika memaknai pelajaran besar di balik perayaan Iduladha. Sebuah pengorbanan super dari seorang pemuda taat bernama Ismail.

Setiap bertemu hari raya Iduladha, kita akan terkenang dengan sosok luar biasa yakni Nabi Ibrahim a.s. dan putranya Nabi Ismail a.s. Keimanan tiada tara berpadu pada diri seorang bapak dan anak.

Hal ini tercermin dari kerelaan Ismail untuk segera memenuhi perintah Sang Khalik, Allah Swt. Perintah untuk disembelih oleh sang ayah.

Pun figur ayah yang memberi teladan luar biasa. Padahal, Ismail adalah anak yang dinanti-nati setelah sekian lama.

Pada saat itu, Ibrahim tidak serta merta melaksanakan perintah yang sungguh sangat berat bagi manusia biasa. Namun, tidak bagi Ibrahim.

Didapati jawaban yang sungguh sangat menakjubkan dari sosok pemuda salih. Jawaban untuk menyegerakan perintah Sang Pencipta, sebagai bukti ketaatan total kepada-Nya. Masyaallah!
Belajar dari sosok pemuda seperti Ismail, tentu bukan produk instan.

Didikan orangtua dan support system yang melingkupi kehidupannya, membuat Ismail menjadi sosok dambaan semua orang. Anak yang dibesarkan dalam lingkup keluarga yang disinari keimanan kuat, menjadikannya sebagai pemuda teladan hingga hari ini. Diabadikan dalam ayat-ayat suci Al-Qur’an.

Pemuda Produk Sistem Kapitalisme Sangat berbeda dengan profil pemuda saat ini. Generasi yang terlahir dari rahim system kapitalisme, meniscayakan terjadinya ketimpangan dimana-mana. Lihatlah potret buram generasi zaman now. Kriminalitas sudah di luar nalar, terjadi dalam skala yang begitu luas.

Bukan saja menerpa masyarakat urban, tetapi hingga ke pelosok desa.
Semua terjangkit penyakit yang sama.

Liberalisasi dan sekularisasi menghantam anak negeri tanpa atas. Hedonisme pun akhirnya makin merusak generasi.

Beragam konten unfaedah bahkan spam menghiasi platform media sosial. Segala hal dijadikan konten, bahkan ke ranah private.

Kamar pengantin hingga adegan yang tidak patut ditonton publik, demi eksistensi. Demam K-Pop masih menjadi hal yang digandrungi anak milenial. Parahnya lagi, generasi kolonial juga akhirnya latah.

Jangankan membahas ketaatan kepada Sang Pencipta, kepatuhan pada orangtua dipertanyakan. Banyaknya kasus anak yang membangkang kepada orangtua, bukti rusaknya potret generasi produk sistem hari ini.

Pun, sebaliknya. Orangtua menzalimi bahkan rela membunuh darah dagingnya sendiri, menjadi hal lumrah.

Lihatlah betapa banyak kasus aborsi di negeri ini. Buah sistem pergaulan yang menegasikan perintah Ilahi. Kebebasan dijunjung tinggi, hingga menabrak norma-norma susila bahkan agama.

Jadilah segala tindakan yang ada berdasar hawa nafsu semata, tanpa filter keimanan. Kebijakan pun dibuat seolah tidak menimbulkan efek jera bagi pelakunya, karena tidak menyentuh substansinya.

Inilah bukti lemahnya produk buatan manusia. Makhluk lemah dan sangat terbatas. Rawan kecurangan dan penyimpangan. Segala hal diukur berdasarkan kacamata materi, bukan berdasarkan akidah. Tolok ukur perbuatan, bukan halal haram atau benar salah dari perspektif syariat. Namun, berdasar asas kepentingan semata.

Butuh Support System Hakiki

Gambaran sosok Ismail, sangat berbeda secara diametral dengan pemuda produk system kapitalisme.

Sosok pemuda seperti Ismail banyak ditelorkan dari peradaban Islam sepanjang sejarah penerapan sistem Islam paripurna.

Dimana semua hal distandarkan pada syariat Islam.

Kita tentu tidak asing dengan nama-nama besar seperti Imam Syafi’i, Salahuddin Al Ayyubi, Muhammad Al Fatih, dan sederet nama pemuda-pemuda briliant dan gagah berani. Mereka menjadi sosok pemuda yang menjadikan masa mudanya penuh dengan dedikasi pada agamanya.

Waktu dan kesempatan yang diberikan Allah Swt. benar-benar tercurah di jalan yang diridai-Nya.
Namun, kesemua hal tersebut bisa tercipta jika ditopang oleh support system secara komprehensif. Inilah yang diterapkan sepanjang peradaban Islam mewarnai dunia selama 13 abad.

Seluruh aspek kehidupan diatur dengan sistem Islam kafah. Tidak ada pemisahan urusan dunia dan akhirat, karena hakikatnya seluruh kehidupan kita terikat dengan hukum syarak.
Negara diamanahi mengurus seluruh urusan rakyat berdasar akidah Islam.

Rakyat pun sejahtera dengan pemenuhan kebutuhan dasar individu dan kebutuhan publik secara adil.

Sinergi rakyat dan penguasa berjalan harmonis, karena berlandaskan keimanan.
Suasana ketakwaan begitu menyejukkan sehingga semua orang niscaya akan merindukannya.

Kisah Ismail diabadikan dalam salah satu surat yakni QS. As Shaafaat: 102, yang artinya: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu.

Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insyaallah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”

Beginilah gambaran generasi yang terlahir dari support system yang bersumber dari Sang Pencipta, melahirkan ketaatan paripurna.

Semoga momentum Iduladha, mampu menjadikan kita pribadi-pribadi yang rela diatur oleh sistem yang berasal dari Allah Swt. sebagai pencipta manusia dan seluruh isi jagat raya.
Wallahua’lam bis Showab. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved