Opini Dr Ilham Kadir MA
Daging Qurban
Musim qurban tiba, masyarakat muslim seantero dunia bersuka cita menyambut Idul Adha.
Oleh: Dr Ilham Kadir MA
Pimpinan BAZNAS Enrekang
TRIBUN-TIMUR.COM -Musim qurban tiba, masyarakat muslim seantero dunia bersuka cita menyambut Idul Adha.
Baik para mudhahhi, atau pequrban maupun para mustahik, atau penerima daging qurban, keduanya menikmati suasana kebahagian yang tak terhingga.
Yang pertama berbahagia karena mampu berbagi terhadap sesama, yang kedua bahagia karena mendapat bagian dan atau hadiah dari daging qurban.
Itulah nikmat kehidupan, ada golongan yang memberi dan ada penerima, keduanya laksana mata uang, bagian tidak terpisahkan.
Tulisan ini, akan mengkaji lebih spesifik terkait syarat-syarat sahnya ibadah qurban.
Dan apakah pembagian daging qurban merupakan bagian dari syarat sahnya ibadah qurban? Adakah dalil yang jelas tentang porsi daging yang harus dibagikan kepada orang lain? Dan bagaimana managemen penyaluran qurban dewasa ini? Amma Ba'du!
Karena qurban adalah ibadah tauqifi atau penetapan hukumnya jelas berdasarkan nash yang ada baik dalam Al-Qur'an maupun hadis, maka untuk mengetahui syarat-syarat sahnya qurban dapat dengan mudah diketahui, lebih jelas lagi jika merujuk kepada pendapat ulama mazhab.
Kita mulai dengan melihat syarat-syarat sahnya ibadah qurban yang meliputi orang yang berkurban, hewan yang dikurbankan, cara penyembelihan, sampai pembagian dagingnya.
Orang yang berqurban harus memenuhi syarat telah ditentukan: beragama Islam, dewasa (baligh), berakal atau mampu membedakan hukum-hukum agama (wajib, sunnah, makruh, haram, mubah, halal), dan mampu.
Mampu dalam hal ini berarti orang tersebut mampu membeli hewan kurban pada waktu mendekati Hari Raya Idul Adha. Dan setelahnya masih mampu memenuhi kebutuhan pokoknya.
Kriteria mampu ini bisa berbeda tiap mazhabnya. Pada Mazhab Hambali, mampu berarti ketika seseorang pada Idul Adha mampu membeli hewan qurban dengan uangnya.
Meski uang tersebut diperoleh dari berhutang dan ia mampu membayarnya di kemudian hari.
Menurut Mazhab Syafi'i, mampu berarti apabila seseorang memiliki harta untuk membeli hewan qurban dan hartanya masih cukup memenuhi kebutuhan dirinya dan orang yang ditanggungnya.
Pada Mazhab Maliki, mampu berarti ketika seseorang kemampuan untuk membeli hewan qurban pada tahun ia akan berkurban.
Tapi, jika dia punya kebutuhan yang mendesak lainnya sehingga dana qurban terpakai oleh kebutuhan tersebut, orang ini tidak disunahkan untuk berqurban.
Sementara untuk Mazhab Hanafi, mampu artinya orang yang memiliki harta sebanyak dua ratus dirham atau mempunyai seratus dirham tetapi tidak termasuk tempat tinggal, pakaian dan perabot yang ia miliki.
Walau faktanya, sulit menemukan kriteria mampu di Indonesia.
Sebab ada orang yang hanya berprofesi sebagai pemulung tapi mampu berqurban secara rutin tiap tahun.
Ada pula orang yang tinggal di rumah besar kawasan elite punya kendaran berupa mobil pribadi tapi merasa tidak mampu karena satu dan lain hal.
Hewan qurban juga memiliki syarat khusus, baik jenis hewan, umur hewan hingga kondisi atau keadaan hewan yang akan diqurbankan.
Lebih jelasnya dapat dimengerti dari Hadis Nabi berikut, Dinarasikan oleh Al-Barra bin Azi, "Ada empat macam hewan yang tidak sah dijadikan hewan qurban: (1) matanya jelas-jelas buta (picek), (2) yang (fisiknya) jelas-jelas dalam keadaan sakit, (3) yang (kakinya) jelas-jelas pincang, dan (4) yang (badannya) kurus lagi tak berlemak.” (Hadits Hasan Shahih, riwayat al-Tirmidzi: 1417 dan Abu Dawud: 2420). Sedangkan jenis hewan yang bisa diqurbankan hanya onta minimal berumur 5 tahun, sapi minimal 2 tahun atau telah ganti gigi, kambing berumur minimal setahun. Kerbau digolongkan dalam jenis sapi, dan biri-biri dan domba masuk kategori kambing.
Bagi yang berqurban patungan, maka onta dan sapi tujuh orang atau maksimal tujuh keluarga. Sedangkan kambing tidak boleh patungan.
Tata cara penyembelihan, maka penyembelih harus seorang muslim, membaca 'Bismillah Wallahu Akbar, Allahumma Hadza Minka fataqabbal [lalu menyebut nama pequrban]".
Diharuskan memakai alat sembelih yang tajam dan tidak boleh menyembelih dengan menggunakan kuku dan tulang.
Hewan Qurban cacat tapi makruh jika telinga sobek, berlobang, dan atau terpotong; Tanduk patah atau retak; Ekor terputus; Sanglir (biji kemaluan tidak lengkap).
Waktu penyembelihan setelah selesai menunaikan shalat Idul Adha ditambah 3 hari tasyriq (hari ketiga setelah Asar) menurut pendapat Imam Syafi'i.
Terkait pembagian daging qurban, terdapat beberapa catatan yang harus diketahui bagi pequrban dan panitia.
Syarat sahnya qurban juga terkait dengan larangan membagikan daging qurban ke orang tertentu berupa para pemotong dan pekerja dengan maksud sebagai imbalan atas pekerjaan mereka. Sayid Sabiq menulis, "La yajuzu an yu'thaa al-jazzar al-ujrata minal hadyi. Tidak boleh memberikan upah dari hewan qurban kepada para penjagal [pekerja]", (Sayid Sabiq, ',Fiqh Sunnah', Darul-Fikr: Beirut, 2007, I/433).
Namun dibolehkan memberikan mereka daging dengan maksud sebagai hadiah, berdasar pada Hadis Nabi dan testimoni Ali radhiallahu 'anhu, Aku diperintah oleh Rasulullah untuk mengurusi unta-unta qurbannya, dan untuk membagikan kulit-kulitnya, dan kulit kering yang diletakkan pada punggung unta untuk melindungi dari dingin, dan aku diperintahkan untuk tidak memberikan daging sebagai upah kepada para penjagal.
Lalu Ali berkata, Kami memberikan upah kepada para jagal dari harta yang kami miliki. Hadi ini dirawikan oleh Jama'ah, atau Bukhari-Muslim dan 4 lainnya. Lalu apakah ada ketetapan porsi daging qurban yang harus dibagikan? Saya kemukakan dua hadis sebagai dasar utama, serta pandangan ulama.
Hadis pertama dari Aisyah dan diriwayatkan oleh Imam Muslim, Nabi Bersabda, Makanlah, Simpanlah, dan Sedekahkanlah. Hadis kedua, dari Salmah bin Akwa', dirawikan oleh Imam Bukhari, Nabi bersabda, Makanlah, Masak lalu bagikan ke orang lain, dan sedekahkanlah.
Jika merujuk pada kedua hadis di atas, maka hadis pertama menunjukkan jika bagian untuk yang berqurban labih banyak, dua banding satu.
Sedangkan hadis kedua pun demikian, namun harus dimasak lalu mengundang orang lain untuk makan bersama.
Beberapa daerah, khususnya di Enrekang mengamalkan hadis kedua ini. Berqurban, lalu memasak, dan mengundang orang-orang untuk datang menikmati hidangan daging qurban bersama.
Secara umum, terkait pembagian daging qurban, ulama terbagi menjadi dua golongan: Imam Ahmad bin Hambal: Dimakan untuk pequrban; dimasak untuk diberikan makan orang lain; dan disedekahkan. Imam Syafi'i: Diutamakan agar bagian untuk dimakan dan disimpan tidak melebihi dari sepertiga; sepertiga lainnya dihadiahkan; dan sisanya disedekahkan pada fakir miskin. Mazhab Syafi'i dan Ahmad bin Hanbal mewajibkan pembagian daging hewan qurban berdasarkan ayat, "Makanlah dan berikanlah sebagian kepada orang-orang sengsara dan fakir", (QS. Al-Hajj:28).
Mazhab Maliki dan Hanafiah berpendapat, diutamakan dan terpuji membagikan daging hewan qurban pada orang lain, tetapi bukan wajib.
Alasannya: Esensi syariat berqurban adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah dan manifestasi rasa syukur. Ini beda dengan syariat zakat yang memang bertujuan untuk dibagikan kepada golongan tertentu, utamanya fakir dan miskin.
Berikut aya kutip pendapat Sayid Sabiq, "Bagi yang berqurban hendaknya memakan qurbannya yang diperbolehkan untuk memakannya sebanyak yang ia inginkan, tanpa batas. Juga berhak untuk membagikan atau bersedekah sebanyak yang ia inginkan.
Ada juga pendapat bahwa dimakan setengah, dan lebihnya disedekahkan, ada juga pendapat agar dibagi tiga: sepertiga dimakan, sepertiga dijadikan hadiah, dan sepertiga disedekahkan,".
Jelasnya, pembagian daging qurban bukan termasuk syarat sahnya qurban, tentu lebih banyak dibagikan pahalanya lebih banyak pula.
Dan dewasa ini, sudah banyak panitia qurban dibentuk oleh lembaga filantropi yang kredibel seperti Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) untuk mengelola qurban dan pembagian hewan qurban dengan sangat baik, termasuk pembagian daging yang telah dikalengkan lalu diserahkan pada masyarakat tertentu yang terbelakang dari segi ekonomi.
Atau minimal, melakukan pengantaran dan pemerataan pembagian daging qurban ke desa-desa terpencil yang penduduknya jarang sekali menikmati hidangan daging, lebih khusus lagi di daerah terpencil yang minoritas muslim seperti Tator dan lainnya. Selamat Menyambut Hari Raya Qurban, 1443 Hijriah. (*)