Opini Lutfie Natsir
Memahami Azas Hukum Contractus Actus dalam Pelaksanaan Administrasi Pemerintahan
Oleh karena itu pejabat tata usaha negara haruslah secara cermat melihat ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.
Oleh : Lutfie Natsir SH MH CLa
Pemerhati Masalah Hukum
TRIBUN-TIMUR.COM - Secara umum pengertian Administrasi Pemerintahan, adalah ialah:
1. Tata Laksana dalam pengambilan keputusan dan / atau Tindakan oleh badan dan / atau pejabat pemerintahan.
2. Fungsi Pemerintahan adalah fungsi dalam melaksanakan administrasi pemerintahan meliputi fungsi pengaturan, pelayanan, pembangunan, pemberdayaan dan perlindungan.
Asas contrarius actus berasal dari bahasa Latin yang artinya tindakan yang yang dilakukan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang menerbitkan keputusan tata usaha negara dengan sendirinya (otomatis) badan/pejabat tata usaha yang bersangkutan memiliki kewenangan untuk membatalkannya.
Asas contrarius actus atau dapat disebut juga sebagai consensus contrarius ( tindakan sebaliknya, hukum yang bertentangan ) merupakan istilah yuridis, dimana menunjukkan terhadap tindakan sebelumnya (actus primus) yang dibatalkan atau dihapuskan. contrarius actus memiliki kekuatan hukum yang sama dengan actus primus.
Sebagai contoh, undang-undang hanya dapat diubah atau dicabut dengan tindakan hukum lain, tindakan administratif hanya dapat dibatalkan oleh tindakan administratif lain, dan transaksi hukum hanya dapat diubah dengan transaksi legal lainnya, misalnya perjanjian kontrak dapat dicabut melalui kontrak pencabutan.
Asas Contrarius Actus dalam Hukum Administrasi Negara adalah asas yang menyatakan badan atau pejabat tata usaha negara yang menerbitkan keputusan tata usaha negara dengan sendirinya juga berwenang untuk membatalkannya.
Asas ini berlaku meskipun dalam keputusan tata usaha negara tersebut tidak ada klausula pengaman yang lazim, “apabila dikemudian hari ternyata ada kekeliruan atau kehilafan maka keputusan ini akan ditinjau Kembali”.
Pada praktiknya, apabila sebuah keputusan tata usaha negara terdapat kekeliruan administratif atau cacat yuridis yang berhak mencabut suatu keputusan tata usaha negara adalah pejabat / instansi yang mengeluarkan keputusan tata usaha negara itu sendiri dan dilakukan dengan peraturan yang setaraf atau yang lebih tinggi.
Disamping itu, dalam proses pencabutan sebuah keputusan tata usaha negara juga harus memperhatikan asas dan ketentuan yang berlaku, kecuali Undang-Undang dengan tegas melarang untuk mencabutnya.
Dalam penerapannya di lapangan, apabila keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan oleh pejabata tata usaha negara mengandung suatu kecacatan yuridis atau kekeliruan secara administratif, maka yang berwenang untuk mencabut kembali adalah pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan tersebut melalui suatu keputusan tata usaha negara yang memiliki kesetaraan yang sama atau tingkat yang lebih tinggi.
Oleh karena itu pejabat tata usaha negara haruslah secara cermat melihat ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.
Pada dasarnya asas contrarius actus melakat secara otomatis kepada pejabat tata usaha negara tanpa harus disebut secara eksplisit di dalam Undang-Undang.
Apabila merujuk pada ketentuan Pasal 33 ayat (3) UU No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP) yang menyatakan bahwa “Pencabutan Keputusan atau Penghentian Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilakukan oleh: (a) Badan dan/atau Pejabat Pemerintah yang mengeluarkan keputusan dan/atau Tindakan; atau (b) atasan Badan dan/atau Atasan Pejabat yang mengeluarkan keputusan dan/atau tindakan apabila pada tahap penyelesaian Upaya administrasi.
Pasal 64 UU AP menggariskan kriteria-kriteria tertentu para pejabat administrasi negara dalam hal pencabutan suatu keputusan tata usaha negara yang dikeluarkannya, sebagai koreksi apabila terdapat keputusan yang dikemudian hari terdapat kecacatan di dalamnya.
Kriteria-kriteria dalam Pasal 64 tersebut mengatur apabila terjadi kecacatan wewenang, kecacatan prosedur, kecacatan substansi, sebagaimana juga yang telah diatur dalam Pasal 64 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014.
ASN pengelola tata pemerintahan harus bekerja secara transparan, akuntabel, dan tak ada 'mens rea' atau niat jahat. aparatur pemerintahan bekerja dengan mengikuti regulasi yang benar, dokumentasikan dengan benar sebagai alat bukti yang benar, dan hindari niat jahat, Indikator asas kecermatan adalah Badan atau Pejabat Administrasi Negara senantiasa bertindak secara hati-hati, untuk mempertimbangkan secara cermat pada waktu membuat Keputusan TUN, dengan terlebih dahulu mencari gambaran yang jelas mengenai semua fakta hukum relevan, serta peraturan perundang-undangan yang mendasarinya dan memperhatikan kepentingan pihak ketiga, agar tidak menimbulkan kerugian bagi warga masyarakat.
Dan kiranya KTUN yang diterbitkan oleh pejabat TUN hendaknya memperhatikan aspek prosedural dengan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Dengan demikian, asas ini dimaknai serupa dengan asas kepastian hukum dan asas kecermatan.
Wallahu A'lam Bishawab, demikian sekadar kami sampaikan semoga bermanfaat dan menjadi ladang amal ibadah, Jazakkalahu Khairan.(*)