Merpati Nusantara Airlines
PT Merpati Nusantara Airlines Insolven: Hilangnya Jembatan Udara Indonesia
Bukan bangkrut atau pailit, yang berjaya di dekade 1960 hingga awal 2000-an itu dinyatakan Insolven; alias badan usaha yang tak bisa bayar hutang.
Oleh: Andi Isdar Yusuf (Praktisi hukum penerbangan)
TRIBUN-TIMUR. COM - Setelah sekian tahun menggantung, status Maskapai Merpati Nusatara Airlines akhirnya memiliki posisi hukum jelas.
Bukan bangkrut atau pailit, yang berjaya di dekade 1960 hingga awal 2000-an itu dinyatakan Insolven; alias badan usaha yang tak bisa bayar hutang.
Merujuk Pasal 225 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU) sebagaimana dinyatakan pada UUK-PKPU dalam Hal … f. Keadaan Merpati tidak dapat diharapkan untuk memenuhi kewajiban terhadap Kreditur pada waktunya.
Diputuskan dalam perkara No. 5/Pdt.Sus-Pailit-Pembatalan Perdamaian/2022/PN.Niaga Sby tertanggal 2 Juni 2022 dinyatakan Pailit dengan segala akibatnya.
Atas Permohonan pembatalan perdamaian terhadap PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) yang diajukan oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PPA.
Selamat jalan Merpati Nusantara Airlines dan selamat tinggal untuk selamanya, dulu engkau dikenang sebagai “Merpati yang tak pernah ingkar janji”.
Bahkan dikenal dengan tagline “Jembatan Udara Indonesia” Sebagai Maskapai Penerbangan Nasional yang didirikan pada tanggal 6 September 1962 melalui PP No. 19 Tahun 1962, dan berstatus Perusahaan Negara Perhubungan Udara Daerah dikenal dengan misi Penerbangan serba guna “Merpati Nusantara” saat itu.
Akhiranya sayapmu tidak bisa dikepak untuk terbang mengarungi langit Nusantara, yang selama ini, menghubungkan wilayah terpencil di pelosok Kalimantan hingga Papua.
Kehadiranmu saat itu, dibutuhkan sebagai Maskapai penghubung atau perintis dan atau penerbangan Feeder untuk menunjang kelancaran arus transportasi udara di daerah, juga sebagai Maskapai Feeder untuk menunjang Penerbangan Nasional Garuda Airlines.
Awal lahirnya Merpati Nusantara Airlines, di Piloti seorang Komodor Udara Henk Sutoyo Adiputro (1962-1966) dan dibantu dengan 17 personel, dengan memiliki 3 (tiga) pesawat Pilatus Porter serta mendapatkan 3 (tiga) Twin Otter pemberian dari PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) sebagai bantuan untuk dapat menerbangi wilayah perintis di Pulau Papua dan Kalimantan.
Setelah rentang waktu yang cukup lama dan pergantian beberapa direktur, pada tahun 1971 MNA dialihkan statusnya dari Perusahaan Negara (PN) menjadi Persero dengan nama PT Merpati Nusantara Airlines melalui PP Nomor 70 Tahun 1971.
Dimana Merpati Nusantara Airlines Tetap fokus pada misinya untuk menggarap rute-rute perintis (sekaligus menjadi feeder yang mengumpan penumpang kepada Garuda) dengan tagline “Jembatan Udara Indonesia”, Merpati Nusantara Airlines pernah memiliki beberapa pesawat dan tipe diantaranya : Fokker 28, Casa atau CN 235, Boeing 737-300 (3 unit), Boeing 737-400 (2unit), Boeing 737-500 (1 unit), De Havilland Canada, DHC Twin Otter (5 unit) serta Xian MA60 (14 unit).
Masa kejayaan Merpati Nusantara di era tahun 1994 hingga tahun 2000. Sebagai Maskapai Nasional, Merpati sadar akan rivalitas atau persaingan usaha dalam industri penerbangan, hingga Merpati mendirikan usaha maintenance fasility khusus untuk perawatan pesawat yang berpusat di bandara Juanda Surabaya, dikenal dengan nama Merpati Maintenance Facility (“MMF”).
PT MMF didirikan 6 September 1991 ketika ulang tahun ke-20 MNA. Kemampuan jasa MMF sendiri meliputi electrical & battery shop, propeller shop, mechanical hydraulic & pneumatic shop, wheel and brake shop,calibration laboratory, cabin maintenance service, emergency equipment, engine shop, radio instrument & navigation, specialized services, dan sebagainya.
Tidak hanya itu, Merpati pernah memiliki Training Centre (MTC)MTC diresmikan menteri perhubungan pada tahun 1995 dengan tujuan awal untuk memfasilitasi kebutuhan training internal dari Merpati, yang mana MTC menjadi unit usaha MNA pada tahun 1996 dan memperoleh persetujuan dari Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara untuk mengoperasikan Simulator Fokker F27 & CN 235 untuk kebutuhan internal MNA dan kebutuhan training perusahaan penerbangan lainnya.
Pada tahun 1999 juga MTC diijinkan untuk menjalankan training bagi personil teknik di bidang penerbangan, serta mencetak pilot-pilot handal melalui Merpati Pilot School (“MPS”).
Jika dilihat dari unit-unit usaha Merpati Nusantara Airline saat itu, patutlah diacungin jempol, karena perseroan yang dibentuk guna menunjang usaha penerbangan Merpati dan bertujuan meraih laba.
Khususnya jasa perbengkelan atau maintenance yang satu-satunya berada di wilayah Indonesia dan salah satu yang terbesar di Asia saat itu.
Untung tidak selamanya dapat diraih, Merpati mulai menghadapi masalah internal manajemen, utang-utang vendor semakin menggunung, laba tidak dapat lagi dipertahankan, persoalan hukum sudah mulai mengancam.
Termasuk menyeret Direktur Utama Merpati. Maka korban lah, Hotasi sebagai direktur utama MNA di tahun 2002 hingga 2008, dalam kasus sewa menyewa 2 (dua) unit pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 melalui Thirdstone Aircraft Leasing Group (“TALG”) dengan syarat Refundable Security Deposit (“RSD”) sebesar USD 1 juta.
Sayangnya di tengah jalan proses sewa menyewa ini gagal, Lalu Hotasi melakukan menggugat TALG ke pengadilan distrik Columbia Amerika, dan gugatan dimenangkan oleh pihak Hotasi. Permasalah tidak selesai dengan menangnya Dirut Merpati pada Pengadilan di Amerika. Ditanah air Hotasi dilaporkan lalu disidik oleh pihak Kejaksaan Bundar, mengganggap perbuatan Hotasi merugikan Negara dan harus di bawah ke meja hijau. Akhir dari persidangan, pada 7 Mei 2014 majelis kasasi yang diketuai oleh Artidjo Alkostar menjatuhkan pidana 4 tahun penjara dan menjebloskan Hotasi ke Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung.
Masih menjadi perdebatan atas permasalah hukum yang dihadapi oleh Hotasi sebagai Dirut Merpati Nusantara, ada pihak pro dan beberapa pihak yang kontra. Perdebatannya adalah pihak Hotasi selaku Dirut bertindak dalam ranah Perdata sewa menyewa Pesawat, tapi dipihak lain ngotot bahwa hilangnya uang Merpati sebesar USD 1 juta merupakan kerugian Negara.
Majelis Hakim Yang memeriksa perkara Hotasi, memilih menjatuhkan Palu pidana, dengan mengatakan ada beberapa alasan dikenakannya sanksi pidana terhadap Hotasi tersebut, yakni:
a. Perkara pidana yang dilakukan pihak TALG di amerika merupakan perkara yang berdiri sendiri dan terpisah dengan perkara Hotasi di Indonesia;
b. Hotasi dinilai bersalah karena sewa menyewa yang dilakukan tidak melalui mekanisme letter of credit/escrow account melainkan secara cash kepada rekening Hume &Associates PC yang membuat TALG mampu mencairkan security deposit.
c. Perbuatan Hotasi termasuk kedalam Perbuatan Melawan Hukum dalam ranah pidana (wedderechttelijkeheid);
d. Proses penyewaan yang dilakukan Hotasi tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku dalam prosedur MNA, di mana seharusnya tindakan direktur yang membebankan anggaran perseroan harus terlebih dahulu disetujui oleh pemegang saham melalui pengesahan RAK Pj; dan
e. Hotasi dinilai tidak berhati-hati dalalm mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga MNA mengalami kerugian berupa hilangnya uang sebesar USD 1 juta.
Dalam perspektif hukum, pada dasarnya memang terdapat doktrin business judgement rule (BJR) yang diatur oleh Pasal 97 ayat (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang pada intinya mengatakan bahwa direktur tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pribadi atas kerugian yang dialami perusahaan apabila direktur mampu untuk membuktikan.
Kejamnya Palu Majelis tanpa mempertimbangkan niat baik Dirut Hotasi, yang berkeinginan melihat Merpati Nusantara Airlines tetap terbang dan tetap menjadi Jembatan Udara Indonesia. Tahun 2014 Merpati Nusantara Airlines dinyatakan berhenti beroperasi dikarenakan alasan kelayakan bisnis, dan pada tanggal 2 Juni 2022, oleh pihak PT Perusahaan Pengelola Aset menyatakan Merpati Nusantara Insolven.
Semoga Pahitnya permasalah yang dihadapi Merpati, tidak berimbas kepada Garuda Indonesia sebagai satu-satunya Maskapasi Penerbangan Nasional, mengingat PT Garuda Indonesia Airlines tengah menghadapi gugatan PKPU oleh beberapa Kreditur.
Rasanya, masih tidak percaya jika PT Merpati Nasional Airlines ditutup atau berhenti karena alasan gugatan PKPU, jika membandingkan penerbangan swasta lainnya, yang berumur lebih muda dari Merpati, masih bisa terbang dan bertahan ditengah kejamnya pandemic covid 19, selama 2(dua) tahun lamanya. Lain halnya, kalau penerbangan Nasional kita, kebanggan kita, yakni Merpati Nusantara Airline dan Garuda Indonesia Airlines sejak dari awal diduga mistake management, menjadikan duduk selaku Termohon dalam Gugatan PKPU pada Pengadilan Niaga.
Kalulah perusahaan Penerbangan Nasional Thai Airwyas, berhenti beroperasi karena pailit dengan alasan pandemic, begitupun Thai Airasia X menyusul tutup karena Putusan Pailit dengan alasan yang sama.
Tapi berhentinya Merpati Nusantara Airlines, bukan karena terpaan Pandemic, melainkan Merpati Nusantara Airlines keberatan Utang dari pada asset dan Terbukti demi Hukum Merpati tidak dapat menjalankan Homologasi yang disepakti oleh para pihak sejak tahun 2018. Maka demi Hukum Merpati Nusantara Airlines Insolven. Selamat tinggal Merpati Nusantara Airlines…*
Jakarta, 11 Juni 2022