Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Headline Tribun Timur

Prof Jasruddin Soroti Jalur Zonasi, Prof Arismunandar Minta Pemerintah Pastikan Semua Anak Sekolah

Mantan Kepala LLDIKTI Wilayah IX, Prof Jasruddin, menyoroti tata kelola pendidikan.Prof Arismunandar Minta Pemerintah Pastikan Semua Anak Sekolah.

Tangkap Layar Video Tribun Timur
Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Makassar, Prof Arismunandar. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Mantan Kepala LLDIKTI Wilayah IX, Prof Jasruddin, menyoroti tata kelola pendidikan.

Itu disampaikan di Forum Dosen Tribun bekerjasama dengan Dewan Pendidikan Makassar menggelar diskusi bertema ‘Sistem PPDB versus Wajib Belajar’, Kamis (9/6/2022) pagi.

Ada tiga hal yang menjadi perhatiannya.

Pertama, terkait zonasi. Menurutnya, sistem zonasi itu bisa melanggar undang-undang dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Beruntungnya, tak ada lagi masalah terkait daya tampung.

“Jika begitu lebih baik hapus zonasi,” ujarnya.

Baca juga: Wajo Tertinggi Anak Tidak Sekolah di Sulsel

Baca juga: 5.168 Lulusan SD di Makassar Tak Tertampung di SMP

Kedua, masalah dihadapi adalah perbedaan yang mengurus tingkatan pendidikan. Lain yang mengurus TK, SD, SMP, lain pula urus SMA dan perguruan tinggi. Akibatnya, masing-masing punya kebijakan.

“Bagaimana pun bagusnya kebijakan saat di TK, SD, SMP, tapi tiba-tiba di SMA kurang bagus pasti tidak akan ketemu, begitupun sebaliknya. Apalagi masuk perguruan tinggi. Saya heran kenapa ini dibiarkan,” keluhnya.

Ketiga, terkait banyaknya sekolah tutup. Dinas pendidikan harus melihat kebutuhan sekolah dengan jumlah anak bersekolah. Banyaknya sekolah tutup tak lepas dari awal dibentuknya karena keinginan, bukan kebutuhan.

Guru Besar Manajemen Pendidikan UNM, Prof Arismunandar menyampaikan, pemerintah harus memastikan semua anak-anak bisa sekolah sesuai aturan wajib belajar 12 tahun.

Sulsel dan Kota Makassar, katanya, punya masalah pendidikan yaitu anak yang tidak sekolah. Ia merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021.

"Kalau saya perhatikan di data BPS tahun 2021. Wajib belajar SD itu usia 7 tahun. Nah ukurannya di mana, diangka partisipasi murni 7-12 tahun," katanya.

Angka Partisipasi Murni (APM) adalah proporsi anak sekolah pada suatu kelompok tertentu yang bersekolah pada tingkat yang sesuai dengan kelompok umurnya. APM selalu lebih rendah dibanding APK (Angka Partisipasi Kasar) karena pembilangnya lebih kecil sementara penyebutnya sama.

Ia mengungkapkan, APM SD di Kota Makassar baru mencapai 95 persen. Angka jumlah anak SD di Makassar disebut mencapai 26 ribu.

Jika dikalkulasikan, angka 5 persen itu menunjukkan ada 1.000-an anak-anak usia 7-13 tahun tidak tertampung SD di Makassar.

"Artinya ada seribu anak-anak kita harusnya masuk SD itu tidak masuk. Sebaliknya ada anak usia 6 tahun curi kuota itu, sehingga APK lebih 100 persen," katanya.

"Kalau lihat data APK, gembira kita, tapi angka partisipasi murninya, ada anak usia 6 tahun masuk sekolah lebih awal. Itu ambil porsi kita, pertanyaan kita, di mana anak 7 tahun ini yang tidak masuk sekolah, baik itu di Kota Makassar atau tingkat Provinsi Sulsel. Angka relatif sama, seperti itu di Sulsel," katanya.

Prof Aris melanjutkan, AMP SMP di Makassar hanya 70 persen. Berbicara wajib belajar SMP, maka anak usia 13-15 tahun.

"Angkanya sekitar 70 persen. Pertanyaannya di mana 20 persen anak-anak kita ini. Oke, kursi tersedia, tapi kenapa data statistik bicara begini. Apakah datanya harus kita ubah. Di mana anak-anak kita ini," tegas Prof Arismunandar.

"Satu pertanyaan saya lagi, siapa bisa jamin, siapa bisa pastikan, dan siapa bisa laporkan semua anak-anak kita sudah ikuti wajib belajar," tukasnya.

5.168 Lulusan SD di Makassar Tak Tertampung di SMP

Forum Dosen Tribun bekerjasama dengan Dewan Pendidikan Makassar menggelar diskusi bertema ‘Sistem PPDB versus Wajib Belajar’, Kamis (9/6/2022) pagi.

Diskusi di Kantor Dewan Pendidikan Makassar dipandu Koordinator Forum Dosen Tribun yang juga Ketua Dewan Pendidikan Sulawesi Selatan, Dr Adi Suryadi Culla.

Narasumber diskusi akademisi Unhas, UNM, UIN, Unismuh, UMI, Unibos, Universitas Fajar, Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar, perwakilan Dinas Pendidikan Sulsel, dan anggota DPRD Makassar.

Mengawali diskusi, Adi membeberkan tiga masalah dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Sulawesi Selatan yang terjadi setiap tahun.

Pertama masalah sosialisasi. Menurutnya itu masalah besar karena banyak yang belum paham.

“Kedua, masalah infrastruktur termasuk IT, kapasitas IT, bayangkan saja PPDB pendaftaran puluhan ribu tetapi pintu sempit. Jadi seperti tsunami, pintu sempit, air bah mengalir, jebol, muncul masalah disitu, server hang," katanya.

Ketiga, kata Adi, masalah daya tampung sekolah dan ruang belajar.

Kadis Pendidikan Kota Makassar, Muhyiddin, menjelaskan Wali Kota Makassar, Danny Pomanto, telah membuat program revolusi pendidikan, semua harus sekolah.

Tujuannya agar tidak ada anak wajib sekolah yang putus sekolah karena tidak tertampung.

Tahun ini, PPDB Makassar berbeda dari tahun sebelumnya. Dimana, PPDB tidak hanya untuk sekolah negeri, tapi juga mengikutkan sekolah swasta.

“Tahun ini sekolah negeri dan swasta menjadi pilihan dalam PPDB,” ujar Muhyiddin.

Dia menjelaskan, sesuai data dukcapil, anak usia 6 tahun di Makassar sebanyak 21.946 orang.

Terdiri lulusan PAUD 13.857 anak dan tidak PAUD 8.089. Sedangkan daya tampung SD negeri dan swasta di Makassar sebanyak 30.000.

Berarti tidak ada masalah dengan daya tampung SD karena jumlah kursi lebih.

Untuk PPDB SMP, daya tampung sebanyak 21.240. Terdiri 13.680 SMP negeri dan 9.280 SMP swasta.

Sedangkan lulusan SD tahun ini sebanyak 26.608 siswa. Berarti masih ada 5.168 ribu siswa yang tidak tertampung.

Dia merincikan, ruang belajar SMP negeri sebanyak 380 dari 55 sekolah.

Jika dikali 32 kursi, maka SMP negeri Makassar hanya bisa menampung sebanyak 13.680 siswa.

Sementara ruang belajar SMP swasta sebanyak 290 dikali 32 kursi maka hanya bisa menampung 9.280 siswa.

Ketua DPRD Makassar yang juga Ketua Dewan Pendidikan Makassar, Rudianto Lallo, mengatakan, di Makassar memang masih terkendala ruang belajar yang terbatas.

Jumlah murid lulus SD dibanding daya tampung SMP tidak sesuai.

Diskusi mengundang akademisi, dewan pendidikan, kepala dinas ini, katanya, bertujuan mencari solusi atas masalah tersebut, yang terjadi tiap tahun.

“Tadi sudah kita dengar para pakar bicara soal itu. Mudah-mudahan ada solusi dari Dinas Pendidikan Makassar mengatasi masalah ini. Kita berharap tidak ada lagi anak putus sekolah karena tidak tertampung di SMP negeri,” katanya.

Kalaupun kuota terbatas, maka diarahkan ke swasta, tapi disarankan opsi, misalnya pemerintah subsidi ke swasta.

Ini harus dipikirkan supaya jumlah murid yang lebih ini bisa ditampung di swasta, ini harus dipikirkan agar fasilitas sekolah swasta sama dengan sekolah negeri.

Selengkapnya baca di Koran Tribun Timur edisi Jumat (10/6/2022). (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved