Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Dewan Pendidikan Makassar

Adi Suryadi Culla Ungkap Tiga Masalah PPDB Setiap Tahun

Hal itu diungkapkan Adi dalam diskusi forum dosen di Kantor Dewan Pendidikan Kota Makassar, Kamis (9/6/2022) pagi. 

Penulis: Ari Maryadi | Editor: Saldy Irawan
Tangkap Layar Youtube Tribun Timur
Suasana diskusi dewan pendidikan 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Ketua Dewan Pendidikan Sulawesi Selatan Dr Adi Suryadi Culla mengungkapkan tiga masalah dalam penerapan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Sulawesi Selatan setiap tahunnya.

Hal itu diungkapkan Adi dalam diskusi forum dosen di Kantor Dewan Pendidikan Kota Makassar, Kamis (9/6/2022) pagi. 

Tema yang dibahas Sistem PPDB versus Wajib Belajar.

Diskusi diikuti akademisi lintas kampus.  Mulai dari Unhas, UNM, UIN, Unismuh, UMI, Unibos, Universitas Fajar, Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar, perwakilan dinas pendidikan Sulsel, anggota DPRD Makassar

Sebagai koordinator forum dosen Tribun Timur, Adi didaulat memimpin diskusi.

Adi mengungkapkan, hampir setiap tahun ada masalah dalam penerapan PPDB.

Ada gejolak baik tingkat kabupaten/kota maupun dengan pemerintah provinsi. Gejolaknya berbeda. Bahkan ada protes sampai ke kepala daerah masing-masing.

"Ideal PPDB ini sangat bagus utnuk menciptakan pemerataan pendidikan setelah dapat kajian dari kementerian pendidikan. Sudah bertahun-tahun, dianggap solusi terbaik untuk atasi pemerataan, kesenjangan, ketidakmerataan karena adanya status sekolah ada unggul, tidak unggul," katanya.

Termasuk mengatasi, masalah kesempatan dan kemapun ekonomi orang tua tertentu. Jarak antara sekolah dengan siswa jalan pun dijadikan solusi.

"Ini sebabkan muncul PPDB. Itu prinsipnya jadi dengan PPDB ada 4 jalur; zonasi, prestasi, afirmasi, dan perpindahan orang tua. Bedanya sistem sebelumnya zonasi, ini terobosan, tidak perlu ada lagi perbedaan satu sekolah dengan lain," katanya.

"Tapi ini adalah kelemahan, banyak sekali mencuat, termasuk suara-suara dari kalangan akademisi berkaitan sistem zonasi. Itu jadi persoalan tersendiri," lanjutnya.

Adi mengungkapkan, ada beberapa temuan permasalahan penyelenggaraan PPDB.

Pertama masalah sosialisasi. Menurutnya itu masalah besar karena banyak masalah belum paham, tapi ada problem, termasuk masalah kebijakan pusat, termasuk kebijakan teknis.

Padahal permendikbud sama tahun lalu, merujuk permendikbud tahun 2021. Karena itu tidak perlu jadi alasan, Yang dibutuhkan pemahaman masyarakat.

"Kedua, masalah infrastruktur termasuk IT, kapasitas IT, bayangkan saja PPDB pendaftaran puluhan ribu tetapi pintu sempit," katanya.

"Jadi seperti tsunami, pintu sempit, air bah mengalir, jebol, muncul masalah di situ, heng server. Ini masalah kedua," katanya.

Ketiga, kata Adi, masalah daya tampung sekolah dan ruang belajar.

Hal ini setiap tahun jadi problem berat. Adi tiap tahun minta disdik agar rasionalisasi data siswa lulusan SMP ke SMA, dan lulusan SD ke SMP.

Adi melihat ada ketidakseimbangan serius, antara siswa ingin masuk, dibanding kapasitas ruang belajar yang tersedia.

"Nah ini jadi problem berat, karena itu harus dikemukakan PPDB akses untuk negeri, SD, SMP, SMA negeri. Banyak lulusan swasta dan negeri bersasing utnuk masuk, dan jumlahnya melebihi kapasitas ruang belajar," katanya.

Adi meminta, penyelenggara harus mengumumkan secara normal bahwa tidak semua lulusan SD bisa masuk SMP negeri, tidak semua lulusan SMP bisa masuk ke SMA negeri.

"PPDB pasti tidak bisa tampung semua, sebagian pasti akan masuk ke swasta. Ini problem juga. Makassar punya program, nanti mungkin PPDB diintegrasikan dengan swasta, bukan lagi negeri. Kalau itu terjadi, maka wajib belajarnya keseluruhan dari seluruh lulusan," katanya.

"Apakah beban anggaran tidak bebani, rasionalisasi lulusan juga bisa juga dipetakan, ini bisa jadi problem tersendiri, apalagi kalau itu janji politik kepada publik. Itu problem harus dipecahkan," katanya. (cr2)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved