Universitas Hasanuddin
Mengenal Qonita Kurnia Anjani Alumni Farmasi Unhas Raih Gelar Doktor di Irlandia Utara Usia 25 Tahun
Qonita Kurnia mengembangkan karier keilmuaannya dan meraih gelar doktor di Queen’s University Belfast, Irlandia Utara
TRIBUN-TIMUR.COM - Satu lagi alumni Universitas Hasanuddin (Unhas) mencatatkan prestasi di bidang akademik.
Dialah, Qonita Kurnia Anjani tercatat sebagai alumni Fakultas Farmasi Unhas.
Qonita Kurnia Anjani diketahui sukses meraih gelar doktor di usianya yang masih 25 tahun.
Saat berstatus mahasiswa Unhas, Qonita Kurnia tercatat memulai pendidikannya pada tahun 2012 lalu.
Setelah menyelesaikan kuliah di Unhas, Qonita Kurnia kemudian mencoba peruntungan lanjut pendidikan ke Irlandia Utara.
Baca juga: Pendaftar SBMPTN Unhas Capai 42.580, Teknik Informatika Paling Ketat
Baca juga: Lagi Cari Kerja? Unhas Career Expo 2022 Beri Peluang Bagi Pencari Kerja
Dilansir dari laman resmi Unhas, Jumat (20/5/2022), Qonita Kurnia mengembangkan karier keilmuaannya dan meraih gelar doktor di Queen’s University Belfast, Irlandia Utara pada usia yang terbilang masih muda, 25 tahun.
Qonita mengatakan telah lama tertarik dengan pengembangan obat-obatan sejak semester satu di Unhas.
Ia mulai menekuni bidang penelitian tentang teknologi penghantaran obat, khususnya teknologi yang memungkinkan obat bisa masuk ke dalam kulit.
Sejak itu, dirinya aktif mengikuti berbagai perlombaan yang berhubugan dengan penelitian di bidang farmasi.
Ketertarikannya tersebut kemudian dituangkan dalam skripsi yang membahas tentang gel.
Belakangan ia tahu, ternyata di luar negeri sudah dikembangkan teknologi serupa yang lebih praktis, yaitu microneedle.
Qonita menjelaskan, bentuknya seperti patch yang dilengkapi dengan jarum-jarum mikro, yang dapat menghantarkan obat tanpa darah dan rasa sakit.
Qonita awalnya terdaftar memperoleh beasiswa sebagai mahasiswa S2 di Queen’s University Belfast, dengan masa studi dua tahun.
Setelah melewati tahap initial review (evaluasi progres penelitian tiga bulan pertama), dosen pembimbing di Queen’s University Belfast melihat potensi penelitian yang ia garap.
Sehingga ia pun didorong melanjutkan penelitian S3.
Pertimbangannya, penelitian yang Qonita lakukan memenuhi standar untuk program Ph.D.
“Sempat menolak waktu itu, apalagi mengingat beasiswa yang saya terima hanya untuk masa dua tahun, sedangkan untuk studi Ph.D membutuhkan waktu normal minimal 3 tahun."
"Saya cukup dilematis, karena merasa tidak mampu termasuk untuk bertahan hidup di luar negeri, dengan tambahan satu tahun tanpa bantuan beasiswa,” ungkap Qonita.
Namun, setelah melewati berbagai pertimbangan, Qonita akhirnya memilih untuk kembali melanjutkan pendidikan doktor dengan sisa waktu yang ada.
Dalam pendidikan doktornya, penelitian yang diambil berjudul “Development of Antibiotic Microneedle Delivery Systems for Tuberculosis Treatment”.
Penelitian ini berfokus pada pengembangan teknologi microneedle patch untuk obat-obatan tuberkulosis.
“Saat itu saya benar-benar mengerahkan segala kemampuan dan tenaga untuk mengejar tenggat waktu yang tersedia. Alhamdulillah, saya dapat selesai dalam waktu dua tahun tiga bulan,” tambah Qonita.
Menurut Qonita, saat kuliah di luar negeri sangat penting untuk mendapatkan dukungan dan lingkungan yang baik.
Tidak hanya itu, berdoa dan berusaha semaksimal mungkin serta mengetahui minat bakat diri yang dimiliki melalui berbagai proses dan pengalaman.(*)
Baca berita terbaru dan menarik lainnya dari Tribun-Timur.com via Google News atau Google Berita