Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Tribun Timur

Implementasi UU TPKS

Beberapa pekan setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Rancangan Undang – undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS)

Editor: Sudirman
(Foto Ari Maryadi Tribun Timur)
DPRD Sulsel menggelar rapat paripurna pembahasan LKPJ Gubernur Sulsel tahun 2021 

Helda Rahmawati SSos SPdi

PNS Kementerian Agama RI

Beberapa pekan setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Rancangan Undang – undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) telah disahkan sebagai UU TPKS, gelombang dukungan atas disahkannya UU itu terus mengalir.

Sebagian besar publik sangat berharap jika UU TPKS bisa segera diimplementasikan untuk melindungi dan mencegah terjadinya korban kekerasan seksual.

Karena itu, kontribusi kerja bersama yang ditunjukkan selama mengawal proses legislasi harus terus dilanjutkan demi mengawal implementasi dari undang-undang tersebut.

Mengawal implementasi dari Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) jelas merupakan pokok yang sangat penting.

Selain memastikan UU tersebut benar-benar terlaksana sesuai tujuan, publik sangat berharap jika UU TPKS dan implementasi perubahan hukum didalamnya juga masuk dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Jika kita melihat perjalanan terbentuknya undang – undang ini, implementasi dari pelaksanaan UU TPKS jelas merupakan hasil dari proses yang berliku.

Karena sejak 2010 RUU dimulai dan formal diusulkan sebagai naskah akademis pada 2016, UU TPKS mendapat banyak dukungan sekaligus penolakan.

Sikap penolakan yang kuat mewarnai perjalanan UU TPKS, terutama ketika masih berjudul UU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).

Namun, berkat kerja keras semua pihak termasuk dari lembaga pendamping yang mengumpulkan dan menghimpun aspirasi pengetahuan yang berangkat dari pengalaman korban kekerasan seksual, RUU TPKS akhirnya dapat berbuah hasil menjadi UU TPKS

Perspektif Perlindungan

Salah satu isu krusial dalam UU TPKS adalah pada Pasal 4 Ayat 1 yang memasukkan perilaku kekerasan seksual berbasis elektronik sebagai bentuk tindak pidana yang dilarang.

Selain tindakan pelecehan seksual non fisik dan fisik,pemaksaan pemakaian alat kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, dan perbudakan seksual, tindak kekerasan seksual berbasis elektronik perlu menjadi perhatian kita bersama.

Apalagi pada era kemajuan teknologi informasi digital seperti sekarang ini, persoalan tindakan kekerasan seksual berbasi elektronik jelas menjadi momok tersendiri bagi kelompok yang rentan dengan kekerasan seksual.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Konsisten

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved