Opini Tribun Timur
Wall-E, Manusia, Alam, dan High-Tech
Animasi film merupakan suatu hal yang sangat diminati di masa lalu, dimana Generasi Z dan Generai Milenial baru menginjakkan masa anak-anak dan remaja

Oleh: William Desmond Tonapa
Koordinator Deputi Lingkungan Hidup GenBI Komisariat Universitas Hasanuddin & Peserta TOWR XI FLP Ranting Univertas Hasanuddin
Animasi film merupakan suatu hal yang sangat diminati di masa lalu, dimana Generasi Z dan Generai Milenial baru menginjakkan masa anak-anak dan remaja.
Berbagai film animasi begitu menghibur dan sangat mengesankan dan dengan polosnya kita menikmati setiap adegan yang ada tanpa memahami pesan dari film tersebut. Salah satunya adalah film yang berjudul “Wall-E”
Film “Wall-E” rilis perdana pada tanggal 27 Juni 2008 dengan genre petualangan, animasi, dan keluarga.
Disutradarai dan ditulis oleh Andrew Stanton dan diproduksi oleh Walt Disney Picture, film ini pernah meraih penghargaan piala Oscar pada tanggal 22 Februari 2009 dalam kategori film animasi terbaik.
Selain Piala Oscar, banyak juga penghargaan yang diraih oleh film animasi ini.
“Wall-E “adalah sebuah film yang menceritakan tentang akibat kondisi Bumi yang telah dipenuhi sampah, membuat manusia terpaksa meninggalkan Bumi.
Sebelum meninggalkan Bumi, manusia membuat banyak robot pembersih yang akan membersihkan semua sampah tersebut yang diberi nama Wall-E.
Sudah 700 tahun sejak manusia meninggalkan Bumi, namun kondisi Bumi masih dalam keadaan yang sangat tidak baik. Banyak robot pembersih yang telah rusak dan tidak dapat berfungsi lagi.
Hanya satu robot yang masih bertahan yaitu Wall-E (tokoh utama). Adegan animasi dalam film ini diperlihatkan bagaimana keseharian Wall-E menjalankan rutinitasnya setiap pagi.
Gambaran bagaimana sampah-sampah menggunung setinggi gedung pencakar langit. Awan yang tertutupi debu dan polusi.
Tidak ada flora dan fauna yang hidup, kecuali teman baik Wall-E yaitu seekor kecoa. Lautan yang mengering dan berbagai kerusakan lainnya yang terjadi.
Wall-E memiliki ketertarikan akan benda-benda yang unik baginya, sehingga setiap membersihkan dan mengolah sampah, dia akan menyimpannya untuk dijadikan koleksi.
Suatu hari, hidupnya berubah ketika ia menemukan suatu tanaman dan bertemu sebuah robot yang bernama EVE, robot yang mendeteksi keadaan Bumi.
Kini, mereka mengalami petualangan besar yang membuat sejarah baru dalam kehidupan umat manusia.
Sebagian besar orang berpikir bahwa makna film ini adalah bagaimana menjaga lingkungan, atau nuansa romantis antar robot yang cukup aneh.
Namun, terdapat sudut pandang lain yang mungkin tidak diperhatikan, yaitu bagaimana penggambaran manusia, alam dan teknologi berjalan beriringan.
Film ini menampilkan sebab akibat ulah manusia yang membuat Bumi dalam kehancuran.
Anehnya adalah, mengapa alam tidak dapat kembali ke wujudnya semula walaupun 700 tahun telah berlalu?
Film ini memberikan gambaran bahwa walaupun alam memiliki kekuatan yang dahsyat, manusia dengan ketamakannya bisa lebih kuat.
Sampah-sampah mendominasi seluruh permukaan Bumi sehingga kekuatan alam tidak mampu untuk mendaur ulang semuanya.
Di akhir film ini terdapat bagian yang sangat menarik. Ada beberapa animasi gambar di mana manusia berhasil mengolah kembali Bumi dengan kerja keras mereka.
Terdapat cuplikan manusia yang tak dapat berjalan akibat obesitas, kini berhasil bertani dan menanam berbagai tanaman seperti anggur dan gandum.
Hal yang dapat dipahami adalah bila manusia memiliki ketamakan untuk menghancurkan alam, manusia juga bisa dengan kesadaran dan kepeduliannya dapat membentuk kembali alam menjadi seperti sedia kala.
Selain itu, terdapat gambaran bagaimana teknologi yang sangat maju. Teknologi tinggi (High Tech) akan selalu memberikan kemudahan yang membuat hidup menjadi lebih nyaman, namun memberikan dampak yang sanga buruk.
Dalam film ini, manusia tidak perlu lagi menggunakan kakinya untuk berjalan. Manusia tidak melakukan pekerjaan apa pun yang mengakibatkan otot kaki mereka kini tidak dapat berfungsi dengan normal dan obesitas berlebihan.
Hal ini menjadi gambaran bahwa teknologi hanya akan membawa manusia kembali ke kehancuran, jika segalanya bergantung pada teknologi.
Kemajuan teknologi yang tidak diiringi dengan moral, etika, dan eksistensi dari manusia akan membuat manusia akan semakin "malas".
Terkhususnya High-Tech, kemungkinan dapat memberontak bila keadaan yang diinginkan manusia tidak selaras dari apa yang diperintahkan kepada mereka.
Karakter Auto-pilot, yang begitu setia kepada kaptennya, akibat protokol yang diprogram padanya, melakukan pemberontakan dan mengurung sang kapten untuk tidak menuju Bumi.
High tech hanya menggunakan algoritma benar dan salah dengan menghitung berbagai koefisien ataupun variabel dalam mengambil keputusan., sehingga tidak mampu membedakan antar harapan dan keyakinan akan suatu hal.
Pada dasarnya, manusia, alam dan teknologi seharusnya mampu berjalan secara linear.
Bila teknologi semakin meningkat, maka manusia mampu memanfaatkan teknologi tersebut untuk menciptakan suasana lingkungan yang harmoni dan berkelanjutan.
Konsep Zero Waste dan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) merupakan contoh nyata dari sistem linear berjalannya teknologi, alam dan perkembangan peradaban manusia.
Masa depan lingkungan layak diperhitungkan untuk menjaga Bumi ini tetap mencapai stabilitas yang diinginkan.
Pengembangan high tech seperti Artificial Intelligence mampu menjawab akan perwujudan alam yang di inginkan demi kesejahteraan bersama.
Manusia, alam dan lingkungan harus dalam keadaan setimbang agar kondisi Bumi seperti dalam film “Wall-E” tidak terjadi.(*)